Wednesday, June 20, 2012

Takayama dan Shirakawa-go

Takayama adalah kota kecil yang terletak di area pegunungan dalam wilayah Prefecture Gifu, ke arah barat dari Nagoya. Sesuai namanya, Takayama yang berarti Gunung Tinggi. Untuk menuju ke Takayama saya berangkat dari Nagoya dengan JR bus, dengan tiket pergi dan baliknya seharga 5000 Yen. Lama perjalanan sekitar dua setengah jam.
Lokasi yang menjadi tujuan wisatawan asing maupun lokal di Takayama adalah Hida No Sato Folk Village, berupa Museum terbuka yang berisi berbagai rumah tradisional penduduk di sekitar Wilayah Hida di masa lampau. Untuk menuju ke sana, kita bisa membeli tiket bus pergi dan balik serta tiket masuknya di loket bus dekat stasiun JR Takayama, harganya 900 Yen. Di sini kita bisa melihat bagaimana penduduk masa lalu hidup di wilayah pegunungan yang mempunyai curah hujan salju yang sangat tebal setiap musim dingin. Rumah-rumah penduduk yang mempunyai desain atap dengan sudut kemiringan yang sedemikian rupa hingga salju yang tebal tidak tertahan di atap. Ketebalan salju rata-rata di wilayah ini setiap tahunnya bisa mencapai ketinggian 5 meter. Di dalam setiap rumah juga setidaknya terdapat satu tungku perapian dimana penghuninya berkumpul disekitarnya untuk melawan hawa dingin.

Kota tua Takayama tidak jauh dari stasiun JR dan terminal bis Nohi. Peta jalur jalan kaki bisa kita minta di sebuah kantor kecil pusat informasi turis di depan stasiun. Deretan bangunan kayu khas Jepang masih banyak terdapat di sekitar area kota tua. Bangunan tersebut rata-rata dijadikan toko souvenir atau restoran. Ada juga yang dijadikan penginapan ala Jepang atau ryokan.



Jika sudah berada di Takayama, sayang juga kalau tidak berkunjung ke Shirakawa-go. Daerah yang pada jaman dulu terisolasi, karena lokasinya yang dikelilingi pegunungan dan sulit dijangkau. Dan benar-benar terisolasi ketika musim dingin tiba, akses ke desa ini tertutup oleh salju yang ketebalannya mencapai 5 meter. Namun kini, jalan toll atau highway sudah menghubungkan Shirakawa-go dengan kota-kota di sekitarnya. Jalan menuju ke sana melewati pegunungan, tapi jalannya tidak dengan mengitari gunung seperti layaknya di puncak Bogor yang jalannya berliku-liku, tetapi jalan toll-nya menembus pegunungan. Gunung-gunung dibobol dan dibuat tunnel atau terowongan untuk jalan raya. Sepanjang perjalanan, kita lebih lama di dalam tunnel yang rata-rata panjangnya 2 kilometer dibandingkan diluar. Tiket pergi dan baliknya seharga 4300 Yen, beli di terminal bis Takayama. Waktu tempuh dari Takayama ke Shirakawa-go sekitar 50 menit.
Desa Ogimachi adalah desa yang terbesar di Shirawaka-go area dan paling banyak rumah-rumah tradisionalnya yang sebenarnya mirip dengan yang ada di Hida No Sato. Bedanya di sini masih ada penghuninya. Desa ini terletak ditengah lembah yang dikelilingi pegunungan. Berkeliling desa dengan berjalan kaki kira-kira cukup sejam saja. Spot yang paling bagus untuk melihat desa adalah Shiroyama viewpoint. Sayangnya ketika berkunjung ke Shirakawa, cuaca lagi kurang bagus, dari pagi hujan gerimis terus di tambah angin yang kencang, kondisi desa juga jadi agak berkabut.


