Wednesday, October 10, 2012

Tips Traveling di Jepang - Menyusun Itinerary dan Menentukan Moda Transportasi

Sangat penting untuk menyusun rencana perjalanan atau itinerary yang jelas dan detail jika hendak melancong ke Jepang. Dengan itinerary yang lebih detail, kita bisa mengatur dan menekan biaya yang mesti dikeluarkan, karena Jepang termasuk negara dengan biaya akomodasi dan transportasi yang mahal. Mengatur agar bandara kedatangan dan pulangnya berbeda adalah salah satu cara tambahan untuk berhemat waktu dan biaya transportasi. Untuk akomodasi hostel saya kira bisa dianggarkan 2500 yen per malam. Sangat mungkin mendapatkan yang lebih murah dari itu jika anda bisa memesan jauh hari, tapi harga standar hostel di seluruh Jepang memang sekitar 2500 yen atau 300ribu rupiah.

Menentukan kapan waktu berkunjung ke Jepang, silakan baca postingan sebelumnya.

Akihabara Electric Town



Itinerary yang umum digunakan oleh turis luar negeri dan juga sering ditawarkan oleh travel agen adalah dengan tiba di Tokyo dan pulangnya lewat Kansai (Osaka) atau sebaliknya. Di Tokyo juga ada 2 bandara, Narita dan Haneda. Saya lebih merekomendasikan yang lewat Haneda karena relatif lebih dekat ke pusat kota Tokyo dan sedikit lebih murah biaya transportasi dari/ke bandaranya. Tujuan paling populer di Jepang biasanya adalah Tokyo, Kawaguchiko dengan Gunung Fuji-nya, Kyoto, Nara, Osaka, dan Kobe dengan kastil Himejinya.

Tokyo Tower
Stasiun JR Tokyo (Marunouchi central gate)
 
Itinerary yang sederhana kira-kira seperti berikut. Berkeliling kota Tokyo saja selama 2 hari. Lokasi yang ramai dikunjungi seperti Harajuku, Meiji Jingu, area pertokoan Shibuya dan Ginza, Electric Town Akihabara, Imperial Palace, Tokyo Tower, Asakusa, Odaiba dan yang lainnya. Berkeliling di Tokyo bisa dengan menggunakan 1-day pass untuk kereta JR seharga 730 yen. Sedangkan yang sedikit jauh di luar kota Tokyo seperti Yokohama (ongkos sekitar 500 yen sekali jalan) dan Kamakura (ongkos sekitar 800 yen sekali jalan) atau ke Nikko yang memiliki situs warisan budaya dunia (Nikko Pass untuk 2 hari seharga 3600 yen, beli di stasiun Tobu Asakusa).

Ke Gunung Fuji diluar musim pendakian (Juli-Agustus) hanya dibolehkan hingga ke Kawaguchiko 5th Station. Atau sebaiknya ke area Danau Kawaguchiko yang dekat dengan Gunung Fuji. Perjalanan dari Tokyo dengan kereta lokal sekitar 3 jam, dengan biaya sekitar 2500 sekali jalan. Kalau untuk sekedar  melihat-lihat pemandangan Gunung Fuji dari dekat, sehari cukup.

Dari Tokyo dengan bus malam Willer Express menuju ke Kyoto. Sekitar 7-8 jam perjalanan dengan biaya sekitar 5000~6000 Yen. Di Kyoto 2-3 hari sudah cukup untuk mengunjungi beberapa lokasi yang populer seperti Kinkaku-ji, Kyomizudera, Futarasan Jingu dan banyak lagi. Dari Kyoto juga bisa menuju Nara sekitar 45 menit dengan kereta lokal. Seharian di Nara kemudian malamnya pulang ke Kyoto.

Dari Kyoto ke Osaka hanya sekitar 30 menit dengan kereta lokal (540 yen sekali jalan). Dan dari Osaka ke Kobe juga sekitar 30 menit (350 yen sekali jalan). Mungkin bisa mengatur agar menginapnya di Osaka saja. Sehari berkeliling kota Osaka dan sehari lagi berkunjung ke Kastil Himeji di Kobe. Kemudian pulang melalui Bandara Kansai di Osaka. Itinerary di atas bisa diatur sebaliknya jika berencana tiba di Kansai dan pulangnya dari Tokyo.
 
