Ini semua gara-gara visit visa yang tidak bisa diperpanjang. Jadi, visa saya selama kerja di Saudi adalah visit visa, single entry, 30 days. 5 hari sebelum visa habis, harus segera diperpanjang lagi. Sebelumnya visa saya bisa diperpanjang hingga empat kali. Tapi untuk kali ini, baru sekali perpanjangan sudah tidak bisa lagi. Hingga pemberitahuan selanjutnya dari pihak imigrasi Saudi, informasi dari agennya. Jadi, jalan satu-satunya adalah mesti keluar Saudi. Dan apply visa baru di luar Saudi. Agen yang ngurusin visa akhirnya mutusin bawa saya ke Bahrain. Dan ke sana via darat. Jarak Jeddah ke Bahrain kurang lebih 1300 Kilometer. Passport saya ada di Riyadh untuk apply visa Bahrain, jadi saya harus ke Riyadh dulu ambil passport baru lanjut ke Bahrain.
Dari Jeddah kami berangkat pukul 07.00 pagi. Jalan raya antar kota di Saudi seperti jalan toll di Jakarta, dengan kualitas jalan yang mulus, rata, dan lurus. Jalan berkelok-kelok cuma kita jumpai ketika memasuki Taif, setelah kota Makkah. Selebihnya lurus terus. Kecepatan kami rata-rata 160 Km/jam, walaupun sepanjang jalan ga ada guncangan, serasa naik pesawat aja, tetap saya ga bisa tidur dengan tenang. Kecepatannya itu loh, istighfar aja banyak-banyak. Kecepatan maksimum yang dibolehkan adalah 120 km/jam. Kendaraan kami cuma melambat, ketika mendekati check point atau kalau terlihat ada mobil patroli polisi. Di sepanjang jalan raya menuju Riyadh, sangat banyak check point. Kendaraan berjalan lambat ketika mendekati check point, Polisi Cuma melongok ke mobil, jika mencurigakan baru dia minta check kartu identitas. Di perjalanan ini, hanya sekali kami dihentikan untuk check id, ketika memasuki gerbang kota Riyadh. Cuma bawa fotocopy passport dan Visa, bikin saya was-was juga, tapi Alhamdulillah polisinya ga rese, dan kami bisa terus memasuki kota Riyadh. Jarak 850 Kilometer Jeddah-Riyadh, dua kali kami berhenti untuk isi bensin. Di isi penuh untuk setiap 300 Kilometer. Dan sepertinya setiap jarak 100-200 Km ada tempat peristirahatan dan sekaligus pom bensin. Sepanjang jalan raya juga dipagari pinggirannya. Karena di sepanjang jalan, di padang pasir, banyak kawanan unta yang dilepas berkeliaran oleh pemiliknya. Malahan, ketika mobil kami tiba-tiba melambat, seperti biasa saya kira ada check point, ternyata ada 2 ekor unta yang lepas ke jalan raya. Polisi mengawal unta tersebut untuk digiring keluar jalan raya. Sayang ga sempat saya foto momen itu, lagian takut juga sih, ada polisi gitu loh… wekekeke...
Tiba di Riyadh pukul 14.30, kami mengambil passport dengan visa Bahrain, istirahat sebentar dan melanjutkan sisa 450 Kilometer ke Manama, Bahrain. Berangkat sekitar pukul 16.30 tiba diperbatasan Saudi sebelum memasuki King Fahd Causeway pukul 21.00. Passport control seperti gerbang jalan toll, dari dalam mobil cukup nyodorin passport ke petugas. Setelah dapat cap exit di sisi imigrasi Saudi, sekitar 10 meter kemudian passport control Imigrasi Bahrain. Mobil disuruh berhenti dan dicheck oleh petugas imigrasi Bahrain, untuk mengantisipasi penyelundupan. Setelah lolos dari passport control kami akhirnya memasuki King Fahd causeway. Causeway adalah istilah untuk jalan yang dibangun dari tanah yang ditinggikan, biasanya jalan yang dibangun di atas air atau tanah rawa. Jalan raya yang menghubungkan mainland Saudi Arabia dengan pulau Bahrain, terbentang sejauh 25 Kilometer melintas di atas laut. Survey pembangunan jalan ini dimulai pada 1968, dan konstruksi dimulai 1981 hingga resmi dibuka pada 1986 oleh Raja Fahd dari Saudi dan Raja Bahrain, Shaikh Isa bin Salman Al Khalifa.
