Thursday, January 27, 2011

Wajah-wajah Iran

Salah satu yang menarik ketika mengunjungi tempat asing yang baru, adalah secara langsung kita bisa menyaksikan adanya transisi ras manusia disuatu tempat dari tempat-tempat sekitarnya. Menurut pengamatan saya, wajah Iran adalah transisi dari wajah Pakistan-Afghan ke wajah Turki dengan campuran wajah Arab.

Arul dan tipikal remaja Iran di Gerbang Alqur’an, Shiraz

Pasangan muda-mudi mojok dengan latar pemandangan kota malam hari, Shiraz

Agha Hamid dan bayinya Miriam di Karimkhan Zand, Shiraz

Pria Wajib Militer berpose di sebuah kedai jus, Shiraz

Mojok di atas bukit memandangi reruntuhan Istana, Persepolis

Dingin-dingin goes goes, Yazd

Bapak penjaga kuil Zoroaster di Chak-chak, Yazd

Anak-anak sekolah dasar di atas bus minta di potret, Yazd

Anak-anak pulang sekolah, disebuah jalan di Yazd

Gadis sekolah menengah yang menyapa kami, Esfahan

Lompatan tertinggi di Naqsh-e Jahan, Esfahan



Wassalam,

Takbir

Iran Trip - Tehran


Dari itineray awal, sebenarnya setelah Esfahan saya akan menuju Kashan, dari situ ingin mengunjungi desa kuno Abyaneh. Desa yang berumur ribuan tahun, yang terletak dipegunungan dan bangunannya dari tanah liat. Tetapi waktu di Yazd, saya telah mengunjungi Kharanaq. Saya pikir desanya sama aja, cuma bedanya, di Abyaneh masih ada penghuninya. Tujuan awal kedua, kota Qom, kota pusat pembelajaran dan kota tempat berkedudukan ulama Shiah di Iran. Di Qom, juga terdapat makam Fatimeh Masumeh, saudari dari Imam ke-12 Shiah, Imam Reza, yang banyak dikunjungi peziarah Shiah. Rencana ini juga saya batalkan, karena, pertama saya bukan pengikut Shiah dan kedua, saya mulai terbiasa melihat bangunan mesjid di Iran dengan dekorasi biru mudanya. Jadi, sudah tidak ada yang menarik lagi. Akhirnya saya putuskan langsung saja menuju Tehran. Dari Esfahan kami menumpang bus yang sangat nyaman dengan biaya IR 75 ribu. Perjalanan Esfahan ke Tehran sekitar 5 jam.

Tiba di Tehran, sesuai anjuran si Arul, kami menuju ke kantor kedutaan Indonesia untuk melapor diri. Di sini saya diterima oleh petugas KBRI, pak Agus yang sangat ramah. Setelah didaftar oleh pak Agus, Arul mengantar saya untuk mencari hotel. Esoknya saya balik lagi ke kantor KBRI untuk sholat jumat, sekalian bertemu dengan orang-orang Indonesia yang ada di tehran. Ga banyak yang datang, cuma sekitar 20 orang. Selama di Tehran saya menginap di Hotel Iran central. Single room IR 320 ribu. Hotelnya bersih, tidak berisik dan stafnya ramah. Lokasinya lumayan strategis, sesuai namanya, central, dekat buat ke mana-mana untuk ukuran kota besar seperti Tehran.

Dari Tehran, saya berencana dan sangat ingin mengunjungi dan melihat kastil alamut, kastil kaum hasyhashin atau yang merupakan asal kata Assasin dalam bahasa Inggris. Sebuah kelompok pembunuh bayaran yang didirikan oleh Hasan-e Sabbah seorang penganut Shiah sekte Ismaili. Kelompok ini dikatakan sebagai pelaku pembunuhan tokoh-tokoh penting di masa itu. Mereka hanya mengincar dan membunuh tokoh kerajaan, politik, dan pengusaha sesuai pesanan. Kaum Hasyhashin ini kemudian ditumpas oleh bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, kakaknya Kubilai Khan. Kastil alamut berlokasi diatas bukit, berjarak sekitar 65 KM dari kota Qazvin. Kota Qazvin sendiri berjarak 2 jam perjalanan bus dari Tehran. Pagi-pagi pukul 09.00, berangkat dari Tehran menuju Qazvin. Ketika berangkat, di Tehran mulai turun hujan dan cuaca sangat dingin. Ongkos bus ke Qazvin IR 25 ribu. Setiba di Qazvin, teman mencoba mengkontak agen taksi yang bisa mengantar kami ke alamut, tetapi ternyata jalan menuju ke sana sedang tidak bisa dilalui karena tertutup salju. Setelah mencoba bertanya pada supir taksi di jalanan dan mendapat jawaban yang sama, akhirnya dengan kecewa rencana ke kastil alamut batal. Kamipun terdampar di toko kue, membeli coklat dan selai anggur khas Iran buat oleh-oleh pas pulang ntar. Dari situ kamipun balik ke terminal dan kembali menuju Tehran. Cuaca di luar memang sangat dingin sekali. Waktunya memang ga cocok buat trekking ke daerah perbukitan.

Esoknya saya menuju ke komplek Golestan Palace. Komplek Istana musim panas Shah terakhir Iran sebelum digulingkan lewat revolusi Islam pada tahun 1979. Tempatnya berada di utara Tehran, dan hari ini, turun salju yang sangat tebal di Tehran, serasa berada di Rusia. Di dalam komplek Golestan Palace terdapat sangat banyak museum dan Istana. Setiap bangunan yang kita masuki mesti bayar tiket antara IR 3000-5000. Kami memasuki Istana Putih atau Mellat palace yang merupakan kediaman musim panas sang Shah. Ukurannya tidak besar untuk level seorang raja menurut saya. Yang menarik dari Istana ini adalah, semua hiasan dinding, furniture, patung-patung kecil, gantungan lampu, lukisan, karpet, mempunyai nilai seni yang sangat tinggi dan tentunya sangat mahal dan berharga. Dibuat oleh seniman-seniman dari Eropa dan Iran. Saya tertarik dengan ukuran karpet yang bisa menutupi lapangan bulutangkis, yang pada jaman dulu tentunya masih dibuat dengan cara tradisional. Tapi secara garis besar, ruangan-ruangan dan dekorasinya mungkin seperti dengan Istana-istana presiden masa kini.