Pemandangan desa dari Shiroyama viewpoint
Beberapa bangunan tradisional yang dimasukkan ke dalam museum terbuka Shirakawa-go




Wassalam,
Takbir

Nagoya - Kota Tempat Lahirnya Toyota

Nagoya terletak di bagian tengah pulau Honshu, pulau utama Jepang. Letak geografisnya menjadikan Nagoya mempunyai peran penting disegi ekonomi dan politik. Nagoya yang merupakan kota keempat terpadat dalam hal populasi di Jepang, merupakan pusat Industri dari kota-kota disekitarnya yang menyumbang komoditi perdagangan terbesar di Jepang. Terutama dari produk automobil Toyota dan Mitsubishi, perusahaan keramik Noritake, Brother Industries yang menghasilkan printer multifungsi dan berbagai alat eletronik, Nippon Sharyo yang memproduksi Shinkansen, berbagai perusahaan kategori industri berat, hingga NGK yang memproduksi busi sepeda motor yang sangat banyak dijual di Indonesia.

JR Nagoya Stasiun
Untuk berkeliling kota Nagoya, saya kira sehari cukup. Me-guru adalah bus dengan jalur khusus sightseeing kota Nagoya. Berangkat setiap 30 menit hingga sejam sekali. Bisa naik di Halte bus nomer 8 di depan Stasiun JR Nagoya. Disarankan beli 1 day pass, 500 yen, yang bisa dibeli di atas bus di supirnya. Peta jalur bus disediakan di atas bus atau bisa didapatkan di hostel atau pusat informasi turis. Peta kota gratis juga bisa diminta di pusat Informasi turis di dalam stasiun JR Nagoya.

Kastil Nagoya menjadi tempat yang pertama yang saya singgahi. Kastil yang juga menjadi simbol kota ini dibangun pada masa awal pemerintahan Tokugawa. Tokugawa membangun kastil Nagoya sebagai pertahanan dari serangan kelompok atau klan yang menentang kekuasaan Tokugawa dari arah selatan Edo (Tokyo), yaitu dari wilayah Osaka dan sekitarnya. Pembangunan kastil ini dimulai pada tahun 1610 atas Tokugawa Ieyasu. Dia memerintahkan agar semua Daimyo atau tuan tanah yang loyal kepada Tokugawa untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan kastil. Di fondasi kastil yang berupa batu yang disusun, terdapat beberapa batu dengan simbol yang ditorehkan oleh masing-masing daimyo, untuk menghindari perselisihan mengenai siapa saja yang telah berkontribusi pada pembangunan kastil. Batu utuh terbesar yang dijadikan fondasi kastil diberikan oleh Sato Kiyomasa. Menurut cerita, batu tersebut ditarik oleh puluhan orang dengan Kiyomasa berdiri di atasnya memberikan aba-aba.

Ikon lumba-lumba emas yang dipasang di atap Kastil Nagoya. Ikon ini banyak terlihat digunakan disekitar kota Nagoya, seperti lambang restoran atau toko kue.
Ketika kekuasaan Tokugawa berakhir dan beralih ke periode Meiji pada 1868, banyak kastil peninggalan Tokugawa yang dihancurkan. Tapi Kastil Nagoya diselamatkan dan dijadikan harta warisan budaya Jepang. Hingga pada perang dunia kedua, Nagoya yang merupakan basis industri pesawat tempur Kekaisaran Jepang waktu itu, menjadi target pemboman pesawat tempur AS. Kastil Nagoya tak luput dari serangan dan bangunan utama habis terbakar akibat bom. Kastil yang bisa kita lihat sekarang ini mulai direkonstruksi kembali pada tahun 1957 diatas fondasi batu aslinya. Di dalam kastil sekarang sekaligus dijadikan museum yang menyimpan beberapa sisa peninggalan masa Tokugawa yang sempat diselamatkan. Di dalamnya yang terdiri dari 5 tingkat dibuat diorama untuk memperlihatkan kehidupan masyarakat di sekitar Kastil Nagoya masa lampau.