Bahrain sangat berbeda dengan tetangganya yang sangat ketat menerapkan syariat Islam, Saudi Arabia. Bahrain yang mayoritas penduduknya adalah Syiah, diperintah oleh keluarga Al Khalifah yang Sunni. Saya amati, penduduknya terlihat lebih banyak pekerja pendatang dari India/Pakistan dan Filipina. Bahrain lebih terbuka, abaya tidak wajib, sehingga biasa terlihat wanita tidak berjilbab layaknya di Indonesia. Bahrain menjadi tempat pelarian orang Saudi dan para expat Saudi yang haus akan hiburan malam. Di Manama berjamuran night club, diskotik, dan tempat pijat. Minuman beralkohol boleh beredar di diskotik. Hotel juga sangat banyak. Bahrain juga mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber pemasukan mereka. Salah satunya dengan penyelenggaraan lomba balap mobil Formula satu, GP Bahrain. Tapi saat ini, situasi juga sedang ‘memanas’ di Bahrain, dengan munculnya kelompok-kelompok demonstran dari kelompok mayoritas Syiah, yang menantang Monarki Sunni. Kelompok Syiah itu, rumornya disupport oleh Iran. Bulan lalu, ketika Raja Abdullah dari Saudi, pulang setelah berobat dari Amerika, Raja Bahrain turut serta menyambut sang Raja di bandara Saudi. Tidak lama setelah itu, Saudi mengirimkan pasukan bersenjatanya menyeberang ke Bahrain, untuk membantu menghalau kemungkinan kekacauan demonstran. Selain itu terlihat juga banyak patroli polisi Pakistan dan India di jalan-jalan kota Manama. Loh kok ada polisi Pakistan dan India? Dari info yang saya dengar, bahwa beberapa minggu lalu, terjadi bentrok antara pendatang Pakistan dan Bengali (India), sehingga Pemerintah Bahrain meminta kedua Negara tersebut untuk mengirimkan pasukan pengamanannya.
Esoknya, saya tidak bisa pergi jauh, cuma jalan-jalan sekitaran hotel. Karena negaranya kecil, makanya jalan-jalannya juga kecil alias tidak lebar, tapi budaya berlalu lintas lebih teratur dibandingkan Saudi yang ugal-ugalan. Di Bahrain, kita bisa menggunakan mata uang Riyal Saudi untuk transaksi. 1 BHD dinilai 10 SAR. Ongkos taksi dan makanan juga lebih mahal di sini. Porsi makanan juga, porsi ‘normal’ tidak seperti di Saudi yang porsi jumbo. Pukul 2 siang, agen visa datang menjemput ke Hotel setelah visa Saudi berhasil didapatkan. Cepat banget ngurusnya. Sejam kemudian kami meluncur untuk kembali memasuki Saudi. Proses pemeriksaan visa Saudi di perbatasan Bahrain, sama dengan proses yang kita jalani di bandara. Kita tetap harus melakukan sidik jari dan difoto. Cuma karena antriannya ga ada, makanya prosesnya cepat. Kurang dari sehari, saya sudah meninggalkan Bahrain lagi. Mampir ee’ doang.
Kembali memasuki Saudi, untuk menuju Riyadh dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Jeddah, membuat saya tiduran sepanjang perjalanan. Ga ada yang menarik untuk bisa dilihat. Sepanjang jalan padang pasir, malam hari, langit tak berbintang lagi. Benar-benar gelap. Mobil berkecepatan rata-rata 140 Km/jam membuat saya was-was, berdoa, semoga pak supirnya jangan sampai silap ketiduran. Bisa celaka kita. Padang pasir, menurut pengertian guru biologi SMA saya ketika membahas tentang ekosistem adalah, sejauh mata memandang, pasir melulu.
Dalam 2 hari, 48 jam, saya melakukan perjalanan sejauh 2600 Kilometer bolak-balik. Atau sama dengan jarak lintas pulau jawa, dari ujung ke ujung, bolak-balik. Hasilnya badan pegal-pegal seharian karena masuk angin. Ngebayangin hal yang sama akan terulang jika visa saya tidak bisa diperpanjang, kontrak harus segera dievaluasi ulang nih. Cukup sudah ngeliat padang pasir Saudia.
Wassalam,
Takbir
Friday, April 1, 2011
48 Jam, 2600 Kilometer, Kurang dari sehari di Bahrain
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
sangat menginspirasi...
Massayaalh perjlnan yg melalehkan dan..menggairahkan..allahu akbar
Mohon maaf.. Mau tau akhir nya dapat perpanjangan visa untuk brp bulan?
Post a Comment