Friday, December 30, 2011

Yang Patut Dipelajari dan Dicontoh dari Jepang

Jepang termasuk negara maju di dunia. Lebih dikenal dengan kemajuan teknologinya. Siapa yang tidak tahu Toyota, Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, merk kendaraan bermotor yang lalu lalang di jalan-jalan kota hingga kampung di Indonesia. Sony, Panasonic, Sharp, Sanyo, Sega, Nintendo, Toshiba, Sanken adalah beberapa perlengkapan elektronik yang banyak digunakan masyarakat kita. Belum lagi Komatsu alat berat raksasa yang mengeruk tambang-tambang alam di negara kita. Itu semua hasil dari keterampilan dan kreatifitas masyarakat Jepang. Dan jangan lupa, bahwa Jepang adalah negara yang pernah hancur lebur setelah kalah dalam perang Dunia ke-2. Namun dalam waktu cepat kembali mampu mengejar ketertinggalannya. Tapi, sebelum kita bermimpi bisa menjadi maju dalam hal teknologi, sebaiknya kita pelajari dulu hal-hal baik yang diterapkan oleh masyarakat Jepang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dan kalau bisa, kita meniru hal-hal baik tersebut.

Jepang mulai membuka hubungan dengan dunia luar setelah restorasi Meiji. Kaisar Meiji bukan cuma menggiatkan pendidikan dan keilmuan serta pembangunan infrastruktur dan militer untuk mensejajarkan diri dengan bangsa barat yang lebih maju waktu itu, tapi dia juga melarang masyarakat Jepang bertingkah laku yang bisa membuat bangsa lain menganggap bahwa bangsa Jepang adalah bangsa yang berpengarai rendah dan tidak sopan. Sang Kaisar bahkan melarang warganya meludah sembarangan.

1. Antri. Menyeberang jalan antri. Naik tangga jalan antri. Masuk lift antri. Untuk naik kereta antri. Makan di warung antri. Bahkan untuk ke toilet umum juga antri. Antri memang sudah menjadi budaya di Jepang. Saya pernah lihat antrian mengular mengelilingi sebuah bangunan, dengan penasaran saya ingin melihat mereka sedang antri apa, ternyata antri di sebuah warung makan. Tidak cuma tertib, mereka juga sabar ketika antri.

2. Kebersihan. Jepang menerapkan sistem pemisahan sampah. Sampah basah atau limbah rumah tangga, sampah plastik dan botol, sampah kaleng, serta sampah kertas. Dan mobil pengangkut sampahnya juga di bedain. Kebersihan bukan cuma karena kesadaran masyarakat Jepang tapi juga usaha pemerintah untuk menyediakan tempat sampah di banyak lokasi. Dan yang saya perhatikan, setiap ada acara keramaian atau festival, maka di situ akan banyak pula terlihat tempat sampah sementara disediakan serta petugas yang khusus mengingatkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Sehingga begitu acara selesai, lokasi acara tetap terjaga kebersihannya. Kalau di Indonesia petugas kebersihan biasanya baru bekerja setelah acara selesai.

Bukan cuma stand makanan dan suvenir, stand khusus untuk membuang sampah juga disediakan ketika Yokohama Festival.

Relawan atau petugas kebersihan? yang berkostum pasukan anti teror, memunguti sampah di jalan utama Akihabara.


3. Fasilitas Umum. Bukan negara maju kalau fasilitas umumnya jelek. Saya tidak (atau belum) pernah melihat jalan berlubang. Bahkan di luar kota sekalipun. Mobil di sini kelihatan baru semua bukan cuma karena tertib berlalu lintas saja tapi bisa jadi karena tidak pernah merasakan jalanan jelek. Tangga jalan dan lift bukan cuma ada di Mall-Mall saja, tetapi juga di jembatan penyeberangan. Lift ini sebenarnya dikhususkan buat penyandang cacat dan orang lanjut usia. Papan petunjuk jalan dan peta kota banyak kita temui. Biasanya saya gunakan untuk mencari lokasi toilet umum terdekat hehehe... Ruang yang disediakan buat pejalan kaki sangat lebar. Bisa dibilang di sini kita sudah jarang menginjak tanah, karena tanahnya sudah ketutup trotoar ama beton. Tapi bukan berarti tidak ada ruang hijau. Di sini sangat banyak taman. Selain sebagai tempat bermain anak-anak, taman juga merupakan evacuation point jika terjadi bencana gempa yang sering terjadi. Di Jepang juga saya belum pernah mengalami yang namanya mati lampu. Semua lampu jalan otomatis, jadi jangan kaget jika lagi jalan di jalan kecil yang gelap, terus tiba-tiba lampunya nyala sendiri.