Dari Kastil Nagoya saya menuju ke sekitar taman kota, menara televisi Nagoya dan beberapa bangunan dengan desain unik disekitarnya.
Toyota yang sekarang kita kenal sebagai pabrikan mobil awalnya bermula dari sebuah pabrik pembuat mesin tenun, namanya semula adalah Toyoda Automatic Loom Works, Ltd. Didirikan oleh Sakichi Toyoda. Terobosan Sakichi Toyoda adalah dengan menciptakan mesin tenun pertama di dunia yang sepenuhnya otomatis yang dikenal sebagai type G, pada tahun 1924. Sakichi termotivasi membuat mesin tenun ini semenjak kecil, dimana dia sering melihat ibunya menghabiskan banyak waktu di peralatan tenun tradisionalnya tetapi hasilnya sangat sedikit. Berkat penemuan mesin tekstil ini dan berbagai inovasi lainnya, menjadikan Jepang sebagai pengekspor tekstil masa itu. Hingga kinipun Toyota Industries masih menciptakan mesin-mesin tenun dan tekstil yang lebih canggih tentunya.

Mesin tenun otomatis pertama, Type G, yang menjadi puncak hasil karya Sakichi Toyoda
Circular loom yang menjadi ikon kreatifitas Toyota dan juga Ikon Museum ini
Perkembangan mesin tenun Toyota hingga jaman modern sekarang ini



Putra sulung Sakichi Toyoda, Kiichiro Toyoda mewarisi kreatifitas dan kemampuan inovasi ayahnya. Sakichi menularkan semangat belajar dan kreatif, semangat untuk menciptakan dan menghasilkan sesuatu. Dari awal bekerja di perusahaan produksi mesin tenun menjadikan Kiichiro belajar bagaimana memproduksi mesin secara massal atau dalam jumlah banyak. Masa itu, publik Jepang mulai mewacanakan mobil produksi dalam negeri, tapi masih sedikit pemilik pabrik dan industri yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk memulainya. Pasar mobil jepang dikuasai oleh mobil-mobil produk Amerika Serikat, Ford dan General Motor. Ketika terjadi gempa bumi hebat di wilayah Kanto (Tokyo dan sekitarnya) pada tahun 1923, keberadaan kendaraan bermotor khususnya mobil dalam proses evakuasi dan transportasi menjadi terasa begitu penting. Pada tahun 1929, Kiichiro mendapat kesempatan berkeliling ke Eropa dan Amerika Utara untuk melihat proses produksi mesin mobil. Sekembalinya ke Jepang, Kiichiro memulai penelitian pembuatan mesin mobil berbahan bakar bensin dan kemudian membuka departemen automobile di perusahaan mesin tenun, Toyoda Automatic Loom Works Ltd. Pada tahun 1935, prototype A1 berhasil diciptakan. Setahun kemudian mobil pertama Toyoda Type AA diproduksi, Kiichiro mendirikan perusahaan produksi mobil dan menggunakan nama Toyota Motor Co, Ltd. Logo Toyota dipilih melalui kontes berhadiah, logo awal Toyota kombinasi huruf katakana (トヨタ) yang terdiri dari 8 goresan yang dipercaya sebagai pertanda kemakmuran dan kemajuan.Kiichiro Toyoda, tidak cuma memikirkan bagaimana menciptakan kendaraan yang berkualitas, tetapi juga bagaimana menciptakan jaringan dealer penjualan mobil dan bengkel service untuk produknya. Dalam jangka waktu hanya 4 tahun, Toyota sudah menciptakan jaringannya di seluruh Jepang. 