Masih dalam komplek, kami menuju ke Green Palace. Lokasi bangunan dan museum dalam komplek, berada di lereng-lereng bukit, sehingga untuk menuju ke lokasi yang lain, mesti berjalan menanjak yang lumayan melelahkan juga. Ditambah cuaca yang sangat dingin. Green Palace awalnya dibangun oleh seorang yang bernama Alikhan, bangunan yang tidak selesai tersebut kemudian dibeli oleh Shah Reza Pahlevi. Pengerjaannya diselesaikan oleh kumpulan arsitek dan seniman Iran selama 7 tahun. Yang paling menarik dari Istana ini adalah Mirror Hall atau ruangan cermin. Dimana dinding dan langit-langit didekorasi dengan cermin-cermin kecil. Para seniman menyelesaikan ruangan ini selama 4 tahun. Kamera sebenarnya tidak dibolehkan di Istana ini, tetapi penjaganya membolehkan kami mengambil 1-2 gambar. Seperti di Istana Putih, furniture dan hiasan interior Istana ini sebagian besar didatangkan dari eropa.

Di dalam komplek ini terdapat museum seni kontemporer, museum militer, museum sejarah, museum 12 Imam. Kami memasuki museum Omidvar bersaudara. Saya juga baru tahu tentang dua saudara petualang Iran ini. Mereka memulai petualangan tahun 1961 dan mengelilingi dunia lewat darat selama 10 tahun. Itinerary mereka melalui 99 negara, termasuk arctic dan antartika. Mereka juga mengunjungi Indonesia untuk kemudian menyeberang ke Australia. Mereka mencapai benua Amerika melalui selat Bering, masuk lewat Alaska. Jalur yang digunakan oleh nenek moyang para suku Indian dan suku-suku di Amerika Selatan, yang sangat mungkin berasal dari Asia. Pernah nonton film dokumenter yang membahas tentang hal ini, di mana terdapat banyak kemiripan antara orang-orang di daerah Siberia, eskimo dan orang-orang Indian yang merupakan penghuni asli Benua Amerika sebelum dibanjiri oleh kedatangan orang kulit putih Eropa. Di dalam museum Omidvar ini dipajang foto-foto hasil petualangan dua saudara ini. Banyak foto-foto tentang suku-suku primitif di Amerika Selatan dan Afrika. Ada foto suku primitif di Afrika yang memanggang monyet kecil sebagai santapan mereka, berburu gajah afrika, berburu tapir di Amazon. Mereka menghabiskan rata-rata 6 bulan bersama suku-suku primitif tersebut untuk mempelajari kebiasaan dan budaya mereka dan kemudian mendokumentasikannya. Untuk bisa diterima oleh suku-suku primitif tersebut, mereka membawa hadiah-hadiah berupa kain atau barang yang berwarna-warni, mengingat suku-suku tersebut rata-rata cuma tau warna putih, merah, dan hitam. Trik yang cerdik. Foto mereka yang paling menarik juga bagi saya adalah foto patung Budha raksasa di lembah Bamiyan Afghanistan, foto yang sangat berharga tentunya, mengingat patung itu sekarang sudah dihancurkan total oleh pasukan Taliban pada tahun 2001 yang lalu. Perjalanan mereka diakhiri dengan melaksanakan Haji di Makkah. Kedatangan mereka juga disambut oleh raja Saudi waktu itu. Membayangkan kesulitan dan lama waktu perjalanan mereka, perjalanan 15 hari saya di ‘hanya’ beberapa kota di Iran, tidak ada apa-apanya. Mereka layak mendapat bintang penghargaan tertinggi buat para musafir.


Wassalam,

Takbir

Iran Trip - Isfahan

Perjalanan dari Yazd menuju Isfahan sekitar 4-5 jam dengan bus. Tiket bus IR 60 ribu. Jaringan bus di Iran sangat bagus didukung dengan jalanan beraspal yang lebar, mulus, dan lurus. Serasa naik pesawat. Untuk akomodasi di Isfahan kami menginap di Hotel Totia. Hotel yang bagus untuk harga 25 USD (double). Hotel pertama dari dua sebelumnya yang benar-benar serasa seperti di hotel. Sangat rekomended buat pelancong yang mampir di Isfahan.

Tujuan utama ke Isfahan adalah mengunjungi Imam square, Masjed Jameh, dan jembatan si-o-se atau 33 tiang. Dari hotel kami menuju komplek imam Square, sekali naik dengan sharing taksi yang umum di Iran. Mereka nyebutnya mustaqim. Tempat pertama yang kami singgahi adalah Chehel Shotun Palace. Istana dengan 40 tiang, padahal ga sampai 40, Cuma 20 tiang. Tapi cerminannya dikolam yang ada didepannya menjadikannya berjumlah 40. Istana ini dibangun oleh Shah Abbas I dari dinasti Safavid. Isfahan menjadi ibukota pemerintahan di masa dinasti Safavid. Istana ini digunakan untuk acara-acara resmi kerajaan dan untuk menerima tamu raja. Di dinding dalam ruangan Istana ini, terdapat lukisan dinding yang menceritakan perang antara kerajaaan Persia Safavid dengan pasukan dari India dan peperangan dengan kekaisaran Ottoman Turki. Selain itu ada juga lukisan dinding tentang raja yang sedang menerima tamunya.


