Wednesday, November 5, 2014

Ashura di Manama Souq


10 Muharram diperingati oleh Muslim sedunia dengan puasa sunnah seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. 10 Muharram adalah hari yang dipercaya oleh umat Muslim adalah hari di mana Nabi Musa AS bersama pengikutnya diselamatkan oleh Tuhan dari kejaran Fir'aun dan pasukannya di Mesir. Nabi Musa AS sendiri melakukan puasa setiap hari ini sebagai ungkapan rasa syukurnya. Puasa sunnah yang juga dilaksanakan oleh umat Yahudi dalam hari Yom Kippur.

Bagi muslim Syi'ah, hari ashura punya makna tambahan yaitu hari dimana Imam Hussein beserta rombongan dan keluarganya dibantai oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbala, dalam perjalanannya menuju Iraq. Pengikut Ali bin Abi Thalib, ayah Hussain, begitu menyesal dan berduka atas kejadian ini. Mereka merasa bersalah, tidak mampu menolong dan telah membiarkan pembantaian ini terjadi.

Ashura berasal dari kata Ashara, yang artinya sepuluh.

Bahrain memiliki penduduk yang mayoritas muslim Syi'ah. Sejak sore hari, helikopter mengitari langit Bahrain untuk mengawasi prosesi Ashura. Jumlah polisi patroli dipusat-pusat keramaian dan wilayah pemukiman warga Syi'ah terlihat lebih banyak dari biasanya. Awalnya saya enggan ketika diajak teman untuk menyaksikan prosesi peringatan Ashura umat Syi'ah. Karena dipikiran saya tidak aman bagi umat muslim non Syi'ah berada di acara Ashura. Tetapi setelah dia meyakinkan bahwa acara Ashura di Manama Souq (pasar) terbuka untuk umum, kami pun berangkat ke sana.

Penjagaan polisi memang terlihat lebih banyak. Polisi anti huru hara berjaga-jaga. Sentimen Sunni-Syiah memang besar di Bahrain. Mayoritas penduduk Syiah merasa didiskriminasi oleh penguasa Sunni.

Prosesi Ashura di Manama Souq, berpusat di Emam Hussain Avenue, dekat mesjid dengan ornamen warna biru khas Iran. Orang-orang yang datang hampir semuanya berpakaian hitam-hitam, sebagai tanda duka. Supaya tidak mencolok saya juga datang dengan memakai kaos hitam. Begitu juga dengan beberapa rombongan turis orang barat yang datang ingin menyaksikan ashura.



Makanan dan minuman gratis disediakan sepanjang area ashura. Dalam tradisi masyarakat Arab, keluarga yang berduka akan dibawakan makanan oleh kerabatnya yang laian dan tetangga sekitarnya. Orang yang berduka dianggap tidak bisa melakukan apa-apa termasuk memasak, saking berdukanya. Saya dan turis-turis lain juga ikutan mengambil minuman yang disediakan.

Acara ashura dimulai dengan pembacaan senandung kesedihan dan penyesalan atas kematian Imam Hussain, Imam ke-3 umat Syiah setelah Imam Ali dan Imam Hasan. Senandung yang terdengar mendayu-dayu, membuat warga Syiah begitu larut dalam kesedihan. Bahkan ada yang menangis, menepuk-nepuk kepala dan dadanya.

Ketika pembacaan senandung selesai, warga yang didominasi pemuda syiah kemudian berbaris sambil bergerak serempak mencambuk badannya dengan rantai besi kecil. Di beberapa negara yang mayoritas Syiah seperti Iran malah menggunakan cambuk yang tajam.


Mereka juga melakukan dramatisasi teatrikal kejadian terbunuhnya Imam Hussain.


Ali Ashgar, putra Imam Hussain yang masih bayi juga dibunuh pada kejadian itu.

Dari sejarah yang saya baca, semua berawal setelah kematian Usman bin Affan, khalifah ke-3 sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Usman ra dibunuh oleh kelompok muslim yang tidak puas dengan kepemimpinan Usman. Semenjak Usman menjadi khalifah, jabatan Gubernur di wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan muslim dipilih dari kalangan kerabatnya, Bani Umayyah. Adanya ketidakpuasan atas pemimpin didaerah-daerah baru (Mesir, Irak, Syria) tersebut, membuat kelompok yang tidak puas berkumpul di Madinah menuntut pemimpin didaerah yang tidak amanah untuk diganti. Usman memenuhi permintaan tersebut untuk memilih pemimpin yang baru. Ketika kelompok tersebut dalam perjalanan kembali ke daerah masing-masing, mereka menjumpai utusan lain yang katanya dikirim dari Madinah ke Gubernur daerah untuk membunuh/menghabisi kelompok pemprotes tersebut. Mengetahui hal itu, kelompok-kelompok ini kembali ke Madinah dengan amarah yang sangat besar terhadap Usman yang dianggap telah menghianati mereka. Usman sendiri tidak pernah tahu dan tidak pernah mengirim utusan lain kepada Gubernur daerah-daerah untuk menghabisi kelompok ini.

Kejadian ini adalah Fitnah Besar pertama yang disudah diceritakan oleh Nabi, akan terjadi tidak lama setelah kematiannya. Fitnah ini menimpa Usman bin Affan. Usman pun meninggal dibunuh oleh kelompok yang marah tersebut. Di masa itu, Khalifah bukanlah raja yang dikawal kemana-mana, jadi mudah saja bagi kelompok tersebut memasuki rumah dan kemudian membunuh Usman.