Jika akan mengunjungi beberapa kota tujuan lain yang lebih jauh di luar jalur itineray di atas, maka mungkin perlu mempertimbangkan untuk membeli Japan Rail (JR) Pass. JR Pass disediakan khusus untuk turis dan hanya bisa dibeli vouchernya di luar Jepang. Silakan baca ketentuan mengenai JR pass di link ini. JR Pass berlaku untuk semua jaringan kereta JR di Jepang, termasuk kereta Shinkansen Hikari dan Kodama, serta beberapa jaringan JR bus dan kapal ferry. Kedua jenis Shinkansen ini sama saja dengan Nozomi, dengan sedikit lebih banyak stasiun berhentinya. Tetapi sudah cukup cepat untuk bisa menghemat waktu perjalanan. Dengan JR pass ini, strategi mengatur itinerarinya sedikit beda. Karena yang termurah saja sekitar  28.300 Yen atau sekitar 3.5 juta rupiah dan hanya valid untuk 7 hari. Manfaatkan masa valid 7 hari JR pass semaksimal mungkin.

Dengan JR pass anda bisa mengatur agar mengunjungi semua lokasi yang jauh terlebih dahulu, yang di jangkau oleh Shinkansen, pada 7 hari pertama. Misalnya hari pertama berkunjung ke Hiroshima dari Tokyo dan sore atau malamnya kembali ke Tokyo. Sebagai gambaran, bahwa tiket Shinkansen untuk Tokyo-Hiroshima itu sekitar 18000 yen. Pergi dan baliknya sudah 36000 yen. Di hari pertama saja JR pass anda sudah termanfaatkan dengan maksimal. Hari Kedua hingga hari ketujuh serasa naik Shinkansen gratis saja, bisa di gunakan untuk mengunjungi kota-kota jauh lainnya sesuai rencana itinerary anda tanpa perlu menginap, seperti Nagoya, Nagano, Niigata, Sapporo, Sendai, Fukuoka, Nagasaki, dan lainnya. Dengan cara seperti itu kita bisa menghemat waktu perjalanan dan tidak perlu pindah-pindah hostel, karena sore atau malamnya bisa balik lagi ke Tokyo, menghemat waktu berkeliling hanya untuk mencari penginapan jika mesti pindah-pindah hostel, dan tentunya hemat tenaga. Setelah hari ketujuh atau hari ke delapan baru menggunakan itinerary seperti yang di atas, keliling Tokyo, Yokohama, Kyoto, Osaka dan sekitarnya tanpa perlu menggunakan JR Pass.
Traveling hemat di Jepang menurut saya sangat cocok buat para pelancong yang sangat mobile alias gesit dan kuat berjalan kaki. Gaya traveling anda juga menentukan besar pengeluaran anda. Melihat sebanyak-banyaknya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan biaya semurah-murahnya.

Pemandangan malam kota Tokyo dari Odaiba


Salam,
Takbir

Tuesday, October 9, 2012

Tips Traveling di Jepang - Memilih waktu berkunjung ke Jepang

Mengenai pilihan waktu jika anda ingin melancong ke Jepang. Saya hanya sedikit merangkum dari link berikut: http://www.japan-guide.com/e/e2273.html dan berdasarkan pengamatan saya di Jepang.

Memilih waktu kapan rencana jalan-jalan ke Jepang akan sedikit menentukan juga apa yang akan bisa kita saksikan atau lihat di Jepang. Selain lokasi-lokasi wisata umum yang bisa kita kunjungi kapan saja di Jepang.

Desember-Maret: Musim dingin. Biasanya turis terutama dari wilayah tropis yang ingin lihat salju. Salju biasanya baru mulai turun pada akhir desember hingga akhir februari. Wilayah yg paling tebal saljunya tentunya wilayah utara Jepang. Atau daerah pegunungan di tengah-tengah pulau Honshu (pulau utama Jepang). Resort atau tempat bermain ski yang ramai ada di daerah Nagano yang pernah menjadi tuan rumah olimpiade musim dingin 1998. Pilihan lain adalah ke ski resort di Niigata.