Tidak jauh dari situ kami berjalan menuju alun-alun Naqsh-e jahan atau Imam square. Alun-alun yang luas sekali. Alun-alun Naqsh-e Jahan ini merupakan karya dan peninggalan dimasa kejayaan dinasti Safavid. Di dalam kompleks alun-alun ini pulalah berlokasi Istana Ali Qapu atau gerbang Ali, yang dinamai sesuai pahlawan dan idola Shah Abbas I yang Shiah, tempat tinggal sang raja. Saya tidak masuk ke Istana ini, karena dari luar saya liat sedang diperbaiki, dan hampir mirip dengan Chehel Shotun yang baru saja kami kunjungi. Bangunan-bangunan yang mengelilingi alun-alun ini sekarang digunakan sebagai toko jualan suvenir. Awal dibangunnya dulu, memang difungsikan sebagai pasar. Masih di dalam kompleks alun-alun, kami memasuki masjid Imam. Salah satu masjid terindah di dunia. Dengan dekorasi biru muda khas Iran, pada kubah dan langit-langit mesjid. Ditengah-tengah mesjid terdapat kolam yang digunakan untuk jamaah berwudhu. Di bawah kubah utama, terdapat satu titik dimana jika kita berbicara, maka suara kita akan terdengar bergema beberapa kali. Ada yang bilang 7 kali ada juga yang menyebutnya 12 kali. Didesain agar suara sang pengkhutbah didengar oleh semua jamaah yang ada di dalam Mesjid.




Keluar dari komplek alun-alun Naqsh-e jahan, kami berjalan menuju sebuah taman yang didalam terdapat Istana bagi para selir sang raja. Istana kecil ini bernama Hasht Behesht, yang artinya Istana delapan surga. Kebayang deh sang raja kalau ke sini, bisa melayang terbuai hingga surga ke-tujuh, eh surga ke-delapan, sesuai nama tempatnya. Daku cuma berkhayal sambil mendendangkan lagu ‘Andai ku jadi raja’ (Riff).

Setelah makan siang dan Istirahat, sorenya kami menuju jembatan si-o-seh pol. Tapi sebelumnya kami menuju Vank Chatedral, gereja umat kristen Armenia yang mengungsi dan meminta perlindungan pada shah Persia. Daerah sekitar gereja ini juga dikenal sebagai kawasan Armenia. Didepan pintu masuk gereja ada patung, Arcbishop Khachatour Khesaratsi, si pendiri bangunan gereja yang pertama. Interior gereja adalah kombinasi interior persia dan gambar (lukisan) dinding cerita khas agama kristen. Yang sedikit aneh dari gereja ini adalah, jam besar dipintu masuk. Tulisannya Bangkok. Masih bingung dengan asal muasal jam Bangkok ini.


Dari sini kami berjalan menuju taman tepi sungai, di mana jembatan ini juga berada. Di sungai, sangat banyak burung bangau dan angsa. Kadang mereka terbang bergerombol, pemandangan yang menarik ditengah langit sore yang bersih. Memotret jembatan saat menjelang malam sangat menarik, karena bayangan lampu dijembatan dipantulkan dengan sempurna oleh sungai. Sambil berjalan pulang menuju hotel kami menyeberangi jembatan ini yang cuma boleh digunakan oleh pejalan kaki.


Wassalam,

Takbir

Agama Terakhir


Perjalanan ke Iran ini, secara langsung saya jadi lebih mengenal dan tertarik mencari tahu tentang agama bangsa Persia sebelum Islam, yaitu Zoroaster. Dan secara tidak langsung membandingkannya dengan agama yang saya anut, Islam.


Pendeta Zoroaster disebut Magi sehingga kadang pengikut Zoroaster disebut juga Magism. Dijamannya Nabi Muhammad SAW, orang Arab menyebutnya Majusi. Seperti yang disebutkan juga dalam Al Qur’an. Ajaran Zoroaster tergambar dalam symbol agama mereka yang disebut Fravahar. Bentangan sayap yang terdiri dari 3 baris, bermakna bahwa seseorang harus terbang ke arah yang lebih tinggi dengan berlandaskan pada: perkataan yang baik, pikiran/niat yang baik, dan perbuatan yang baik. Ajaran Zoroaster berprinsip dualisme, yang jahat dan yang baik. Pikiran yang bersih melawan pikiran yang kotor. Ucapan dan perbuatan yang baik melawan ucapan dan perbuatan yang buruk. Dalam beribadah mereka harus berorientasi pada cahaya. Dan pada jaman dahulu satu-satunya sumber cahaya yang bisa mereka jaga secara terus menerus adalah Api. Para Zoroastrian beribadah dengan berkumpul disekitar api sambil membaca kitab suci mereka yang disebut Avesta. Trus bagaimana dengan para penganut Zoroaster masa kini jika ingin beribadah di rumah? Mereka akan menyalakan lilin atau bohlam, yang penting tetap berorientasi pada sumber cahaya. Teringat kisah Nabi Ibrahim as mencari Tuhan yang diceritakan dalam Al Qur’an. Ketika dia melihat Matahari dengan cahayanya yang sangat terang, Ibrahim as mengatakan bahwa inilah Tuhanku. Tetapi ketika matahari terbenam, dia kemudian mengatakan bahwa Tuhan tidak mungkin menghilang. Kemudian dia melihat bulan dengan cahayanya yang menerangi malam, ini dia Tuhanku, pikir Ibrahim as. Tetapi bulan juga ikut terbenam. Kemudian Ibrahim as berkesimpulan bahwa Tuhan yang dia mesti sembah adalah Tuhan yang menciptakan keduanya, matahari dan bulan, yang menciptakan dunia dan segala isinya, sumber dari segala sumber cahaya.