Ali bin Abi Thalib, sepupu yang juga menantu Nabi kemudian dipilih menjadi Khalifah pengganti Usman. Ali yang menganggap kejadian terbunuhnya Usman adalah sebuah kesalahpahaman akibat fitnah. Ali tidak menghukum pembunuh Usman. Aisyah ra, Istri Nabi yang saat kejadian sedang dalam perjalanan menuju Makkah, menuntut Ali untuk menghukum pembunuh Usman. Hingga muslim saat itu berselisih dan terpecah antara yang mendukung Ali dan mendukung Aisyah. Mungkin itulah alasan awal kenapa hingga saat ini penganut paham Syi'ah begitu benci pada Aisyah ra.

Muawiyah bin Abu Sufyan, kerabat Usman, yang juga Gubernur Syria, tidak mau mengakui Ali sebagai Khalifah jika pembunuh Usman tidak dihukum. Ali bersikeras bahwa kejadian tersebut adalah salah paham, dan tidak ada yang perlu dihukum. Faksi pendukung Ali, kemudian dikenal sebagai Syi'ah (pendukung) Ali. Kubu pendukung Ali terutama di Kufa, Iraq, meminta Ali untuk hijrah ke sana. Ali pun memindahkan pusat kekhalifahan ke Kufa.

Perselisihan dengan Muawiyah akhirnya berujung pada perang Siffin. Diceritakan bahwa selama 100 hari kedua kubu saling berhadapan tidak saling serang. Negoisasi terus dilakukan hingga akhirnya pecah perang. Perang berakhir bukan karena salah satu pihak menang, tetapi mereka sadar telah memerangi sesama muslim. Akhirnya mereka putuskan untuk saling mengutus orang yang bisa dipercaya kedua belah pihak utuk bernegoisasi. Tetapi ada sebagian kelompok yang tidak setuju dengan negoisasi, mereka tetap menginginkan perang dan biarlah Tuhan yang menentukan mana pihak yang benar dari peperangan itu. Kelompok ini kemudian keluar dari barisan pendukung Ali. Mereka kemudian dikenal sebagai Khawarij, atau mereka yang keluar. Khawarij ini kemudian memusuhi Ali dan Muawiyah yang menurut mereka adalah pihak yang paling bersalah atas terpecahnya umat Muslim saat itu. Usaha pembunuhan dilakukan atas keduanya.

Ali bin Abi Thalib kemudian meninggal setelah ditikam oleh seorang Khawarij ketika dia sedang melaksanakan sholat subuh. Kuburan Ali kemudian dirahasiakan. Tidak ada yang tahu hingga jaman Khalifah Harun al Rasyid dari bani Umayyah menunjuk suatu tempat di Najaf, Iraq. Atau ada juga versi di Jaman khalifah bani Abbasiyah, ditunjukkan oleh Imam Jafar al Shadiq. Yang oleh umat Syiah kemudian membangun mesjid diatas makam Ali. Karena memang makam yang dirahasiakan, orang Syiah Afghanistan juga mengklaim bahwa Imam Ali dimakamkan di Mazar -e Sharif Afghanistan.

Sepeninggal Ali, para pengikutnya kemudian memilih putranya, Hasan bin Ali sebagai khalifah berikutnya. Tetapi Hasan demi menjaga agar tidak ada perpecahan sesama muslim, lebih memilih untuk mengakui Muawiyah sebagai Khalifah dengan catatan bahwa setelah Muawiyah meninggal, Hasan yang akan jadi khalifah berikutnya. Hasan kemudian meninggal lebih dulu 10 tahun sebelum Muawiyah. Ketika Muawiyah meninggal, putranya, Yazid bin Muawiyah ingin menjadi Khalifah berikutnya. Dia mengabaikan hak Hussain, adik Hasan, untuk dipilih jadi Khalifah. Imam Hussain pun menentang Yazid bin Muawiyah.

Para pendukung Ali, Syiah, di Irak meminta Imam Hussain berhijrah dari Madinah ke Irak, karena kekuatan pendukungnya ada di Irak. Mengetahui rencana itu, Yazid memerintahkan pasukannya untuk mencegat dan menghabisi Imam Hussain. Mereka mendapati Imam Hussain beserta keluarga dan rombongannya di Karbala. Mereka mengepung selama tiga hari, dan membiarkan rombongan Imam Hussain menderita kehausan sebelum akhirnya dibantai. Kepala Imam Hussain dipenggal dan dibawa ke Damaskus, Syria, untuk diperlihatkan kepada Yazid. Zaynab bint Ali, saudari Hussain selamat tidak dibunuh, dia dijadikan tawanan dan dibawa ke Damaskus.

Dramatisasi Zaynab bint Ali, yang ditangkap oleh pasukan Yazid.

Pendukung Imam Hussain terlambat datang untuk menolong, dan mendapati rombongan yang telah menjadi mayat. Karbala bersimbah darah. Penyesalan dan kesedihan atas kematian Imam Hussain inilah yang menginspirasi umat Syiah melakukan tradisi Ashura, setiap 10 Muharram. Umat muslim Madinah dan Makkah mengetahui kejadian itu begitu marah dan mengecam penduduk Irak yang tidak memberi perlindungan pada Imam Hussain. Mereka juga mengecam tindakan Yazid dan pasukannya.

Yazid bin Muawiyah, dalam pandangan muslim, baik itu Sunni maupun Syiah, adalah contoh seburuk-buruknya pemimpin yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan.

Karbala sendiri kemudian menjadi tanah suci bagi umat syiah. Ketika sujud saat sholat umat syiah menyentuhkan jidatnya pada sebuah lempeng tanah liat yang diambil dari tanah suci Karbala, yang disebut Turbah.

Cerita diatas berdasarkan pemahaman saya atas kejadian tersebut. Pasti akan banyak versi dari umat muslim sendiri tentang latar belakang terjadinya peristiwa terbunuhnya Imam Hussain.

Wallahu alam,

Salam,
Takbir