Maret-Mei: di berbagai wilayah di Jepang ramai mengadakan perayaan atau Matsuuri. Perayaan dengan arak-arakan benda-benda yang dianggap suci atau keramat dalam kepercayaan Shinto Jepang. Acara arak-arakan banyak di waktu ini karena cuacanya memang sejuk, makin berkeringat  makin segar rasanya.
April: Awal musim semi. Jika ingin melihat sakura, biasanya pada bulan ini. Minggu pertama dan kedua bulan april waktu ketika bunga sakura bermekaran. Waktu yang paling ramai dikunjungi oleh turis mancanegara dalam setahun kalender sepengamatan saya. Orang-orang Jepang ramai merayakannya dengan acara Hanami. Piknik dan bermalam di bawah pohon Sakura yang lagi mekar. Di beberapa taman malah ada tempatnya yang dibooking oleh perusahaan untuk para karyawannya merayakan hanami bersama. Yang juga menarik pada bulan april, yaitu dibukanya jalur alpine route di Tateyama (http://www.japan-guide.com/e/e7550.html). Jalanan yg tertutup salju tebal selama musim dingin, di potong secara presisi hingga kita bisa berjalan diantara tumpukan salju dengan ketebalan hingga 17 meter dikenal sebagai koridor salju Murodo.

*Gambar koridor salju Murodo diambil dari Internet. Sumber silakan klik di sini
Juni-Agustus: Musim panas. Orang-orang jepang dan juga turis mancanegara berbondong-bondong mendaki gunung Fuji yang memang hanya dibuka jalurnya pada musim panas (Juli-Agustus). Selain itu pada awal bulan agustus yang menjadi puncak musim panas (38 ~ 40 Celcius, gerahnya minta ampun) di berbagai kota mengadakan hanabi atau acara kembang api. Saat acara hanabi, para muda-mudi Jepang banyak yang mengenakan Yukata atau pakaian ala kimono yang lebih simpel. Kalau di Tokyo itu di dekat asakusa tepatnya di sungai sumida. Acara hanabi ternyata sangat-sangat ramai hingga berdesak-desakan. Kembang api mulai sekitar 19.00 hingga 21.00 tapi orang-orang sudah datang dari jam 3 sore untuk ambil posisi spot yg terbaik. 

September-November: Musim gugur. Yang menarik dari musim gugur bagi saya adalah, cuaca mulai sejuk lagi, dan daun-daun mulai berubah warna menjadi kuning dan merah sebelum akhirnya benar-benar rontok berguguran. Berkeliling jalan kaki sangat menyenangkan pada musim gugur.
Adapun waktu-waktu tertentu di mana waktu libur orang Jepang yang mungkin perlu diketahui, karena akan berpengaruh dengan ketersediaan akomodasi hostel dan transportasi bus yang murah. Orang Jepang (terutama muda-mudi) juga banyak yang memilih nginap di hostel dan naik bus yang lebih murah dibandingkan dengan kereta. Sehingga kemungkinan akan sedikit sulit mendapatkan akomodasi pada waktu-waktu ini.

Minggu pertama hingga kedua Januari: Orang-orang Jepang merayakan tahun baru dengan pulang kampung mengunjungi orang tua dan keluarganya. Kalau di Indonesia mungkin mirip acara mudik lebaran. Mereka juga sama seperti kita di Indonesia, booking penginapan dan tiket transportasi jauh-jauh hari. 
Akhir April hingga minggu Pertama Mei : Golden week atau rentetan hari libur nasional di Jepang. Lokasi wisata dan penginapan dipadati oleh turis domestik Jepang.



Salam,
Takbir

Danau Kawaguchiko

Danau Kawaguchi-ko terletak dekat dari Gunung Fuji. Terdapat 5 danau, tapi yang pengelolaannya sudah teratur dan tertata hanya Danau Kawaguchi-ko ini. Banyak hotel dan resort yang tersedia di sekitar danau ini. Satu danau lagi yang sedikit di tata adalah Danau Saiko, umumnya dikunjungi oleh orang yang ingin memancing dan berkemah di tepi danau.