Sebelum Tuhan memutuskan untuk menurunkan agama yang terakhir (Islam), saya berpikir bahwa Dia juga memberi kesempatan sebelumnya kepada seluruh umat manusia untuk mencoba mencari sendiri siapa Tuhan mereka, bagaimana cara mereka menyembah, mengatur ajaran moral dan tata kehidupan mereka, berdasarkan pada akal pikiran dan hati nurani yang telah dianugrahkan oleh Tuhan kepada manusia. Karena pada dasarnya, tanpa ajaran agama juga, manusia sudah memiliki modal dasar sifat baik dan kasih sayang antar sesama yang pada saat bersamaan juga terdapat sifat tamak, rakus, dan sifat buruk lainnya. Agama-agama yang lahir lebih awal, seperti Zoroaster, Hindu, dan Budha, melandaskan ajaran mereka dan bersumber pada sifat-sifat yang baik yang sudah ada pada diri manusia. Mengajarkan kebijaksanaan dalam bertingkah laku terhadap sesama dan lingkungan alam sekitar. Tetapi akal pikiran manusia itu ada batasnya, ketika ajaran ini terbentur dengan pertanyaan bagaimana cara menyembah Tuhan, bagaimana wujud Tuhan, dan yang lebih penting lagi apa yang akan terjadi pada diri kita setelah mati, maka semua agama tersebut akan memberikan interpretasi yang berbeda-beda sesuai dengan ajaran dan interpretasi (kemampuan akal) pemimpin agama mereka. Di Al Qur’an sering disebutkan, bahwa mereka menyembah sesuai dengan prasangka-prasangka mereka belaka tanpa melalui sebuah keterangan yang nyata.
"Gar nahan guiy ayan an gah bavad, gar ayan guiy nahan an gah bavad
Gar beham juiy chu bichun ast uw, an gah az har dou birun ast uw"

"Kalau engkau mengatakan bahwa Dia itu tersembunyi, maka Dia sesungguhnya mahanyata
Kalau engkau katakan bahwa Dia itu nyata, sesungguhnya Dia mahagaib
Tapi bila engkau cari Dia diantara keduanya, Diapun tiada dalam keduanya, karena tiada yang menyerupai-Nya" 
Syair Atthar, (dicatut dari buku Pelangi di Persia, karya Dina S. Soleiman, hal. 57)


Para penganut Zoroaster ketika meninggal, mayat mereka tidak dikuburkan, karena mereka menganggap mayat yang membusuk akan mengotori tanah. Tidak ditenggelamkan karena akan mengotori air. Tidak pula dibakar karena akan mengotori kesucian api. Jadi mereka akan membawa mayat yang meninggal ke atas bukit. Dan mendirikan menara untuk meletakkan mayat-mayat tersebut untuk disantap oleh burung pemakan bangkai. Para pemeluk agama budha tibet malah dengan sengaja mencincang mayat untuk diserahkan dan disantap oleh burung pemakan bangkai. Menara tersebut biasanya ada dua, menara untuk meletakkan jenazah laki-laki dewasa dipisahkan dengan jenazah wanita dan anak-anak. Menara tersebut di kenal sebagai Menara Kesunyian, Tower of Silence. Orang Iran menyebutnya Dakhmeh. Di puncak menara digali sebuah lubang yang cukup dalam untuk meletakkan mayat. Ketika si penjaga menara meletakkan jenazah di dalam lubang di atas menara, dia kemudian mengamati burung-burung pemakan bangkai menyantap mayat tersebut. Jika yang disantap oleh si burung adalah bola mata kanan si jenazah, maka arwah jenazah tersebut dikatakan masuk surga, tetapi jika yang disantap duluan adalah bola mata kirinya, maka si penjaga menara akan memberitahukan kepada keluarga yang ditinggalkan agar menyediakan makanan bagi para orang miskin dan minta didoakan supaya si arwah bisa dihindarkan dari siksa neraka. Kini praktik tersebut sudah dilarang oleh Departemen Kesehatan Iran, karena sisa-sisa mayat bisa menyebarkan wabah penyakit. Jenazah penganut Zoroaster yang meninggal, agar tetap tidak mengotori tanah, sesuai ajaran Zoroaster, kemudian dihancurkan dengan cairan asam. Pemakaman zoroaster mirip dengan pemakaman biasa, hanya saja di dalamnya tidak ada jenazah, cuma tumpukan batu dan ditandai dengan nisan. Lain lagi dengan penganut Budha yang mempercayai bahwa setelah mati kita akan ber-reinkarnasi sesuai dengan perbuatan kita semasa di kehidupan yang sekarang. Jika, kita banyak berbuat baik, maka dikehidupan berikutnya kita akan hidup dengan kondisi yang lebih baik dari kehidupan sekarang. Misalnya dikehidupan sekarang kita adalah seorang miskin, maka dikehidupan selanjutnya kita bisa saja menjadi seorang raja. Sebaliknya jika kita banyak berbuat buruk maka dikehidupan selanjutnya kita bisa menjadi binatang. Proses reinkarnasi tersebut terus berulang, dan akan berakhir hingga kita mencapai tingkat kebaikan tertinggi sesuai ajaran Budha.



Beberapa kesamaan atau tepatnya kemiripan ajaran Zoroaster dengan Yahudi, Kristen dan juga Islam antara lain, adanya doktrin tentang kehidupan setelah mati, adanya hari pembalasan, adanya pahala dan penghukuman berdasarkan keadilan, adanya surga, neraka, dan daerah abu-abu tanpa kesenangan dan kesedihan tempat buat orang yang amal timbangannya seimbang buat pencucian jiwa sebelum ditentukan masuk ke surga atau neraka, adanya sosok setan sebagai simbol kejahatan yang berlawanan dengan Tuhan, adanya keyakinan mengenai hari kiamat, dan yang paling menarik bahwa akan datangnya juru selamat. Mengenai kedatangan juru selamat ini, diramalkan oleh para pendeta Magi, waktunya akan tiba ketika seberkas cahaya terang dilangit yang dapat dilihat jelas dengan mata telanjang, terjadi ketika susunan planet-planet berada dalam garis lurus. Oleh karena itu, para pendeta Magi juga sebagai ahli astronomi yang andal di masa itu. Mereka terus menerus mengamati susunan planet dan bintang disebuah kuil khusus, menunggu ramalan itu tiba. Dan dalam kepercayaan umat kristen, berkas cahaya itu terjadi ketika Yesus (nabi Isa as menurut umat Islam) dilahirkan. Berkas cahaya itu terlihat dilangit selama 70 hari. Ketika para pendeta Magi melihat cahaya itu dari arah barat, sesuai dengan tanda-tanda ramalan mereka, kemudian segera mengirim 3 orang pendeta Magi, untuk mengikuti arah cahaya itu. Mereka melakukan perjalanan selama berminggu-minggu ke arah barat yang kemudian menuntun mereka ke arah Jerusalem dan mendapati cahaya itu tepat berada di atas sebuah kandang domba, di mana mereka menemukan Bunda Maria (Siti Maryam) baru saja melahirkan Yesus (Isa as). Cahaya yang kemudian lebih dikenal sebagai Star of Betlehem.