Beberapa catatan Kiichiro ketika berkunjung ke beberapa pusat Industri di Eropa
Mobil penumpang Type AA, yang pertama dijual dan diproduksi massal oleh Toyota Motor Corps.
Setelah perang dunia ke-2, pimpinan Toyota Motor beralih ke Eiji Toyoda. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan jumlah produksi tanpa mengurangi kualitasnya. Sebagai gambaran, General Motors di Amerika Serikat memiliki kemampuan produksi 8 kali dibandingkan Toyota Motor. Eiji Toyoda berkolaborasi dengan Taichi Ohno, seorang yang sangat berpengalaman di Industri mesin textil Toyoda, berhasil menciptakan Toyota Production System atau yang banyak dikenal sebagai Toyota Way. Inti dari sistem produksi Toyota adalah bagaimana mempercepat proses produksi dengan lebih efektif dan mengurangi sampah produksi. Sistem produksi Toyota berdasarkan pada 2 sistem yangdiperkenalkan oleh pendahulunya. Jidoka system yang diterapkan oleh Sakichi Toyoda pada mesin-mesin tekstil ciptaannya, Jidoka yang berarti sistem automatisasi dibawah pengawasan manusia. Sistem (mesin produksi) bekerja secara otomatis tetapi jika masalah muncul, maka sistem akan berhenti bekerja untuk mencegah cacat produksi. Disinilah fungsi pengawas diperlukan untuk memperbaiki sistem dan mencegah masalah yang sama terulang kembali. Yang kedua, konsep Just in Time adalah sistem yang diperkenalkan oleh Kiichiro Toyoda, dimana sistem produksi hanya memproduksi apa yang diminta, apa yang dibutuhkan, kapan dibutuhkan dan dimana dibutuhkan. Lebih lengkap tentang Toyota Production System silakan baca di sini. Toyota Motors tidak hanya berhasil mengejar dalam kuantitas produksinya dari pabrikan mobil Eropa dan Amerika Serikat, tetapi menjadi perusahaan yang paling cepat pulih ketika terjadi krisis global minyak pada pertengahan 70-an. System produksi Toyota kemudian diadopsi oleh pabrikan mobil dunia lainnya dan juga berbagai industri lainnya, terutama di Jepang sendiri.

Mesin-mesin dan Mobil hasil produksi Toyota dari masa ke masa di pajang di sini

Mobil masa depan rekaan Toyota Motors, i Unit
Bangunan bata merah yang dijadikan Museum ini adalah test plant atau semacam bengkel uji coba yang didirikan oleh Sakichi Toyoda. Disinilah dia mencurahkan pikiran dan kreatifitasnya untuk menciptakan mesin tenun otomatis pertama di dunia. Dan dari sini pula, Kiichiro membuka bengkel pembuatan prototype mobil Toyota yang pertama.
Mungkin hal yang paling penting yang bisa ditularkan Toyota kepada kita (dan kita harus pelajari dari mereka) bukan hanya bagaimana menciptakan mobil buatan dalam negeri Indonesia, tapi semangat belajar dan kreatif, semangat menciptakan dan menghasilkan sesuatu.


Wassalam,
Takbir

Wednesday, June 6, 2012

Catatan Sekilas Perjalanan di Rusia

Warga Rusia yang saya temui, apapun etniknya, selalu bangga dengan beberapa hal akan Negara mereka. Yang paling sering mereka banggakan adalah Rusia merupakan Negara dengan daratan terluas di dunia. Negara dengan kekuatan militer mandiri, bahkan pengekspor perlengkapan militer. AK-47 atau Avtomat Kalashnikov yang pertama kali diperkenalkan tahun 1947 adalah senjata tempur yang paling disukai para tentara, perompak, pemberontak bersenjata dan teroris, karena desainnya yang sederhana dan anti macet. Kekuatan militer menjadi salah satu faktor kunci yang membuat Rusia punya posisi penting di percaturan politik dunia. Tetapi warga Rusia juga menghadapi beberapa masalah dan kendala, yang menjadi tantangan buat Negara Rusia ke depan.