Kami berlima menuju Kawaguchiko dari arah Yokohama. Berangkat sekitar pukul 7.30 dengan kereta Yokohama Line menuju stasiun Hachioji. Untuk hari biasa, dari Hachioji harus pindah kereta Chuo Line menuju Otsuki. Dan dari Otsuki pindah kereta lagi dengan Fujikyu Railway. Tetapi pada hari libur, JR menyediakan kereta ekspress dari Shinjuku langsung ke Kawaguchiko. Hanya satu kali perjalanan pada hari libur. Berangkat dari Shinjuku pukul 08.14 pagi. Kereta ini berhenti di Hachioji pukul 08.53, dengan kereta inilah kami langsung menuju Kawaguchiko. Total biaya satu kali perjalanan dengan kereta dari Yokohama atau dari Tokyo sekitar 2500 yen. Pilihan lain untuk menuju ke sana adalah dengan Highway Bus dari Shinjuku yang lebih murah, seharga 1700 yen. Perjalanan dengan kereta lebih menyenangkan menurut saya karena lebih banyak pemandangan yang bisa dilihat. Total waktu perjalanan dengan kereta sekitar 3 jam dari Yokohama atau area Tokyo dan sekitar 2.5 jam dengan naik bus. Berikut link untuk akses dan transportasi menuju Kawaguchiko: http://www.japan-guide.com/e/e6905.html
Dari Stasiun Kawaguchiko menuju Danau Kawaguchi-ko, bisa dengan jalan kaki sekitar 15 menit. Tidak begitu jauh menurut saya. Tapi untuk menghemat waktu dan tenaga untuk berkeliling di sekitar Danau Kawaguchi-ko sebaiknya dengan naik Retro Bus. Pemberhentian bus nomor satu persis di depan pintu keluar dari Stasiun Kawaguchiko. Pass yang berlaku 2 hari bisa dibeli di atas bus kepada supirnya seharga 1000 yen untuk jalur Danau Kawaguchi-ko saja. Serta 1300 yen untuk keliling Danau Kawaguchi-ko dan Danau Saiko yang sedikit lebih jauh.
Kami berlima tanpa tanya-tanya lagi langsung naik bus retro setelah membeli pass yang seharga 1300 yen. Tujuan kami sebenarnya keliling Danau Kawaguchi-ko, tapi ternyata kami salah naik bus. Bus yang kami naiki untuk jalur Danau Saiko. Beberapa halte awal masih sama dengan halte jalur Danau Kawaguchi-ko, baru sadar salah jurusan setelah melihat nomor pemberhentian halte nomor 56. Lah kok sudah nomor 56? Bukannya paling jauh nomor 21? Segera buka peta jalur bus yang saya minta di pusat informasi, ternyata benar kami salah naik bus. Karena alasan untuk menghemat waktu dan tidak mau berkeliling terlalu jauh di sekitar Danau Saiko. Kami pun berhenti di halte nomor 78. Mumpung di situ, kami manfaatkan berfoto-foto di tepi Danau Saiko. Dan menemukan tempat yang lapang di tepi danau untuk sekalian sholat saja, biar rasanya lebih lega untuk kelilingnya nanti.

Boyband lawas, 'Wrong Direction' dengan single teranyar 'Salah Jurusan'. 
Dari Danau Saiko kami kembali naik bus retro arah sebaliknya menuju Danau Kawaguchi-ko. Di Danau Kawaguchi-ko, yang ramai dikunjungi pelancong adalah kapal ferry yang berkeliling danau dan kereta gantung. Letak sandaran kapal ferry dan wahana kereta gantung tersebut saling berdekatan. Tapi tujuan kami sekedar berkeliling mengambil gambar di sekitar tepi danau. Hanya saja sayang sekali hari ini saat kami berkunjung, paginya hujan, dan puncak Gunung Fuji tertutup awan jadi rasanya kurang puas saja.