Warga Tokyo bertamasya di Taman Yoyogi


4. Pelayanan Umum. Orang Jepang senang membantu, jangan segan untuk bertanya jika khawatir tersesat di jalan. Bukan cuma kepada orang lewat, tapi jangan takut bertanya pada petugas polisi atau satpam gedung. Ketika saya mengurus Alien Card (semacam kitas atau keterangan ijin tinggal sementara kalau di Indonesia) di kantor distrik, atau mungkin kalau di Indonesia itu kantor kelurahan, terdekat dari tempat tinggal. Saya melihat bagaimana petugas melayani kita sambil berlari-lari kecil dan banyak menunduk hormat. Saya jadi segan sendiri. Untuk urus Alien card ini cuma menunggu sekitar 15 menit dan diminta datang lagi 2 minggu kemudian untuk mengambil kartunya. Saya pernah mengalami kecelakaan, tangan saya kesiram minyak panas ketika masak. Karena sudah tengah malam dan klinik yang saya datangi sudah tutup, petugas keamanan disitu lalu menelpon ambulance untuk saya. Dan sekitar 10 menit kemudian ambulance datang dan membawa saya ke rumah sakit. Baru kali ini saya diangkut ambulance dan di negeri orang pula. Mana saya langsung di bawa ke ruang emergency. Makin banyak saja pengalaman saya di Jepang... Hahaha (ketawa miris)... Dengan mempunyai kartu asuransi kesehatan Jepang, kita cukup membayar 30 persen dari total biaya pengobatan. Kualitas pelayanan umum memang tinggi di sini karena gaji yang diberikan pemerintah kepada pegawai negeri juga tinggi. Dengar dari teman, gaji pegawai negeri di Jepang lebih tinggi daripada pegawai perusahaan. Contohnya saja, guru adalah pekerjaan yang terhormat dengan gaji yang pantas. Masih berlawanan dengan kondisi di negara kita.

5. Transportasi publik. Ini yang paling bikin saya ngiler, ingin agar negara kita bisa memiliki sistem transportasi publik yang memadai seperti di Jepang. Bagaimana negara kita bisa berjalan cepat mengejar ketertinggalan jika berangkat kantor saja terjebak macet terus. Tenaga dan konsentrasi habis di jalan. Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya. Transportasi utama dan massal di Jepang adalah kereta api. Melayani jalur yang sangat banyak, jumlah kereta yang banyak pula memungkinkan mereka bisa mengatur agar kereta berangkat setiap 10 hingga 5 menit pada jam-jam sibuk. Ketinggalan kereta tapi 5 menit kemudian datang kereta selanjutnya.

Bukan berarti budaya masyarakat Jepang tidak memiliki kekurangan. Tapi cukup yang bagus-bagus saja kita cari tahu untuk kita pelajari dan berharap bisa kita tiru di negara kita.



Wassalam,
Takbir

Sunday, December 25, 2011

Biaya Hidup di Jepang

Jepang termasuk negara dengan biaya hidup yang termahal. Untuk membandingkan biaya hidup atau harga barang kebutuhan sehari-hari suatu negara dengan negara lain, paling gampang menurut saya adalah dengan membandingkan harga bahan bakar bensin. Kalau di Indonesia, harga bensin per liter adalah IDR 4500, di Jepang harganya sekitar JPY 150 atau IDR 16500 (kurs saat tulisan ini dibuat). Jadi bisa kita perkirakan harga-harga di Jepang adalah hampir 4 kali lipat harga di Indonesia. Tapi ini cuma sekedar pembanding kasar saja.

