Saturday, May 24, 2014

Kolkata - Mahkota Kolonial di Timur India

Kolkata adalah ibukota India di masa kolonial Inggris atau British Raj hingga tahun 1911 sebelum status ibukota dialihkan ke Delhi. Bekas sebagai mantan ibukota masih begitu terlihat disini. Sangat banyak bangunan tua bergaya kolonial Inggris. Jaringan tram juga sepertinya masih peninggalan kolonial dan masih dipergunakan sebagai salah satu sarana angkutan umum.


Tipikal bangunan tua bertingkat di kota tua Kolkata.

Musim panas dengan kelembapan udara yang tinggi membuat kita berkeringat cukup dengan berdiri di tepi jalan tanpa melakukan apa-apa. Hampir semua orang yang berada di luar akan terlihat dengan baju yang basah oleh keringat. Berbeda dengan wilayah utara India yang saya kunjungi sebelumnya, temperaturnya lebih panas tetapi udaranya kering.

Yang paling menarik di Kolkata menurut saya adalah deretan bangunan tua yang bergaya kolonial, yang walaupun tidak terawat dengan baik, tetapi memberi gambaran tentang bagaimana kota ini dulunya. Pemerintah kolonial Inggris membangun banyak gedung pemerintahan dan sekolah. Salah satunya Universitas Calcutta yang merupakan universitas pertama di India. Di saat masih menjadi ibukota kolonial Inggris, Kolkata adalah kota pelajar dan budaya. Sastrawan, penyair dan penulis lagu kebangsaan India, Rabindranath Tagore, adalah putra asli Kolkata.

Kolam renang depan Calcutta University
Berjalan di New Market dengan kombinasi bangunan tua dan baru, serta ramainya para pedagang dan pembeli.




Gedung ini mengingatkan saya pada Ginza Wako di Tokyo.
Kolkata yang didominasi Taksi kuning. Tidak seperti kota India yang saya singgahi lainnya, yang didominasi bajai 
Kolkata sudah mempunyai Subway, walaupun baru satu jalur, tapi setidaknya bisa memberikan pilihan transportasi bagi masyarakat Kolkata. Ongkosnya pun relatif murah hanya 5 hingga 20 rupee atau seribu hingga empat ribu rupiah. Jalur subway juga mencakup beberapa spot bagus di kota ini.

Selain Taksi warna kuning yang berseliweran di Kolkata, riksha yang ditarik oleh manusia juga masih ada dan umum digunakan. Pemerintah Kolkata pernah berencana menghapuskan riksha model ini, tapi kemudian ditolak dengan demo ribuan penarik riksha. Kadang kasian juga melihat bapak-bapak penarik riksha ini, ditengah terik matahari berlari-lari menarik riksha.

Blusukan di pasar-pasar kota Kolkata, akan mudah menemukan Masjid. Seperti halnya di kota-kota lain yang saya singgahi, Lucknow, Jaipur dan Ranchi, komunitas muslim India banyak berkumpul di sekitar pasar lama atau tradisional.


Victoria Memorial dibangun oleh Penguasa Kolonial Inggris sebagai monumen kejayaan mereka atas wilayah India. Hendak menyamai keindahan Taj Mahal di Agra. Bangunan ini belum selesai ketika Kolonial Inggris memindahkan ibukota pemerintahannya ke Delhi. Masyarakat digratiskan masuk ke taman sekitar memorial ini. Seandainya berhasil menandingi keindahan Taj Mahal, tentu masuknya tidak akan gratis.