Sandaran ferry dengan latar kereta gantung yang tidak jauh dari situ
Pemandangan Danau Kawaguchi-ko dengan latar Gunung Fuji yang berawan
Di hari dengan langit yang lebih cerah, biasanya pada musim dingin, seharusnya tampilan seperti ini yang kami harapkan. *Gambar dari Internet



Wassalam,
Takbir

Saturday, September 22, 2012

Shibuya dan Ginza

Shibuya dikenal dengan pusat perbelanjaan dan tempat kumpulnya para remaja di Jepang. Toko pakaian mendominasi area ini. Dari distro hingga butik. Shibuya juga dikatakan sebagi pusat fashion-nya Jepang. Harajuku yang dikenal sebagai tempat remaja Jepang dengan kostum nyentriknya berada tidak jauh dari Shibuya.

Persimpangan Shibuya yang sangat ramai

Patung Hachiko di depan Stasiun JR Shibuya adalah tempat paling populer sebagai tempat bertemu atau meeting point. Hachiko adalah anjing yang dipelihara oleh Hidesaburo Ueno, seorang Profesor di Universitas Tokyo, tahun 1924. Setiap hari Hachiko mengantar 'tuannya' ke stasiun Shibuya ketika akan berangkat kerja dan setiap pukul 4 sore Hachiko sudah menunggu tuannya yang pulang bekerja di depan stasiun. Rutinitas antara tuan dan peliharaannya ini berlanjut hingga 1 tahun. Hingga pada bulan Mei 1925 Hidesaburo Ueno meninggal dunia akibat serangan stroke ketika sedang berada di kampusnya. Hachiko yang tidak tahu apa yang terjadi dengan tuannya, tetap menunggu di depan stasiun setiap sore mengharap melihat wajah tuannya diantara wajah orang-orang yang keluar dari stasiun. Penantian setiap sore ini dijalani Hachiko selama 9 tahun berikutnya hingga akhirnya Hachiko meninggal dan jasadnya ditemukan warga di sekitar stasiun Shibuya. Kisah kesetiaan Hachiko mulai terkenal ketika ceritanya dipublikasikan oleh salah seorang mahasiswa sang Profesor pada tahun 1932. Kisah ini membuat masyarakat Jepang terkesan, dan menjadikan Hachiko sebagai simbol kesetiaan nasional, baik itu kesetiaan perorangan, kesetiaan dalam keluarga ataupun kesetiaan pada Institusi Kekaisaran. Orang tua dan para Guru di Jepang sering menjadikan Hachiko sebagai salah satu contoh teladan dalam hal kesetiaan.

Foto Hachiko yang asli

Berkeliling disekitar stasiun Shibuya
Stasiun JR Harajuku
Dari Harajuku saya menuju area pertokoan lainnya yang juga terkenal yaitu Ginza. Bedanya dengan Shibuya yang menjadi tempat kumpulnya remaja karena harganya yang relatif terjangkau, Ginza terkenal sebagai area pertokoan barang-barang mewah dan mahal, tempat belanjanya orang-orang kaya di Tokyo. Hampir semua merek barang berkualitas tinggi dan tentunya mahal ada di sini. Wilayah Ginza adalah wilayah dengan harga tanah per meternya yang paling mahal di seantero Jepang.
Ginza Wako, menara jam yang menjadi simbol Ginza, berada di perempatan utama Ginza.

Saya menemukan ini secara tidak sengaja di Ginza

Rekomendasi itinerary:
Mulai dari Harajuku Stasiun. Sebaiknya di pagi hari saat akhir pekan bisa melihat para remaja dengan kostum anehnya berkumpul di sekitar Harajuku. Di belakang Stasiun Harajuku ada Meiji Jingu dan Taman Yoyogi. Dari Harajuku bisa berjalan kaki menuju Shibuya. Dari Shibuya dengan subway Ginza Line menuju Ginza. Harajuku-Shibuya-Ginza bisa diselesaikan dalam setengah hari menurut saya.