Rusia yang dulunya bagian dari Uni Soviet pernah menjadi pusat komunis dunia. Negara komunis sosialis dengan sistem kolektifitas yang tinggi. Sistem kolektifitas dimana kekayaan dan subsidi negara dibagi sama rata kepada seluruh rakyat, rakyat yang malas maupun yang rajin. Rakyat hanya menunggu pembagian jatah dari negara. Setelah Soviet kolaps, Rusia secara perlahan mulai beralih menjadi negara demokratis kapitalis. Rakyat harus mengusahakan kesejahteraannya sendiri. Banyak rakyat Soviet yang tidak siap menghadapi hal ini. Sistem kapitalis yang masih dini di Rusia menjadikan jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin. Si kaya menuduh si miskin pemalas, dan si miskin menuduh si kaya sebagai perampok. Orang-orang kaya atau yang baru kaya di Rusia kelihatan mencolok terlihat dari gaya hidupnya yang glamor dan terkesan pamer.
Negara Rusia yang luas adalah negara yang kaya raya akan sumber alam. Ketika melakukan perjalanan dari utara ke selatan Rusia, sejauh mata memandang tanah ditutupi oleh rumput yang hijau, ladang gandum dan hutan pinus. Indikasi tanahnya sangat subur. Gazprom adalah perusahaan gas alam Rusia yang mensuplai eropa timur hingga ke eropa barat. Bahkan Jepang sedang mempelajari kerja sama pembuatan pipa gas dari Rusia ke Jepang sebagai alternatif sumber energi Jepang sejak kejadian gempa bumi dan Tsunami Maret 2011, yang merusak fasilitas nuklir mereka di Fukushima. Belum lagi banyaknya tambang minyak dan kekayaan alam lainnya. Tapi kekayaan itu semua hanya dikuasai oleh segelintir orang, rakyat Rusia kebanyakan masih jauh tertinggal taraf hidupnya dari negara-negara Eropa Barat. Biaya hidup di Rusia bergerak mengikuti biaya hidup di Eropa tapi penghasilan rakyatnya tidak. Tidak seimbangnya biaya hidup dan penghasilan menjadi salah satu faktor yang membuat aparat Rusia masih terkenal korup. Sekarang ini Rusia dipimpin oleh Vladimir Putin yang dianggap memimpin Rusia terlalu otoriter. Putin adalah mantan KGB atau inteligen Rusia, pemerintahan Rusia saat ini dikuasai oleh lingkaran KGB. Media Rusia sangat ketat dikontrol oleh Kremlin (pemerintah). Orang-orang yang dekat dengan Kremlin akan mendukung Putin, karena hidup mereka sudah enak dan aman selama hubungan mereka baik dengan Kremlin terutama Putin. Masyarakat kelas menengah Rusia, terutama dari kalangan profesional, menginginkan perubahan. Perubahan yang tidak melibatkan Putin tentunya. Tapi ternyata sebagian besar masyarakat Rusia masih memilih Putin pada pemilu yang lalu. Salah satunya karena tidak ada tokoh alternatif yang menjanjikan, yang dianggap punya kemampuan membawa perubahan di Rusia. Itu sekilas kondisi dalam negeri Rusia saat ini yang saya ketahui, tidak perlu saya komentari lebih jauh karena negara kita juga tidak lebih bagus kondisinya dibandingkan Rusia. Yang katanya Negara kaya raya tapi rakyatnya masih banyak yang sengsara.

Selama perjalanan saya juga mengalami dan mengamati hal-hal yang menambah bumbu cerita perjalanan saya kali ini di Rusia. Saya ceritakan disini supaya bisa menjadi sedikit pertimbangan dan perhatian buat yang berencana traveling ke Rusia. Seperti perlunya belajar huruf Cyrillic sebelum ke Rusia. Petunjuk nama jalan, stasiun Metro dan apalagi tiket kereta semuanya dalam bahasa Rusia dengan huruf cyrillic. Sebagian besar museum di Rusia tidak membolehkan kita memotret di dalam. Kalaupun ingin memotret harus membayar tiket tambahan untuk kamera. Jadi, saat membeli tiket di kasir tanyakan juga apakah boleh memotret di dalam atau tidak.