Rata-rata orang Jepang tinggal di apartemen atau flat atau rumah susun. Terutama yang tinggal di kota-kota besar seperti Tokyo dan sekitarnya, antara lain Yokohama, Kawasaki, Saitama, Chiba, atau Kashiwa. Bisa ditebak karena harga tanah sangat mahal. Dari info beberapa kawan lokal, harga flat di Tokyo untuk satu kamar dengan dapur dan kamar mandi sekitar JPY 80000 per bulan (sekitar 8,8 juta Rupiah). Informasi lain, untuk apartemen ukuran 50 meter persegi harga sewanya sekitar JPY 160000 per bulan(sekitar 17,6 juta Rupiah). Apartemen dan flat tersebut tanpa furniture alias kosong. Harga sewa juga belum termasuk biaya listrik perbulan. Pembayaran awal kira-kira sebesar empat kali harga sewa perbulan, untuk biaya sewa, uang jaminan, fee ke agency apartemen, dan biaya-biaya lain. Buat yang ingin traveling ke Jepang pilihan penginapan termurah tentu saja Hostel atau Guesthouse dengan harga sekitar 2000 hingga 3000 JPY per malam untuk kamar dorm.

Sarana transportasi utama di Jepang adalah Kereta Api. Stasiun atau Eki, dalam bahasa Jepangnya, jumlahnya sangat banyak dan menghubungkan semua tempat-tempat utama. Jaringan rel kereta dan jalur kereta yang banyak dan rumit menurut orang jepang sendiri kadang membingungkan. Kereta sebagai alat angkutan utama dan massal pada jam-jam sibuk berangkat dan pulang kerja sangat penuh dan berdesak-desakan. Padahal kereta dengan 10 gerbong tersebut cuma berselisih 5 menit dengan kereta selanjutnya. Jalur kereta utama dioperasikan oleh perusahaan kereta api pemerintah Jepang yang dikenal dengan nama JR atau Japan Railway, dan beberapa jalur khusus yang dioperasikan oleh pihak swasta. Ongkos yang mesti dibayar bergantung dari jarak antar stasiunnya. Paling murah 130 JPY. Sedikit gambaran, ongkos dari Tokyo ke Yokohama yang berjarak sekitar 30 KM dengan waktu tempuh sekitar 40 menit adalah 450 JPY atau sekitar 50 ribu Rupiah. Supaya tidak perlu repot membeli karcis setiap kali naik kereta, sebaiknya beli kartu isi ulang Suica atau Pasmo. Untuk mendukung jaringan Kereta Api, juga terdapat Subway atau Kereta bawah tanah, tapi cuma dalam kota dan sekitarnya saja. Jaringan Subway di Yokohama hanya satu jalur saja. Tapi di Tokyo, jalurnya sama rumitnya dengan jalur kereta api. Bus kota beroperasi untuk menghubungkan tempat-tempat yang tidak di lalui kereta api atau subway. Bus ini juga menjadi penghubung antar stasiun yang beda jalur. Ongkos bus jauh dekat 220 JPY (sekitar 25 ribu Rupiah). Taksi menjadi pilihan terakhir atau jika jarak tidak terlalu jauh dan anda berempat, bisa patungan bayar Taksi. Ongkos taksi 710 JPY (80 ribu Rupiah) untuk 2 kilometer pertama dan bertambah 100 JPY per 500 meter setelahnya. Taksi di Jepang sekelas Silver Bird kalau di Jakarta, dan dilengkapi dengan GPS. Kalau tidak bisa bahasa Jepang, pastikan bawa alamat tujuan atau peta tujuan dalam bahasa Jepang untuk di tunjukkan ke supir, karena rata-rata supir taksi di Jepang tidak bisa bahasa Inggris.

Kondisi dalam kereta JR.

Di Jepang sangat banyak terdapat convenience store (7eleven, FamilyMart, Sunkus, Lawson, etc) yang menjual makanan jadi atau bento dengan porsi yang mengenyangkan. Harganya sekitar 400-500 JPY. Yang menjadi masalah adalah bagi yang muslim, bisa dibilang hampir semua bento itu ada daging babinya. Ada juga kadang yang cuma daging ayam saja atau ikan. Tapi bagi saya yang belum bisa baca Kanji, tentu sangat susah. Kadang jengkel sendiri tidak bisa baca Kanji. Untuk sekali makan di restoran atau foodcourt minimal sediakan 1000 JPY. Harga air mineral 2 liter sekitar 170 JPY jika belinya di convenient store tapi cuma sekitar 100 JPY jika belinya di supermarket yang khusus jual bahan makanan. Coca-cola atau Fanta kaleng sekitar 120 JPY di vending machine yang banyak di tepi jalan. Untuk berhemat tentunya dengan masak sendiri. Supermarket yang menjual bahan makanan dengan berbagai sayur-sayuran segar, daging, dan ikan terdapat di mana-mana. Beras 5 kilo harganya 2000 JPY. Harga bahan makanan sekitar 4 kali harga di Indonesia. Supermarket buka dari jam 10 pagi hingga jam 9 malam, dan sejam terakhir sebelum tutup mereka akan memberi diskon hingga setengah harga untuk makanan jadi, daging dan ikan. Orang-orang Jepang sangat ketat dalam hal kualitas makanan. Kita juga bisa menemukan toko-toko khusus yang menjual bumbu-bumbu impor termasuk dari Indonesia seperti Kecap ABC, sambel, dan bumbu Indofood dengan harga sekitar 50 hingga 70 ribu Rupiah per botol.