Mundur beberapa abad sebelum kelahiran Yesus kristus. Ketika kerajaan Yahudi di Jerussalem ditaklukkan oleh kerajaan Babilonia dan semua rakyatnya dipaksa pindah ke daerah Mesopotamia, pusat kekuasaan Babilonia dan dijadikan budak. Dan menurut sejarah di masa itu pulalah kitab Taurat umat Yahudi mulai dituliskan dan disusun dalam sebuah kitab. Masa dimana mereka hidup terkungkung, terbelenggu oleh penguasa yang tidak menyukai dan memperbudak mereka. Hingga akhirnya Babilonia ditaklukkan oleh raja Persia yang pertama dan pendiri dinasti Achaemanid, Cyrus the great. Cyrus yang sangat menghargai kebebasan memeluk agama, di anggap sebagai pembebas umat Yahudi. Cyrus bahkan membolehkan umat Yahudi kembali ke Jerusalem dan membangun kembali kuil Sulaeman yang dihancurkan dan dijarah oleh bangsa Babilonia yang berkuasa sebelumnya. Tidak heran jika, di dalam kitab taurat atau perjanjian lama, Cyrus disebutkan juga sebagai messiah atau penyelamat yang dikirim Tuhan buat umat Yahudi yang tertindas di Babilonia. Sang Raja Persia adalah bukti nyata penyelamatan Tuhan yang maha pengasih, yang akhirnya memaafkan hambanya, mengakhiri penderitaan mereka dalam pengasingan, dan membebaskan mereka dari sungai Babilonia untuk melakukan perjalanan panjang kembali ke Zion. Tapi, bukan itu saja. Cyrus yang menurut umat Yahudi sang pelayan Yahweh, telah dikirim untuk “menegakkan keadilan bagi bangsa mereka … Dia tidak akan gagal … sebelum dia berhasil menegakkan keadilan dimuka bumi”. Ada juga warga Iran, yang saat ini adalah mayoritas muslim, berpendapat bahwa Cyrus adalah tokoh yang sama yang digambarkan dalam Al Qur’an sebagai Nabi Zulkarnaen yang memerangi Ya’juj dan Ma’juj. Dari sini bisa kita lihat bahwa sebenarnya Yahudi dan Persia punya ikatan sejarah yang sangat dekat. Tapi ironisnya sekarang ini, Israel, negara Yahudi modern, dan Iran sebagai keturunan bangsa Persia, adalah dua musuh bebuyutan yang paling panas saat ini, saling memusuhi dan berseteru, saling mengarahkan persenjataan mereka ke arah satu sama lain.


Agama Islam diturunkan ketika tingkat kemampuan berpikir manusia, oleh Tuhan yang maha mengetahui diputuskan sudah cukup matang, mampu menangkap pesan-pesan dan ajaran yang diturunkan melalui rasulnya yang terakhir, Muhammad saw. Melalui rasul-Nya, Allah mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui manusia dan yang tidak mampu dijangkau oleh nalar manusia, terutama tentang apa yang terjadi setelah kita mati, hingga akhir jaman sekalipun. Itulah sebabnya, mukjizat dari rasul yang terakhir adalah ‘cuma’ Kitab suci saja. Dalam kitab suci ini Tuhan menjelaskan semua apa yang tidak diketahui. Turunnya agama ini kadang dikatakan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang baik tetapi tidak tahu akan ditempatkan dimana sesudah mati, dan dikatakan sebagai peringatan bagi orang-orang yang suka berbuat buruk, karena ancaman atas perbuatan buruknya kelak adalah neraka. Islam dengan gamblang menjelaskan kehidupan setelah mati. Sesuatu yang sebelumnya manusia tidak mengetahuinya. Karena tidak ada manusia yang hidup lagi setelah mati, sehingga pengetahuan manusia tidak sampai ke sana. Dalam Islam, Tuhan tidak pernah menyebutkan atau menjelaskan wujud-Nya bagaimana, karena sudah tahu akal pikiran yang Dia berikan kepada manusia tidak mampu menangkap wujud-Nya Dia seperti apa. Dia cuma menyebutkan sifat-sifatNya agar kita, manusia, bisa tahu, bagaimana cara Dia menetapkan dan memutuskan sesuatu. Mengajarkan kita, bahwa fisik bukan hal yang paling penting, tetapi karakter dan sifat yang perlu kita perbaiki terus menerus. Dikatakan bahwa Tuhan telah lebih dulu menciptakan surga dan neraka, menetapkan aturan siapa-siapa saja yang akan menghuni kedua tempat tersebut, sebelum menciptakan manusia. Manusia diberi modal akal pikiran dan hati nurani serta kesempatan hingga batas waktu yang ditentukan, untuk berbuat terserah apa saja yang dia mau, dengan konsekuensi yang mesti mereka terima, sesuai amal perbuatan selama hidup di dunia, setelah mati nanti. Seandainya semua manusia dibumi beriman dan bertaqwa kepada-Nya, maka tidak ada yang berubah terhadap status-Nya. Dia tetaplah Tuhan penguasa semesta alam. Kemuliaan-Nya, Kebesaran-Nya tidak bertambah, karena Dia memang sudah Mahamulia, Mahabesar. Sebaliknya, seandainya semua manusia dan makhluk yang ada di dunia durhaka kepada-Nya, maka hal itupun tidak mengurangi kemuliaan-Nya, karena Dia tidak butuh apa-apa dari makhluk yang diciptakan-Nya. Apalagi sampai turun ke bumi untuk menebus dosa-dosa manusia. Sungguh ide yang sangat merendahkan posisi-Nya sebagai Tuhan yang maha Agung. Dia yang Maha Kuasa, cukup membinasakan umat yang sudah keterlaluan berbuat dosa dan kemudian Dia ganti dengan umat yang mau beriman kepada-Nya, seperti yang telah Dia contohkan pada umat-umat sebelumnya yang diceritakan dalam kitab suci. Dia yang maha Pengasih sangat menghargai setiap perbuatan baik yang dilakukan manusia, sesuai dengan tuntunan yang diajarkan melalui nabi-Nya, yang semata-mata ditujukan untuk mencari keridhaan-Nya. Dia yang maha Penyayang selalu bersedia menghapus segala dosa dan menerima tobat setiap makhluk-Nya. Surga-Nya sangat luas, mampu menampung seluruh manusia dari awal hingga akhir jaman.
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui" (2:256).