Di kota-kota besar Rusia, tram atau dalam bahasa Rusianya disebut tramvay yang menggunakan kabel listrik, merupakan sarana transportasi dalam kota yang banyak digunakan selain bus kota. Dari sisi transportasi sangat bagus, sayangnya kabel-kabel listrik dipasang di mana-mana, melintang di atas jalan bahkan di pasang di gedung-gedung yang menjadi tujuan wisata. Katedral Kazanskiy dan Katedral Saint Isaac pun tak luput dari cantolan kabel-kabel. Saat kita akan mengambil gambar atau motret, jadinya sangat terganggu dengan kabel-kabel yang melintang ke mana-mana tersebut.
Hati-hati dengan scam yang saya kira ada di mana saja, di lokasi utama berkumpulnya para turis mancanegara. Ketika saya di Saint Peterburg, saat sedang berjalan di sekitar Nevskiy yang merupakan jalan utama di kota itu, saya awalnya tidak sadar sedang diikuti sekelompok copet. Saya menggendong tas punggung yang isinya kamera. Saya merasakan seperti disenggol dari belakang, tapi saya cuma terus berjalan dengan sedikit melambat. Pria yang ada di belakang saya kemudian berjalan melewati saya, dan berbelok untuk menghilangkan kecurigaan saya. Saya terus berjalan hingga saya kembali merasakan tas saya seperti gespernya ada yang mau buka, sayapun kembali melambatkan langkah dan melihat pria yang sudah berbelok tadi ternyata ada lagi di belakang saya. Dia kembali melakukan hal yang sama, berjalan melewati saya dan pura-pura masuk ke sebuah toko. Di situ saya berhenti melihat tas saya yang mulai terbuka dan untungnya belum ada yang hilang. Saya berbalik memperhatikan pria tadi yang sepertinya pura-pura ngobrol yang tentu saja dengan gerombolannya, kemudian saya menyeberangi Nevskiy mengambil jalan sebelahnya sambil berdiri memperhatikan orang-orang yang mengikuti saya tadi. Saya keluarkan kamera sambil mengarahkan ke mereka (dari seberang jalan) dan mereka mungkin sadar saya sudah tahu diikuti, mereka kemudian berjalan menjauh. Setelah itu saya tidak pernah keluar bawa tas punggung lagi, lebih aman taruh diloker hostel dan bawa tas kamera yang lebih kecil yang bisa ditaruh didepan.

Dan ketika malam berkeliling motret di Saint Peterburg, ada 2 pria yang menyapa saya menanyakan apakah jarak jalan kaki ke seberang Benteng Peter dan Paul cukup jauh. Saya jawab iya. Dan kemudian lanjut bertanya dalam bahasa Rusia yang masih bisa saya jawab. Lalu mereka minta dipotret, saya langsung jepret saja. Dan kemudian salah satu diantara mereka minta kamera saya, agar dia yang motret saya dengan temannya, tapi saya menolak, saya bilang ga usah. Tapi dia malah ngotot, saya bilang ga usah lalu berjalan menjauhi mereka tanpa peduli mereka manggil-manggil saya brat (artinya: saudara laki-laki dalam bahasa Rusia). Sory brat, saya cari aman saja, modus kalian sudah tercium. Saya jadi waspada soalnya tadi siang hampir kena copet.