Untuk Harga pakaian di Jepang tergantung kualitasnya juga. Ya itu tadi, perkirakan saja harganya minimal 2 hingga 4 kali harga di Indonesia. Bahkan untuk merk Nike atau Adidas yang saya anggap di mana-mana sama saja, di Jepang tetap 3 kali lebih mahal. Tetapi banyak juga toko pakaian dengan harga yang terjangkau. Mahal, tapi tidak mahal-mahal amat.

Harajuku selain sebagai tempat kumpulnya remaja berpakaian modis dan ekspresif, juga menjadi tujuan belanja pakaian buat remaja di Tokyo dan dari luar Tokyo karena harganya yang lebih terjangkau.


Mitsui Outlet Park Yokohama Bayside. Di sini terdapat outlet merk-merk terkenal. Namanya saja yang outlet tapi harganya tetap saja harga merk asli di Indonesia. Ke sini buat jalan-jalan dan lihat-lihat saja. Beda harga dengan yang di mall paling cuma 10 persen.



Untuk barang-barang Elektronik saya kira harganya tidak jauh beda dengan di Indonesia. Malah kadang bisa dapat harga yang sedikit lebih murah. Menurut kawan, jika anda berbelanja barang elektronik di Jepang setelah sepakat harga dengan penjualnya, dengan memperlihatkan visa turis/kunjungan anda, maka anda bisa mendapatkan potongan 5 persen.

Jalan utama di pusat penjualan elektronik Akihabara Tokyo di blok untuk kendaraan bermotor pada akhir pekan dari pagi hingga petang. Dikhususkan buat pejalan kaki.


Mudah-mudahan bisa sedikit memberi gambaran biaya yang mesti disediakan untuk hidup di Jepang. Jangan lupa bahwa biaya hidup berbanding lurus dengan gaya hidup.


Wassalam,
Takbir

Sunday, November 20, 2011

Warna-warni Musim Gugur di Nikko - Jepang


Sesuai saran pengurus Hostel, dari Sumica Guesthouse, saya naik bus dari Halte depan stasiun Tobu Nikko dan berhenti di halte Nishi-sando. Dari sini saya berjalan kaki menuju Villa Kekaisaran yang sekarang dijadikan Museum. Villa Kekaisaran Tamozawa Nikko. Villa ini mulai dibangun pada 1899 sebagai tempat peristirahatan bagi pangeran Yoshihito. Pangeran Yoshihito menjadi Kaisar setelah ayahnya, Kaisar Meiji, meninggal dan kemudian lebih dikenal sebagai Kaisar Taisho. Luas total bangunan 4500 meter persegi dan memiliki 106 buah ruangan. Bagian Istana Akasaka yang merupakan tempat sementara Kaisar Meiji bertempat tinggal dan mengurus masalah kenegaraan, diawal-awal dia memindahkan ibukota dari Kyoto ke Tokyo, dipindahkan ke villa ini. Ketika perang dunia ke-2, pada 1944, Pangeran Akihito (Kaisar jepang saat ini) bertempat tinggal di sini selama setahun sebelum kemudian di evakuasi.