Wassalam,
Takbir

Thursday, July 26, 2012

Pendakian Gunung Fuji


Mendaki Gunung Fuji hanya dibolehkan pada bulan Juli dan Agustus setiap tahunnya. Karena hanya pada 2 bulan ini suhu dan cuaca Gunung Fuji relatif lebih 'hangat' dan jalur tanjakan tidak tertutup oleh salju. Bersama sekitar belasan orang teman, kami memutuskan untuk mendaki seminggu sebelum Puasa Ramadhan, kebetulan juga di Jepang ada hari libur nasional pada hari seninnya. Jadi rencananya kami mendaki hari sabtu, pulang hari minggu dan istirahat total hari senin. Oleh kawan-kawan rencana ini diberi judul Pendakian Ceria.

Sabtu pagi, kami berkumpul di Shinjuku Station dekat halte bus Keio. Tiket sekali jalan seharga 2600 yen. Sebaiknya pesan tiketnya sudah pergi dan pulang, untuk menghindari kemungkinan tidak mendapat tiket untuk pulangnya. Kami akan memulai tanjakan dari Kawaguchiko tingkat ke-5 (Kawaguchiko 5th Station) yang berada pada ketinggian 2300 Meter. Puncak Gunung Fuji sendiri adalah 3776 Meter. Jalur dari Kawaguchiko adalah yang dianggap paling mudah dan paling populer. Dan yang penting juga, matahari terbit terlihat dari sisi jalur ini. Target kami adalah ingin melihat matahari terbit dari puncak Gunung Fuji.


Usahakan mendaki dengan beban yang seringan mungkin. Beberapa perlengkapan yang disarankan dibawa ketika memanjat Gunung Fuji antara lain:
1. Jaket yang cukup tebal untuk menghadapi dingin dan angin yang akan semakin kencang ketika posisi tanjakan makin tinggi.
2. Sarung tangan untuk menahan dingin dan cukup bagus untuk berpegangan pada batu-batu curam di banyak titik tanjakan.
3. Jas hujan untuk berjaga-jaga.
4. Topi untuk berlindung dari sinar matahari.
5. Sepatu khusus mendaki yang cengkramannya kuat dan lebih bagus lagi jika bahannya waterproof.
6. Tongkat khusus untuk panjat. Saya lihat sangat berguna ketika jalan turun dari puncak.
7. Senter kecil yang bisa diikatkan dikepala jika berencana mendaki malam hari.
8. Makanan secukupnya. Saya bawa Onogiri dan minuman energi dalam bentuk jelly serta dua botol air minum. Makanan kecil dan minuman banyak juga dijual di beberapa titik peristirahatan tapi dengan harga yang bisa 3 hingga 5 kali lipat dari harga di bawah Gunung.
9. Bawa koin 100 yen secukupnya, karena di sepanjang jalur pendakian di beberapa titik istirahat, toilet harus bayar 200 yen. Sebotol air 200 yen, kencingnya 200 yen.
10. Bagi yang punya masalah pernafasan disarankan beli oksigen yang dijual di toko di Kawaguchiko tingkat ke-5. Udara diketinggian yang semakin tipis ditambah kondisi tubuh yang kelelahan bisa berbahaya.

Kami memulai pendakian pada pukul tiga sore dengan berjalan santai menuju puncak sesuai judul acaranya pendakian ceria. Kesepakatannya, pokoknya setiap kali capek, kami berhenti. Tapi keseringan berhenti malah jadi lebih capek. Matahari terbit diperkirakan sekitar pukul 4 pagi. Dan kami harus sudah berada di tingkat ke-8 setidaknya pukul 9 malam. Istirahat, kemudian melanjutkan berjalan pada pukul 12 tengah malam dan mencapai puncak pada pukul 3-4 pagi. Awal perjalanan masih sesuai rencana. Masih ceria. Masih tawa-tawa. Tenaga masih pol. Setelah mulai menanjak semakin tinggi dan jalur semakin curam, otot kaki mulai kelelahan, beberapa mulai ada yang mengeluh dan berhenti lebih sering. Sedikit dari kami yang terus lanjut mendaki tanpa henti dan terpisah dari rombongan. Ketika mendaki semakin tinggi, kami sudah terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Di posisi yang semakin tinggi ternyata kami harus berhadapan dengan tantangan lain, selain gelapnya malam, yaitu angin yang semakin kencang, tipisnya oksigen serta suhu udara yang dingin.