Di Moscow dan beberapa kota besar di Rusia, masih ada semacam kelompok rasis yang dikenal sebagai skin head atau kelompok gundul pacul. Mereka suka menyerang pendatang yang non-slavic, terutama orang Asia yang bertampang Mongoloid. Yang saya dengar, bahwa mereka membenci orang Mongol karena pernah menguasai dan menghancurkan beberapa wilayah Rusia, dan juga menodai kemurnian darah etnik Rusia. Mereka juga menyerang warga pendatang pencari kerja yang berasal dari pecahan Soviet di Kaukasus atau Asia Tengah. Rusia memberikan visa free selama 3 bulan bagi warga negara dari bekas pecahan Soviet. Kebijakan ini pula yang membuat banyaknya pencari kerja ilegal yang berasal dari negara bekas pecahan Soviet datang membanjiri kota-kota besar di Rusia. Pekerja ilegal yang mau dibayar lebih murah membuat kesempatan kerja buat warga Rusia jadi lebih sulit. Hal ini dijadikan alasan oleh kelompok gundul pacul yang rasis untuk menyerang bahkan membunuh etnik pendatang tersebut. Sekaligus sebagai desakan kepada pemerintah mereka untuk membatasi jumlah pekerja ilegal dari negara ex-Soviet. Tapi, pekerja ilegal adalah sapi perahan pejabat korup. Gundul pacul rasis versus pejabat korup, korbannya warga pendatang.

Pemuda gundul pacul yang setengah mabuk, bahkan di siang hari ini, biasanya berkumpul di taman-taman yang sepi. Jadi hindarilah berjalan sendirian di tempat yang sepi, dan jika melihat sekumpulan pemuda gundul atau bahkan sekumpulan pemuda Rusia yang kelihatan norak ngobrol sambil teriak-teriak, sebaiknya segera hindari dan ambil jalur lain. Orang rasis dan mabuk tidak punya pikiran jernih. Saya sempat ngobrol dengan empat orang pemuda, turis dari Jerman, mereka sangat ingin melihat kota Moscow di malam hari, tapi takut juga bertemu dan diserang oleh pemabuk. Yang berkulit putih saja takut, apalagi saya yang berkulit sawo busuk. Di pagi hari, saya perhatikan terutama di Saint Peterburg, botol-botol bir yang sengaja dipecahkan (mungkin dibanting), berserakan di pinggir jalan.

Saya tidak akan berani lagi keluar malam sendirian tanpa ditemani orang lokal di Rusia. Karena waktu malam atau menjelang malam, maka akan semakin banyak terlihat pria Rusia yang sedang mabuk atau hampir mabuk.  Berbeda dengan orang Jepang yang juga pemabuk tapi tidak reseh, kalau mabuk tinggal tidur di trotoar atau di mana saja dan tidak mengganggu orang lain. Orang Rusia jika mabuk bisa jadi berbahaya, mereka bisa berubah jadi agresif. Ketika di Nizhniy Novgorod, sekitar pukul 23.00 saya terpaksa keluar beli makanan di McD yang buka 24 jam di depan stasiun. Saya ngantri di belakang pasangan Rusia di luar McD drive-thru. Tiba-tiba di belakang saya ada 2 pemuda gundul yang mabuk yang ikut antri. Mereka berusaha memancing respon saya dengan meniup tengkuk saya, bau alkohol terasa sekali dari napasnya. Berusaha menyapa dalam bahasa Rusia, kemudian mencoba dalam bahasa Inggris, tapi saya tetap diam tidak merespon. Saya sedikit khawatir juga, jika pasangan Rusia yang didepan saya sudah pergi, apakah mereka akan menyerang saya? mengingat di situ tidak ada orang lain lagi kecuali dua pemuda mabuk yang tidak berhenti ngoceh. Dan sepertinya hendak memegang saya. Ketika pasangan Rusia di depan saya pergi, saya sudah bersiap-siap ambil langkah seribu jika ternyata diapa-apain. Tapi kedua pemuda tadi setelah itu malah diam, tidak ngoceh lagi. Saya coba lirik ke belakang, ternyata ada petugas Polisi yang patroli malam juga ikut antri di McD drive-thru. Huff.. untunglah. Setelah pesanan saya diberikan, dengan bersegera saya kembali ke Hostel.