Mengikuti jalan kecil di samping komplek Villa ini, saya berjalan mengikuti petunjuk peta mencari lokasi Narabi-Jizo atau Bake-Jizo yang direkomendasikan juga oleh pengurus Hostel, yang saya tidak tidak tahu sebelumnya. Tapi karena waktu masih banyak saya sempatkan saja, lagian dari peta keliatan dekat dari lokasi Villa. Cuma butuh beberapa saat muter-muter dan sedikit nanya-nanya, akhirnya saya ketemu jalannya. Yang pertama, kuil Joko atau Jokoji. Yang jelas tidak ada hubungannya dengan mas Joko. Kuil ini berupa kompleks pemakaman umum. Yang menarik disini, patung-patungnya dipakaiin topi merah. Dari Jokoji, saya berjalan lagi menuju ke arah sungai. Senang melihat sungai-sungai di Jepang yang bersih dan tanggul-tanggulnya tertata rapi.
Kuil Jokoji


Sungai Daiya

Jizo adalah sebutan orang Jepang untuk dewa penjaga anak-anak dalam agama Buddha (mohon dikoreksi jika salah). Patung-patung Jizo yang ada di sini dibuat oleh murid-murid seorang pendeta Buddha yang terkenal di kawasan ini, namanya Tenkai (1536-1643). Awalnya berjumlah 100 buah patung hingga dikenal juga sebagai Hyaku (seratus)Jizo. Saat ini tersisa 74 buah patung setelah sempat tersapu oleh banjir. Karena ditempatkan teratur segaris jadi disebut juga Narabi (barisan) Jizo. Selain itu dikenal juga sebagai Bake (Hantu)-Jizo. Kenapa disebut hantu? Mungkin lain kali anda bisa mencoba buktikan, datang ke sini malam-malam, sendirian, tanpa penerangan.. Hohohoho...


Kaisar Taisho (1879-1926), putra Kaisar Meiji, dikenal sangat mencintai Nikko dan sering mengunjunginya. Terdapat semacam prasasti yang berupa kata-kata puitis sang Kaisar tentang rembulan di atas sungai Daiya.

Ngarai Kanman-ga-fuchi. Ngarai sempit berbatu dengan air yang deras ini terbentuk oleh lahar dari letusan gunung Nantai berabad-abad sebelumnya.

Tempat terakhir yang saya datangi sebelum kembali ke Tokyo adalah Jembatan suci Shinkyo di atas sungai Daiya. Salah satu jembatan kayu yang dianggap terindah di Jepang. Konon menurut legenda setempat, ketika pendeta Shoto dan murid-muridnya akan mendaki gunung Nantai untuk berdoa demi kesejahteraan negeri, mereka menghadapi kesulitan menyeberangi Sungai Daiya yang berarus deras. Sang pendeta kemudian berdoa, dan Sang dewata muncul dengan dua ekor ular naga yang melilit di tangannya. Sang dewata kemudian melepas kedua ular naga tersebut yang kemudian menjelma menjadi jembatan, hingga sang pendeta dan pengikutnya bisa menyeberangi sungai.

Catatan dan tips berkunjung ke Nikko:
Untuk menuju Nikko, saya sarankan untuk membeli World Heritage Pass 3600 JPY di Stasiun Tobu Asakusa. Cek di link ini http://www.tobu.co.jp/foreign/pass/w_heritage_pass.html. Letak stasiunnya sangat dekat dari Kuil Asakusa. Pass ini berlaku 2 hari, dan termasuk tiket pulang pergi naik kereta lokal Asakusa-Nikko. Kereta lokal maksudnya kereta ekonomi yang berhenti disetiap stasiun dan tempat duduknya rebutan. Jarak tempuh sekitar 2 jam 10 menit. Sobekan pass ini bisa ditukarkan di loket depan Rinnoji dengan tiket masuk ke komplek warisan dunia di Nikko (Rinnoji,Toshogu Jingu dan Futarasan Jingu). Dan juga termasuk pass unlimited ride bus dari Tobu group selama di Nikko. Cukup memperlihatkan voucher pass anda pada supir bus ketika mau turun. Atau kalau anda memilih untuk tidak membeli Pass, anda bisa menghitung sendiri biayanya kira-kira 1400 JPY one way dengan kereta Asakusa-Nikko, tiket masuk ke komplek warisan dunia Nikko 1000 JPY, dan 1 day pass untuk bus 500 JPY yang bisa anda beli di stasiun Tobu-Nikko.

Untuk penginapan dengan standar Hostel, saya cek beberapa dan harganya berkisar 2500-3000JPY untuk kamar dormitory. Saya sempat menginap sehari di Guesthouse Sumica (3000 JPY). http://nikko-guesthouse.com/en_index.html. Bisa booking dengan cukup mengirimkan email, tanpa bayar DP dengan kartu kredit. Lokasinya sekitar 50 meter dari Stasiun Tobu-Nikko.