Masyarakat bersantai di sore hari di atas rumput halaman Victoria Memorial

Gerbang (Arch) yang didedikasikan buat Raja Edward VII

Terdapat kolam di sisi kiri dan kanan jalan menuju bangunan memorial untuk memberikan efek cerminan di atas air. Rancangannya memang ingin menandingi keindahan Taj Mahal.
Patung Ratu Victoria didepan bangunan Memorial
Patung Lord Cuzon, Gubernur Kolonial Inggris yang mencetuskan ide pembangunan memorial ini.
Foto dari luar pagar dari arah lapangan kota
Katedral Saint Paul tidak jauh dari Victoria Memorial. Melihat bangunannya, kok saya jadi teringat Harry Potter. Kita bisa masuk kedalam dan melihat-lihat altarnya, tidak dibolehkan mengambil gambar di dalam.
Lapangan yang sangat luas tidak jauh dari Victoria Memorial. Lapangan ini sangat ramai oleh warga lokal, terutama mereka yang bermain bola, layangan dan cricket, olahraga terpopuler di India. Di mana ada tanah lapang, disitu ada yang main cricket.
Salah satu tempat warga lokal menikmati sore hari adalah di taman di tepi sungai Hoogly, yang diseberangnya kita bisa melihat Stasiun Kereta Howrah dan Jembatan dengan nama yang sama.
Sungai Hoogly mengingatkan saya dengan sungai Chao Phraya di Bangkok, mungkin lebar nya sama, dan juga dipergunakan sebagai salah satu jalur transportasi.
Senja yang memerah di tepi sungai Hoogly, Kolkata
Sangat banyak gelandangan di kota ini. Pemandangan manusia tiduran di trotoar adalah pemandangan yang umum. Tidur bersisian dengan anjing adalah pemandangan biasa. Mulai dari orang dewasa hingga balita. Mereka melakukan kegiatan cuci pakaian dan memasak di tepi trotoar. Terdapat sumber air di tepi jalan yang mungkin disediakan oleh pemerintah, di mana para gelandangan ini mandi. Tidak aneh melihat warga mandi di tepi jalan yang ramai. Pemandangan ini bisa melunturkan empati, ketika melihat dan berjalan di antara kemelaratan yang sama setiap hari.



Wassalam,
Takbir

Saturday, May 17, 2014

Bukit Batu Ranchi

Butuh tiga belas jam dengan kereta dari Kanpur ke Ranchi, ibukota negara bagian Jarkhand di timur India. Karena tidak ada kereta dari stasiun Lucknow yang menuju Ranchi, jadi saya harus terlebih dahulu menuju Kanpur. Sekitar satu jam dengan kereta dari Lucknow. Di Stasiun Kanpur saya harus transit dan menunggu sekitar empat jam untuk kereta selanjutnya menuju Ranchi. Yang heboh di Stasiun Kanpur, di dalamnya banyak monyet yang berkeliaran bebas saling berkejaran. Orang-orang lokal terlihat biasa saja dengan mereka. Tapi saya yang tidak terbiasa, agak gentar ketika sedang duduk, tiba-tiba segerombolan monyet mendekat. Waduh... Akhirnya sebelum saya diapa-apain oleh monyet-monyet tersebut segera pindah dari peron stasiun masuk ke restoran. Setidaknya petugas restoran tidak akan membiarkan monyet-monyet itu masuk. Tidak lama kemudian, di luar saya dengar ada remaja perempuan berteriak dan menangis histeris, bawaannya dirampas monyet. Orang-orang cuma melihat dan berusaha mengusir monyet-monyet yang bergerombolan itu agar menjauh. Bagi orang Hindu, monyet adalah binatang istimewa. Karena salah satu Idol yang mereka sembah, Hanuman, adalah Dewa berwujud manusia monyet. Mungkin mereka takut kualat, kalau monyet-monyet tersebut diapa-apain akan membuat Hanuman murka kepada mereka. Menjelang malam, monyet-monyet tersebut tidak terlihat berkeliaran lagi. Baguslah, monyet bukan binatang yang suka begadang.

Ranchi terletak di wilayah perbukitan. Tapi di musim panas ini, temperaturnya sama panasnya dengan wilayah lain di Utara India. Wilayah ini terkenal dengan banyaknya air terjun, hingga Ranchi dijuluki Kota Air terjun. Tapi lokasi air terjun tersebut tidak ada yang dekat dari pusat kota Ranchi, rata-rata berjarak 40 KM keluar kota. Harus menyewa mobil untuk bisa mengunjungi satu atau dua air terjun tersebut.


Hari minggu, saat libur kerja, Aamir Hasnain, rekan lokal di sini, mengantar saya berkeliling dengan motor matic nya. Ada tiga lokasi yang kami kunjungi, dan ketiganya terletak tersebar saling berlawanan arah dari pusat kota Ranchi. Pertama, Aamir mengantar saya ke Kuil Jagannath. Lokasinya lumayan jauh dan dekat dengan bandar udara Ranchi. Kuil ini di bangun di atas bukit batu. Tempat berkumpulnya para penganut Hindu di sekitar wilayah ini. Kalau kata Aamir, Kuil Jagannath yang di Ranchi menyerupai kuil dengan nama yang sama di Odisha, yang lebih besar ukurannya.