Pada musim pendakian gunung Fuji, warga Jepang berbondong-bondong mendaki gunung Fuji. Hingga orang tua pun sepertinya memaksakan diri untuk mendaki. Bahkan ada yang dengan membawa anak kecil berumur 5 tahun bersama mereka. Jalur pendakian sangat ramai hingga kadang harus antri karena jalannya yang sempit dan curam. Melihat mereka, kami tentunya lebih semangat lagi. Masak kalah sama nenek-nenek atau balita. Bedanya mereka dengan kami adalah sebagian besar dari mereka telah merencanakan untuk istirahat dan tidur di beberapa tempat peristirahatan sebelum lanjut pada dinihari mendaki menuju puncak. Penginapan harus dipesan jauh-jauh hari sebelum mendaki, karena keterbatasan tempat. Sementara kami yang betul-betul buta akan medan pendakian, hanya berbekal semangat juang 45 yang sudah luntur, dengan gagahnya mau mendaki tanpa istirahat menuju puncak pada malam buta.

Sekitar pukul 8 malam kami sudah berhasil mencapai tingkat ke-8. Saya sendiri sudah mulai kelelahan dan anginnya yang dingin dan kencang bikin lapar dan ngantuk. Tempat peristirahatan yang ada tidak membolehkan kita masuk untuk sekedar berlindung dari angin kencang kalau bukan tamu mereka. Setelah ngaso sekitar sejam, kami melanjutkan pendakian di gelapnya malam, jarak antara kami semakin renggang dan makin terpisah-pisah. Angin yang bertiup kencang juga membawa pasir yang masuk ke mata dan mulut. Sekitar pukul sepuluh malam, saya dan beberapa teman yang kelelahan, kelaparan dan yang tersiksa oleh dinginnya angin yang kencang, memutuskan untuk mampir di tempat peristirahatan yang sekaligus warung makan. Kami memesan nasi dengan kari daging sapi yang cuma secuil seharga 1200 yen. Dan yang paling mengenaskan lagi, si empunya warung hanya memberi waktu 15 menit untuk menghabiskan makanan dan segera keluar dari warung. Ternyata untuk sekedar masuk dan berlindung sebentar dari kencangnya angin di luar, kita diharuskan membayar.  Ketika sedang makan di warung, masing-masing mulai mengeluh dan curhat: "... ngapain kita ke sini emang ada apa sih di atas sana, nyiksa diri aja, mending gw dirumah main ama anak gw... ".  Adalagi "... gw udah mikirin kamar mandi dikamar gw yang hangat, gw pingin keramas, pasir udah masuk mata, hidung, rambut ampe selangkangan gw juga penuh pasir nih kayaknya... ". Yang lain lagi, "...kalau cuma mau lihat matahari terbit, dari kamar gw juga tiap hari lihat kok... ". Yang terakhir, "gw ikut karena takut di ceng-in aja ama kalian, kalau tau tersiksa gini mending gw ga ikut... ". 

Sehabis makan saya melanjutkan mendaki ke atas meninggalkan mereka yang mulai berembuk untuk bayar ke pemilik warung agar bisa dibiarkan berisitirahat dalam warung. Seingat saya, ketika berhasil tiba di tingkat ke-8.6  pada pukul 12 malam, saya bertemu dengan rombongan kami yang lain yang ternyata sedang bergerilya mencari penginapan yang masih buka dan punya tempat. Saya yang sebenarnya juga sudah sangat kelelahan dan kedinginan setuju saja bergabung untuk istirahat. Si pemilik penginapan meminta 5000 yen per orang untuk bisa beristirahat hanya sampai pukul 4 pagi. Kami yang memang sudah kedinginan, tanpa pikir panjang mengiyakan. Sewa penginapan termahal yang diantara kami pernah di singgahi. Tempat yang disediakan pun seadanya, kami tidur berdempet-dempetan. Tapi mungkin karena saking capeknya, saya akhirnya bisa tertidur juga. 