Saya tidak sengaja menunggu musim gugur tiba untuk mengunjungi Nikko, hanya kebetulan. Tetapi menurut saya musim gugur waktu yang tepat berkunjung ke sini selain musim semi. Waktu di mana daun-daun hijau berubah jadi warna-warni.Pemandangan yang sangat menyenangkan bagi anak kampung seperti saya yang biasanya cuma liat daun hijau atau daun kering.




Wassalam,
タクビール

Monday, November 14, 2011

Situs Warisan Dunia di Nikko - Jepang


Nikko terletak kira-kira 140 KM sebelah utara Tokyo. Di sini terdapat situs yang merupakan salah satu dari 16 situs warisan dunia UNESCO yang berada di Jepang hingga saat ini. Toshogu Jingu, Kuil Rinno-ji, dan Futarasan Jingu yang letaknya berdekatan, diresmikan sebagai situs UNESCO pada tahun 1999.

Nikko mulai berkembang setelah kedatangan seorang pendeta Buddha yang bernama Shoto. Dia yang mengembangkan budaya dan kemudian menjadikan Nikko terkenal sebagai tempat suci. Konon, sang pendeta berjalan menuju Gunung Nantai di Nikko atas bimbingan dan petunjuk dari langit. Dia melewati berbagai rintangan yang berat hingga akhirnya berhasil mencapai puncak bukit pada tahun 782. Sebuah patung perunggu Biksu Shoto didirikan di depan Kuil Rinno-ji.

Rinno-ji adalah nama umum dari sekumpulan kuil yang ada dalam kompleks yang sama. Salah satunya yang terbesar (sedang direnovasi) adalah Sanbutsu-do. Sanbutsu bisa diartikan Tiga Buddha. Hon-do adalah istilah buat bangunan dengan ruangan besar atau hall. Didalam sini terdapat tiga patung berukuran besar. Patung Buddha yang diapit oleh dewi bertangan banyak dan sosok dewa berkepala kuda yang menjadi pelindung Buddha. Dilarang memotret dalam hall ini.


Dari Rinno-ji, saya berjalan lagi menuju Toshogu Jingu. Jingu yang didedikasikan buat Shogun Tokugawa yang pertama, Tokugawa Ieyasu. Tokugawa Ieyasu berhasil menyatukan Jepang pada 1603, dan menjadi pemimpin militer utama yang berkuasa penuh atas Jepang atau lebih dikenal juga sebagai Shogun. Dan menjadikan Edo atau Tokyo sebagai pusat pemerintahannya. Sebelum meninggal, Ieyasu berpesan agar di tahun pertama kematiannya, jasadnya disemayamkan di Gunung Kuno, yang merupakan kampung halamannya. Kemudian agar diabadikan dengan sebuah Jingu kecil di Nikko. Dia berharap diabadikan sebagai Dewa penjaga Jepang.


Ieyasu meninggal tahun 1616, pada usia 75 tahun. Dan sebuah Jingu di bangun di Nikko sesuai permintaannya. Nikko yang terletak di sebelah Utara Edo. Utara menurut kepercayaan orang Jepang sebagai arah yang kurang bagus, arah datangnya setan dan kejahatan, walaupun begitu, sesuai dengan keinginan Ieyasu yang akan melindungi Jepang dari segala mara bahaya dan kejahatan. Awalnya Toshogu Jingu hanya berupa bangunan kecil sesuai wasiat Ieyasu. Tetapi kemudian diperbesar dan diperluas sekaligus diperindah oleh Shogun ketiga Tokugawa, Iemitsu.



Tiga Monyet Bijak, "tidak mendengar yang buruk, tidak berkata yang buruk, dan tidak melihat yang buruk". Ukiran ini terdapat di salah satu bangunan dalam komplek Toshogu Jingu.

Berjalan menuju Futarasan Jingu, saya melewati jalan dengan deretan lentera dari batu. Futarasan Jingu sebagai tempat penyembahan Gunung. Leluhur bangsa Jepang sangat menghormati Gunung Tinggi, karena Gunung dianggap yang mengatur berbagai fenomena alam, seperti awan, halilintar, hujan, dan salju. Tempat air berasal. Mereka percaya bahwa para dewa tinggal di sana. Kepercayaan Bangsa Jepang menurut saya hampir mirip dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan kuno leluhur Bangsa Indonesia. Mereka percaya bahwa roh bersemayam di dalam pohon atau benda-benda keramat. Kepercayaan Buddha ternyata berjalan beriringan dengan kepercayaan kuno masyarakat Jepang, yang lebih dikenal dengan Shinto. Mayoritas masyarakat Jepang menganut kepercayaan Shinto sekaligus agama Buddha. Kepercayaan dan budaya Shinto mereka jalankan dikehidupan sekarang, dan agama Buddha sebagai pegangan yang berkaitan dengan kepercayaan mereka setelah mati. Shinto adalah kepercayaan tanpa kitab suci dan tanpa seorang rasul atau teladan sebagai pembawa ajaran.