Ketika berkunjung di sini, ternyata sedang ada acara perkawinan massal. Ada banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan.


Untuk mengambil gambar yang bagus saya mesti mengelilingi bukit batu, untuk mendapat sudut yang lebih bagus. Dan sebagian sisi bukit ini agak terjal. Bikin ngos-ngosan juga. Apalagi di siang yang panas terik.

Jalan menuju Jagannath, saya melihat dua kuil ini, dan meminta Aamir berhenti agar bisa mengambil gambar.

Dari Kuil Jagannath, kami menuju ke Rock Garden. Yang letaknya berlawanan arah dari pusat kota. Jauhnya bikin pantat saya pegal dibonceng motor. Rock Garden ini adalah taman buatan. Di sebut rock garden karena taman ini di buat di atas bukit batu. Batu utuh yang sangat besar. Tidak ada yang menarik di sini, selain lokasinya yang berada diatas batu besar di atas bukit. Di bawahnya ada Dam Kanke yang menjadi tempat penampungan dan pengolahan air minum untuk memasok keperluan air warga kota.

Rock Garden dari kejauhan

Tiket masuk 20 rupee masih wajar, tapi ketika dimintai 50 rupee agar dibolehkan membawa kamera itu yang tidak wajar. Karena saya merasa tidak ada sesuatu yang 'wow' di taman ini. Berada di taman ini akan sangat bagus untuk menikmati matahari terbenam. Saya lihat warga semakin banyak yang datang ketika semakin sore. Dan kata Aamir, taman ini adalah taman buat muda-mudi pacaran. Kamu lihat sekeliling, banyak pasangan berdua-duaan, mencari tempat sepi buat mojok. Saya memancing pertanyaan ke Aamir, seberapa sering kamu  ke sini? Dia hanya tertawa, "saya ke sini terakhir tiga tahun yang lalu, lagian saya belum punya pacar, ke sini bisa bikin iri", katanya.

Sekilas pemandangan yang biasa-biasa saja di Taman ini


Patung suku pedalaman yang menjadi salah satu ciri wilayah Jarkhand yang masih banyak terdapat suku pedalaman yang tinggal di hutan.

Pasangan diatas batu besar yang dicat bergambar gajah

Pemandangan Kanke Dam dari atas Rock Garden

Selanjutnya menuju ke Tagore Hill. Di namai Tagore Hill, karena di sini ada bekas kediaman Rabindranath Tagore, sastrawan India paling terkenal, yang menulis lagu kebangsaan India. Rumah yang ada disini adalah tempat peristirahatan musim panasnya, dan beberapa karyanya dikatakan ditulis di sini. Untuk masuk ke sini gratis. Dan saya kira pemandangannya lebih bagus dibandingkan Rock Garden. Dari atas bukit ini, kita bisa melihat pemandangan sekeliling bagian pinggiran kota Ranchi. Banyak warga lokal yang juga datang ke sini untuk menikmati pemandangan matahari terbenam.

Bekas kediaman Tagore



Beberapa pahatan karya Tagore di sisi bukit.

Menuju puncak bukit Tagore

Pendopo kecil di puncak bukit Tagore

Pemandangan sekeliling kota Ranchi dari atas bukit Tagore
Pemuda lokal menunggu matahari terbenam di atas batu besar di puncak bukit Tagore

Dalam sehari kami mendaki tiga bukit batu, membuat si Aamir berkomentar, kalau setiap hari begini, lemak perut saya bisa berkurang. Gambar si Aamir berpose di atas bukit Tagore

Mengabadikan matahari terbenam di ujung jari

Jarkhand mempunyai wilayah yang kaya dengan berbagai mineral tambang. Banyak perusahaan tambang India berlokasi di sini. Banyaknya sumber daya mineral tetapi belum bisa memakmurkan warga lokal, karena sebagian besar hasil tambang disetorkan ke pusat, membuat adanya gerakan perlawanan bersenjata sebagai bentuk ketidakpuasaan di wilayah ini. Untuk mempercepat pertumbuhannya, wilayah ini kemudian dijadikan negara bagian yang baru yaitu Jarkhand, dengan Ranchi, kota kecil yang padat penduduk, sebagai ibukotanya.

Kuil yang berornamen seram tapi ramai pengunjung jika malam, terletak di Bariatu Road, tidak jauh dari tempat saya menginap.




Wassalam,
Takbir