[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.


Wassalam,

Takbir

Iran Trip - Yazd


Kami tiba di Yazd sekitar pukul 22.30 malam, 6 jam perjalanan dari Shiraz. Di Yazd kami telah memesan kamar untuk 3 malam. Hotel Silk Road. Hotel yang populer sebagai tempat berkumpulnya backpacker yang traveling melewati Yazd. Dan kebetulan si Arul kenal dan berteman baik dengan si pemilik Hotel, yang bernama Ali. Orang yang sangat ramah, dan staf-stafnya juga ramah dan sangat membantu. Rate kamar 20 USD (single)/ 40 USD (Double). Ada juga tipe dormitory untuk 6 orang (5 USD atau 8 USD dengan sarapan). Yang terkenal dari hotel ini juga adalah masakannya. Rekomended banget lah, harganya emang lumayan sekitar 45-60 ribu riyal, tapi patut dicoba, terutama masakan daging unta yang dicampur dengan kentang. Apalagi pake saos Indofood.

Hari pertama di Yazd, kami berkeliling kota Yazd. Kali ini ikut bersama kami adalah 3 mahasiswa/i asal china yang kuliah di Singapura. Saya dan Arul menyebut mereka trio kwek-kwek. Kami keliling kota bermodalkan peta kota Yazd yang diberikan Ali si pemilik hotel dan peta yang ada di buku LP edisi Iran cetakan tahun 2008. Oiya, buku LP ini masih valid mengenai alamat dan nomer telepon hotel, money changer, dan beberapa tarif masuk museum atau tempat wisata. Cuma untuk tarif hotel, sudah lebih tinggi dari yang disebutin di buku. Keliling kota Yazd, bermodalkan peta dan si Arul yang bisa bahasa farsi, kami cukup naik bis kota dengan biaya 500 riyal sekali naik. Tujuan pertama kami adalah Kuil Zoroaster atau dikenal dengan sebutan Atashkadeh. Kuil ini dibangun pada 1934 oleh perkumpulan jamaah Zoroaster India. Di dalamnya terdapat api yang terus menerus dijaga agar tidak padam. Didalam nya juga terdapat gambar Zoroaster sang pembawa pesan. Zoroaster atau Zarathustra atau Zardhust dilahirkan di daerah Iran yang bernama Urumiyeh dan wafat disuatu tempat di wilayah Afghanistan sekarang, yang dulu adalah termasuk wilayah kekuasaan Persia.


Tempat kedua yang kami datangi adalah Amir Chaqmak kompleks. Sebuah alun-alun dengan sebuah bangunan arsitektur khas Persia. Dekorasi dinding yang didominasi biru muda dan dua buah menara. Tempat yang bagus buat berfoto. Di seberang jalan ada museum air kota Yazd. Museum air? Emangnya apa yang menarik? Setelah masuk (tiket IR 10 ribu), baru kita ngerti, bagaimana kota Yazd yang terletak ditengah gurun bisa memenuhi kebutuhan airnya. Dari ribuan tahun lalu hingga kini, Yazd sangat bergantung pada sumber air tanah dari gunung-gunung batu sekitar Yazd. Untuk mengalirkannya ke kota, mereka menggali terowongan bawah tanah dari gunung hingga ke kota. Di setiap beberapa KM mereka menggali sumur sebagai tempat turun ke terowongan. Sumur-sumur tersebut mereka sebut Qanat. Para pekerja qanat masih menggunakan peralatan yang sederhana tetapi efektif untuk menggali lubang dan menjaga agar aliran air tidak tersumbat hingga ke kota. Para pekerja tersebut lebih memilih menggunakan pakaian serba putih, padahal mesti berkotor-kotor di bawah tanah, dengan maksud, jika mereka mati tertimbun didalam tanah, mereka sudah mengenakan pakaian serba putih. Tidak disebutkan berapa upah yang mereka dapatkan, cuma disebutkan bahwa mereka digaji dengan nilai yang baik.


Dari museum air ini saya balik ke Hotel untuk makan siang dan istirahat, yang lain kemudian melanjutkan keliling ke sebuah bangunan sekolah yang konon dulunya dibangun oleh Alexander of Macedonia dan digunakan sebagai penjara. Mereka juga mengunjungi museum koin dan masjed-e jameh.