Sekitar halaman Futarasan Jingu. Dari penjual suvenir, beberapa tenda di mana pengunjung bisa mencoba sajian mie kuah yang pembuatannya didemonstrasikan disitu, hingga upacara pernikahan dalam Jingu.


Beberapa tempat suci lainnya di sekitar Futarasan Jingu



Tempat terakhir yang saya kunjungi di hari pertama adalah Taiyun Musouleum atau makam dari Shogun ketiga Tokugawa Iemitsu yang lebih dikenal dengan nama gelarnya, Taiyun. Taiyun dikenal sangat memuja kakeknya, sang pendiri Shogun Tokugawa, Ieyasu. Hingga dia berpesan, agar di makamkan tidak jauh dari Jingu Ieyasu.


Udara di Nikko menjelang malam sudah sangat dingin, apalagi sekarang sudah memasuki musim dingin. Saya bergegas menuju Guesthouse Sumica yang sudah saya pesan sebelumnya, tidak jauh dari Stasiun Nikko. Dan tanpa diduga, disini saya berkenalan dengan Yoshiko-san, teman dari pengurus Guesthouse. Mbak Yoshiko ini yang asli berasal dari Nikko, pernah tinggal di Indonesia selama 2 tahun mengikuti program kerja sosial pemerintah Jepang. Dia bekerja di Panti Sosial Bina Grahita di Palu, Sulawesi Tengah. Betapa senangnya dia setelah mengetahui saya berasal dari Sulawesi Selatan. Katanya, kadang bertemu dengan orang Indonesia, tetapi jarang yang dari Sulawesi. Dia sempat menanyakan kondisi terakhir di Poso, yang dia ketahui dari berita terjadi keributan beberapa tahun yang lalu. Walaupun sudah meninggalkan Indonesia sejak 15 tahun yang lalu, dia masih ingat banyak bahasa Indonesia. Bahkan kami bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia dan hebatnya ingat beberapa bait lagu Indonesia Raya. Yang membuat saya geli ketika dia masih ingat beberapa logat bugis-makassar yang katanya dia baru tau kalau logat itu tidak digunakan di Jawa. Malamnya, mbak Yoshiko ini yang mengantar ke supermarket dan membantu saya memilih makanan yang setidaknya tidak mengandung Babi. Seharian, makan roti terus bikin lemas tidak bertenaga. Ketika tugasnya selesai di Indonesia dan pulang ke Jepang, mbak Yoshiko membawa oleh-oleh kaos kuning bergambar pohon beringin. Ketika itu Presidennya masih Soeharto.


"Perjalanan hidup manusia adalah sebuah perjalanan yang jauh
Tidak perlu tergesa-gesa
Tidak akan merasa kurang jika terbiasa dengan ketidaknyamanan
Sedikit jauh lebih bagus daripada berlebihan
Ingat kesulitan yang pernah dilalui ketika merasa hilang harapan
Sabar adalah dasar dari keselamatan yang langgeng
Kemarahan adalah musuh
Kerusakan akan datang jika selalu menang
Celaan kepada diri sendiri, bukan kepada orang lain"
(Tokugawa Ieyasu)




Wassalam,
タクビール

Sunday, October 30, 2011

Jalan-jalan Sore di Asakusa, Tokyo - Jepang


Salah satu tempat yang paling banyak dan masuk daftar tempat yang harus dikunjungi jika datang ke Tokyo adalah Asakusa. Di sini adalah lokasi kuil Senso-ji yang dikatakan merupakan kuil Buddha tertua di Tokyo. Dikenal di seluruh Jepang sebagai kuil Kannon Asakusa. Menarik sekitar 30 juta pengunjung setiap tahun, dan tetap menjadi pusat ibadah yang penting. Di kuil ini terdapat patung Bodhisattva Kannon.