Tepat pukul 4 pagi kami semua dibangunkan. Walau istirahat hanya sebentar, saya merasa lebih segar. Di luar angin semakin kencang dan hujan mulai turun. Matahari terbit hanya terlihat sekilas karena tertutup awan mendung. Kami melanjutkan untuk mendaki ke puncak yang 'hanya' tinggal sekitar 600 meter lagi. Tapi beberapa di antara kami tidak lanjut mendaki dan memutuskan untuk turun gunung. Pendakian ke puncak semakin sulit karena angin dingin yang kencang ditambah kali ini disertai hujan. Jalan menuju ke puncak pun semakin sempit dan terjal. Tapi ternyata justru semakin ramai hingga kita mesti harus berhenti karena antri menuju puncak. Angin dan hujan yang semakin deras di puncak membuat para Ranger atau petugas di atas gunung dengan pengeras suara menganjurkan untuk tidak melanjutkan pendakian ke puncak. Tapi mereka kan teriak-teriaknya pake bahasa Jepang, mana saya tahu, saya hajar saja terus naik ke puncak. Saya tahunya ketika turun gunung diberitahu oleh kawan yang mengerti bahasa Jepang. Ketika mendaki ditengah badai saya mulai berpikir untuk berbalik turun saja, capek tiba di atas sudah mikirin lagi capek turunnya. Tapi di belakang saya seorang kakek yang tetap semangat tertatih-tatih mendaki apalagi di jalan mendaki menuju ke atas melihat anak kecil yang sudah berjalan turun dari puncak. Masak saya kalah semangat oleh kakek dan anak kecil itu? Tapi cara berpikir bodoh yang tidak mau kalah itu berbahaya saudara-saudara, saya rasanya hampir mati setiba dipuncak. Di puncak juga tidak bisa lihat apa-apa karena badai dan jarak pandang yang terbatas. Saya tiba dipuncak sekitar pukul 7 pagi dan hanya numpang sebentar di dalam shrine untuk bernaung dari hujan deras dan angin kencang. Membayangkan jalan turunnya lagi saya sudah lemas. 



Tidak mau berlama-lama, akhirnya saya memulai jalan turun dari puncak. Setidaknya jalan turun membutuhkan lebih sedikit tenaga dibandingkan ketika mendaki. Setelah sekitar sejam lebih menembus badai disepanjang jalan dari puncak, akhirnya berhasil mencapai tingkat ke-8 dan di situ bertemu beberapa teman yang juga sedang berjalan turun gunung. Perlu diketahui bahwa jalur mendaki dan turunnya itu berbeda. Mengambil jalur yang sama juga tidak apa-apa, tetapi capeknya beda. Dan perhatikan petunjuk arah turun, karena kalau salah jalur bisa turun menuju ke Shizuoka atau ke sisi lain Gunung Fuji. Dari tingkat ke-8, jalur penurunan yang akan kami lalui mempunyai sekitar tiga puluhan jalur zig-zag. Jalannya berpasir dan sedikit becek setelah hujan. Tanah berpasir yang tidak rata jika tidak berhati-hati bisa terjatuh. Berjalan turun saya sudah uring-uringan, kaki doang yang punya tenaga berjalan terseok-seok. Jari-jari kaki rasanya pegal bukan main. Ikatan tali sepatu copot saja saya sudah tidak sanggup benerin. Pukul 12 siang akhirnya tiba juga di Kawaguchiko tingkat ke-5. Bertemu teman-teman yang sudah tiba duluan dan satu per satu teman yang lain juga akhirnya tiba, semuanya berkesimpulan, tidak akan lagi mendaki Gunung Fuji atau bahkan Gunung-gunung yang lain.

Orang yang pernah ke Jepang tetapi belum pernah mendaki Gunung Fuji adalah orang bodoh. Orang yang mendaki Gunung Fuji lebih dari sekali adalah orang yang lebih bodoh lagi.


Salam,
Takbir