Kalau misalnya anda tersesat atau bingung mencari tempat yang ingin dikunjungi, tidak perlu segan untuk bertanya. Tapi lihat-lihat juga kepada siapa kita bertanya. Pilih-pilihlah orang yang kira-kira bisa membantu atau setidaknya tidak akan iseng kepada kita. Biasanya saya bertanya kepada penjaga toko, penjual minuman tepi jalan, petugas kebersihan, pasangan yang berjalan-jalan dengan anak mereka, atau kalau tidak ada pilihan lain bertanya kepada petugas keamanan, cuma kepada petugas keamanan sedikit malas karena mereka kadang malah nanyain balik passport kita. Tapi jangan terlalu berharap mereka bisa bahasa Inggris dan membalas anda dengan senyuman. Orang Rusia umumnya akan membantu, tapi tanpa senyum. Setiap membeli tiket kereta api, saya perhatikan ibu-ibu petugas loket memang mahal senyum kepada siapa saja termasuk orang Rusia sendiri.
Saya berada di Kazan pada tanggal 9 Mei, hari perayaan kemenangan, jatuhnya Berlin ke tangan pasukan merah Soviet. Tetapi hari itu, pesawat penumpang jenis Sukhoi jatuh di Indonesia ketika sedang melakukan uji coba. Berita yang memilukan ditengah perayaan hari kemenangan. Di perjalanan saya ke kota-kota Rusia selanjutnya, setiap kali orang tahu saya dari Indonesia, tema pembicaraan beralih tentang kecelakaan Sukhoi tersebut. Dari berita-berita awal yang saya baca, dikatakan bahwa ada penumpang yang masih mengaktifkan ponselnya bahkan ketika pesawat sudah mengudara. Saya berpikir harusnya pesawat buatan Rusia lebih siap dengan kondisi seperti itu. Soalnya, beberapa kali saya naik pesawat dengan penumpang warga Rusia, mereka memang agak bebal tidak mematikan ponsel di atas pesawat. Dan pramugarinya pun tidak menegur. Ketika terbang dari Makhachkala kembali ke Moscow, dengan Gazprom Airlines yang saya juga baru tau ada airline ini, saya melihat bahwa katroknya penumpang penerbangan domestik di Indonesia, masih lebih katrok penumpang di penerbangan saya kali ini. Ketika akan duduk di kursi sesuai nomor di boarding pass, ternyata sudah ada yang duduk di kursi itu. Sayapun bertanya pada pramugari, sang pramugari kemudian meminta boarding pass penumpang yang duduk di tempat saya itu untuk mengecek nomor kursinya, ternyata kursinya dia juga sudah ada orang lain yang menempati. Dicek lagi boarding pass orang lain itu, ternyata situasinya sama, kursinya dia ditempati orang yang lain lagi. Akhirnya, sang pramugari yang bingung menyuruh saya untuk duduk di kursi mana saja yang masih kosong. Itu juga terjadi pada beberapa penumpang di belakang saya. Ketika pesawat hendak take off, di sebelah kiri saya seorang penumpang pria masih bercuap-cuap di ponsel dan saya lebih terkejut lagi ketika ibu muda di samping saya hapenya berdering dan dengan santai dia angkat dan ngobrol. Selesai ngobrol, saya perhatikan benar kalau hapenya tidak dimatikan sama sekali, langsung diumpankan ke anaknya yang masih balita yang sedang rewel untuk dijadikan mainan. Ketika pesawat take off dan akan mendarat, pikiran saya benar-benar horor gara-gara tingkah laku penumpang di sekitar saya, Sukhoi yang masih baru saja bisa jatuh apalagi pesawat yang sudah tua ini. Banyak-banyak menyebut nama Tuhan saja supaya tenang. Dan seperti halnya di penerbangan-penerbangan sebelumnya bersama warga Rusia, ketika pesawat berhasil mendarat para penumpang bertepuk tangan dengan meriah. Seperti selesai menonton pertunjukan sirkus.



Wassalam,
Takbir