Menurut legenda, di pagi hari, 18 Maret 628, ketika ibukota Jepang masih berlokasi di Asuka (Di wilayah Prefektur Nara), dua nelayan, Hinokuma Hamanari dan saudaranya Takenari, sedang memancing di Sungai Sumida, Asakusa. Ketika menarik jala, mereka tiba-tiba merasakan sesuatu yang menyangkut di jaring dan menemukan patung Bodhisattva Kannon. Ketika Haji No-Nakatomo, kepala desa Asakusa, mendengar tentang ini, ia segera menyadari bahwa benda itu adalah patung dewa penting dalam ajaran Buddha, Bodhisattva Kannon. Dia kemudian bersumpah sebagai seorang pendeta Buddha dan mengubah rumahnya menjadi kuil, ia menghabiskan sisa hidupnya untuk pengabdian kepada Bodhisattva Kannon.

Pada 645, seorang biksu Buddha terkenal, Shokai Shonin, mengunjungi desa Asakusa, dan membangun Aula atau ruang yang lebih besar untuk menepatkan Kannon tersebut. Setelah ia menerima wahyu dalam mimpinya, Shokai memutuskan bahwa gambaran Kannon harus disembunyikan dari pandangan manusia, dan tradisi ini tetap terjaga hingga kini.

Asakusa awalnya adalah sebuah desa nelayan yang terletak di sepanjang muara Teluk Tokyo, bagian dari daerah hutan belantara yang luas yang dikenal sebagai Musashi. Asakusa kemudian berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang datang untuk beribadah. Ketika Ennin (794-864), Biksu tertinggi dari Enryaku-ji (kepala kuil dari Sekolah Tendai Buddhisme) mengunjungi Senso-ji pada pertengahan abad ke-9, ia membuat sebuah patung yang identik dengan Kannon, yang memang sengaja disembunyikan, yang dapat dilihat dan disembah oleh orang-orang.

Selama periode Kamakura (1192-1333), para shogun, yang berkuasa di Jepang pada masa itu, menunjukkan penghormatan besar untuk Senso-ji. Secara bertahap, tokoh historis terkemuka lainnya termasuk komandan militer dan sastrawan datang untuk mengikuti kebiasaan mereka. Mendapat perlindungan orang-orang terkenal dan berkuasa, bangunan kuil kemudian disempurnakan. Selama periode Edo (1603-1867), shogun Edo yang pertama, Tokugawa Ieyasu, menganggap Senso-ji sebagai kuil di mana doa-doa shogun akan diterima. Sehingga kuil ini menempati posisi yang tinggi dan kemudian kompleks kuil berkembang sebagai pusat kebudayaan Edo.

Gerbang Kaminarimon, pintu gerbang terluar menuju kuil Senso-ji

Nakamise, jalan menuju kuil yang di kiri kanannya kios suvenir

Gerbang Hozomon, pintu masuk ke kuil

Kuil Senso-ji

Duplikat Kannon?? yang bisa dilihat dalam kuil. Saya tidak bisa lebih dekat untuk melihat lebih jelas, karena banyaknya antrian umat Buddha yang dari Jepang sendiri maupun yang dari luar. Saya tidak ikut antrian mereka, karena memang saya datang cuma untuk melihat-lihat saja.

Pagoda lima tingkat di dekat komplek kuil. Pencahayaan di malam hari membuatnya jadi objek foto yang lebih menarik.


Asakusa Jinja, yang didedikasikan buat nelayan yang menemukan patung Kannon

Berkeliling area Asakusa di sekitar Senso-ji



Gedung Asahi Beer dan Tokyo Sky Tree di seberang sungai Sumida, dari sisi Asakusa

Catatan:
Untuk menuju ke Asakusa, saya naik subway Tokyo Metro, Ginza Line dari JR Stasiun Ueno. Asakusa merupakan stasiun terakhir untuk subway Ginza Line, Shibuya-Asakusa. Peta jalur jalan kaki di sekitar Asakusa dan juga beberapa tempat menarik di Tokyo yang direkomendasikan, bisa diunduh disini: http://www.jnto.go.jp/eng/location/rtg/pdf/pg-305.pdf

Sanja Matsuri adalah perayaan tahunan yang terbesar dan teramai di Tokyo yang diadakan sekitar pertengahan bulan mei. Perayaan oleh umat Shinto Jepang untuk menghormati tiga orang yang pertama kali mendirikan kuil Senso-ji.


Wassalam,
タクビール