Hari kedua di Yazd, kami mengikuti tour ke Chak-chak, salah satu tempat suci penganut Zoroaster. Jaraknya sekitar 65 KM diluar kota Yazd. Yang ikut lumayan banyak, sekitar 11 orang. Dengan biaya 28 USD per orang. Berangkat dari hotel sekitar pkl 08.30, sekitar setengah jam kemudian, tempat pertama yang kami singgahi adalah Istana Meybood. Istana dari tanah liat yang berumur ribuan tahun. Tidak jauh dari Istana Meybood kami mampir di sebuah tempat penyimpanan es. Bangunannya berkubah besar, ditengah-tengahnya ruangan besar yang digali. Ruangan ini kedap udara agar menjaga es didalamnya bisa bertahan lama. Ketika musim dingin tiba, mereka memotong balok-balok es dan memasukkan dan menumpuknya ke dalam ruangan tersebut. Cadangan es tersebut digunakan untuk menyuplay kebutuhan caravansery atau tempat penginapan para pedagang dan pelintas pada masa lampau. Di seberang jalan dari tempat penyimpanan es ini, ada sebuah bangunan bekas penginapan yang sekarang digunakan sebagai tempat untuk berjualan suvenir. Di sini kami juga diperlihatkan cara tradisional membuat atau menenun karpet Persia yang terkenal itu. Dari sini, kami mampir disebuah bangunan besar yang digunakan sebagai sarang burung merpati. Nama tempatnya ya, pigeon tower. Dinding bangunan 3 lantai ditata sebagai sarang burung merpati. Sangat unik, karena baru pertama kali saya melihat yang seperti ini. Burung merpati ini dulunya digunakan sebagai pengantar surat dan juga untuk dimakan dagingnya.



Sekitar 45 menit perjalanan melalui pegunungan dan gurun Iran tengah yang spektakuler kami menuju Chak-chak. Jalan raya ditempat yang terpencil sekalipun sangat mulus dan rata. Ketika invasi muslim arab ke persia yang kemudian menghancurkan dinasti Sassanid, salah satu putri Persia yang bernama Nikbanu, melarikan diri bersama pengawalnya ke area ini. Tetapi mereka terus dikejar oleh pasukan Arab, hingga akhirnya terdesak di perbukitan batu ini. Semua pengawalnya mati, sang putri kemudian lari naik ke atas bukit dan bersembunyi disebuah gua. Konon katanya dia menghilang dan tidak ditemukan oleh pasukan pengejarnya. Ditempat dia menghilang tersebut kemudian didapati sumber air yang terus menetes, dan ketika menyentuh lantai berbunyi “chak chak”. Hingga akhirnya dinamailah tempat itu Chak-chak. Tapi menurut saya, sang putri tidak mungkin menghilang begitu saja, bisa saja dia berhasil ditangkap oleh pasukan pengejarnya dan kemudian disembunyikan. Lalu disebarlah berita bahwa sang putri menghilang dan tidak berhasil ditemukan. Menurut saya ini paling masuk akal, mengingat waktu itu, seluruh wilayah Persia baru saja jatuh ke tangan Arab muslim, dan untuk mencegah timbulnya pemberontakan terbuka dari rakyat Persia yang masih menganut agama Zoroaster. Kejadian menghilangnya sang putri tersebut tercatat tanggal 14 juni. Jadi pada tanggal yang sama setiap tahunnya, penganut zoroaster berkumpul di Chak-chak untuk beribadah bersama. Info dari guidenya, gurun yang sepi ini, tiba-tiba menjadi sangat ramai pada tanggal tersebut, hingga lalu lintas dari dan menuju Chak-chak akan sangat macet. Untuk mencapai tempat ibadah zoroaster di Chak-chak kita harus menaiki anak tangga dengan kemiringan yang lumayan curam, cukup membuat saya ngos-ngosan dan betis lumayan pegal. Tetapi begitu sampai diatas kita bisa menikmati view pegunungan yang sangat indah. Tahan nafas jika takut ketinggian.



Dari Chak-chak kami menuju sebuah desa kuno yang bernama Kharanaq. Desa yang bangunannya terbuat dari tanah. Para penghuni terakhir di desa ini, oleh pemerintah Iran di relokasi tidak jauh dari lokasi desa yang lama. Karena pemerintah kesulitan untuk bisa memenuhi kebutuhan listrik dan air dilokasi yang lama. Ruangan-ruangan dan menara dirangkaian desa kuno ini masih banyak yang utuh. Tempat yang sangat ideal untuk bermain petak umpet. Tetapi kebayang suasana desa di malam hari, seperti desa hantu. Disekitar desa juga masih terlihat banyak penduduk lokal yang bertani.


Diperjalanan pulang menuju Yazd, kami singgah di Tower of Silence yang terdapat dipinggiran kota Yazd. Di menara ini, yang dibedakan untuk laki-laki dewasa dan untuk perempuan dan anak-anak, jenazah penganut zoroaster jaman dulu di letakkan untuk dimangsa oleh burung pemakan bangkai. Untuk mencapai puncak menara, lumayan sulit juga mengingat jalan yang cukup terjal, dengan pasir dan kerikil, kalau tidak hati-hati bisa jatuh terguling-guling hingga ke bawah. Kami tiba di hotel sekitar pukul 19.00. Tour ini sangat memuaskan, jalan-jalan seharian, dengan jarak tempuh mungkin sekitar 200 KM pulang pergi, dengan biaya 28 USD saya kira sangat sepadan.

Esok paginya kami menyempatkan untuk berjalan-jalan ke sebuah taman bernama Dolat Abad Garden. Sekali lagi melihat typical taman di Iran. Ada kolam air ditengah-tengah taman. Terdapat sebuah paviliun kecil dua lantai yang cantik dengan gelas kaca warna-warni menghiasi jendelanya. Balik dari sini kami langsung check out dan menuju terminal untuk melanjutkan perjalanan berikutnya menuju Isfahan.


Wassalam,

Takbir

Iran Trip - Shiraz (2)


Selama di Shiraz kami ditemani oleh gadis lokal bernama Nafiseh. Si Nafiseh ini masih pelajar, dan sore itu datang ke Hotel berharap bertemu orang asing dan bisa melatih percakapan bahasa Inggris yang katanya sudah lama dia pelajari, tapi butuh latihan percakapan. Dan akhirnya ketemulah dengan kami. Hari-hari berikutnya kami ditemani oleh Nafiseh berkeliling kota Shiraz. Selama di Shiraz, kami banyak menemui pemuda-pemudi yang antusias dengan orang asing, malah ada yang minta berfoto bareng.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah pasar tradisional Shiraz atau Bazaar yang terletak dekat dari hotel tempat kami nginap. Bazaar ini khas seperti bazaar yang ada di daerah timur tengah lainnya. Di sini kami khusus mendatangi bagian bazaar yang menjual barang-barang antik dan lukisan karpet yang sangat menarik.

Besok paginya, hari jumat, banyak tempat yang tutup. Orang Iran yang Shiah tidak mewajibkan sholat jumat, tapi ada masjid-masjid tertentu yang melaksanakan sholat jumat. Tetapi sebagian besar orang-orang lebih banyak yang berkeliaran di taman-taman dan sekitaran kota. Kami menuju sebuah taman tengah kota yang bernama Azadi. Di taman ini terlihat banyak warga Shiraz yang berolahraga, bermain voli dan ping pong. Menurut si Arul dan Nafiseh, di semua kota di Iran banyak disediakan taman-taman yang seperti ini, buat tempat warga jalan-jalan dan berolahraga. Dari taman kota ini kami menuju Eram Botanical Garden. Seperti kebun raya bogor versi mini. Saat yang tepat datang ke sini adalah musim semi dimana bunga-bunga bermekaran. Ciri khas dari taman ini adalah adanya kolam berlantai biru dengan latar belakang bangunan khas Iran. Bangunan ini adalah Istana peninggalan dinasti Qajar. Kombinasinya sangat bagus. Tetapi secara keseluruhan, taman ini masih kalah dengan kebun raya bogor dalam hal keberagaman koleksi tumbuhan yang ada didalamnya dan dalam segi luasnya taman. Taman ini populer dikalangan remaja Shiraz, karena banyaknya tempat buat mojok. Tiket masuk buat orang asing (turis) ke Eram garden IR 40 ribu, sedang buat orang lokal IR 5 ribu.

Malamnya baru kami mengunjungi makam penyair Iran yang sangat tekenal. Hafez. Sesuai saran Nafiseh, bahwa lebih bagus mengunjungi makam Hafez pada malam hari, karena penerangan di makam itu membuatnya lebih menarik. Puisi Hafez sangat terkenal dikalangan masyarakat Iran, hingga setiap rumah dikatakan memiliki buku kumpulan puisi Hafez selain kitab Al-qur’an. Orang Iran sering menggunakan puisi dan sajak Hafez untuk meramalkan apa yang akan terjadi dengan keinginan, harapan, dan pilihan mereka. Caranya dengan mengucapkan keinginan mereka kemudian membuka secara acak halaman buku Hafez. Sajak yang mereka dapatkan dari halaman yang dibuka secara acak tersebut akan memberikan petunjuk secara tersirat, apakah keinginan mereka bakal terwujud atau tidak. Tidak jauh dari makam Hafez, kami mengunjungi Gerbang Al-Qur’an. Gerbang yang dilewati jika kita menuju atau datang dari arah Esfahan. Setiap kali para pelancong datang atau pergi dari Shiraz melewati gerbang ini, dengan harapan mendapat berkah karena telah berjalan di bawah naungan Al Qur’an. Al Qur’an yang asli yang ada di atas gerbang ini telah dipindahkan ke museum dan gerbang ini tidak lagi digunakan sebagai jalan. Kebiasaan orang Iran melewati Al Qur’an sebelum bepergian sepertinya secara tidak langsung sudah merupakan kebiasaan mereka sebelum memeluk Islam. Masih ingat dengan relief raja Persia di Persepolis yang berjalan dinaungi Fravahar (simbol agama Zoroaster). Saya juga pernah melihat di televisi, para atlit Iran dan para gerilyawan Hezbollah yang Shiah berjalan di bawah Al qur’an, sebelum menuju ke medan laga.


Besok paginya sebelum check out dari hotel, kami masih sempat mengunjungi komplek Masjid Nasr-e Mulk dan Istana Karim khan Zand yang tidak jauh dari Hotel. Kami mengunjungi kedua tempat tersebut cukup dengan jalan kaki. Yang menarik dari masjid Nasr al Mulk ini –tempat pertama yang kami datangi- adalah adanya mimbar bagi sang raja yang berkuasa saat itu di dalam masjid, dimana posisi mimbarnya itu lebih tinggi dari posisi mimbar sang Imam. Masjid itu akhirnya tidak digunakan lagi, karena seharusnya posisi pemimpin tidak boleh lebih tinggi daripada Imam jika dia berada didalam Masjid. Dekorasi masjid ini mirip dengan dekorasi masjid-masjid lainnya yang kemudian banyak saya liat selama perjalanan di Iran. Istana Karim khan Zand pendiri Zand dynasty berdiri di tengah-tengah kota Shiraz. Yang menarik dari istana ini adalah ruang tempat mandi sang raja, yang terdiri dari beberapa ruang. Ruang tempat berganti pakaian, kolam berendam, dan ruang mengeringkan badan. Di sini juga terdapat diorama dimana sang raja beserta calon penerusnya dan para penasehat menerima tamu, seorang pedagang dari perancis. Ciri khas dari bangunan Persia mungkin adalah adanya taman ditengah-tengah yang dilengkapi dengan kolam yang membelah taman.






Sekitar pukul 15.00, Nafiseh menemani kami menuju Terminal bus untuk menuju ke Yazd. Perjalanan sekitar 6 jam dengan tiket bus seharga 75 ribu Riyal. Kami sangat berterima kasih pada Nafiseh yang dengan sabar dan senang hati mengantar kami ke sana ke mari selama 2 hari di Shiraz. Terutama saat menawar supir taksi, jadi kami bisa bayar lebih murah alias local rate.


Wassalam,

Takbir