Sunday, June 11, 2017

San Francisco, The City by the Bay

Sesaat berkeliling di Kota San Francisco, saya langsung merasakan kemiripannya dengan Kota Istanbul di Turki  dan Yokohama di Jepang. Cuacanya sama, dan letaknya yang dekat dengan laut dan bisa disandari oleh kapal pesiar berukuran besar. San Fransisco dulunya adalah kota pelabuhan jika akan berlayar menuju Asia. Sepanjang pelabuhan yang dulunya adalah terminal penumpang laut, sekarang berubah jadi pusat turis dan atraksi utama di SF selain lokasi Jembatan Golden Gate yang merupakan ikon kota ini tentunya. Kontur San Fransisco yang berbukit-bukit benar-benar mengingatkan saya dengan Istanbul.

Lokasinya yang berada di teluk menghadap samudra pasifik bagian utara, menjadikan cuaca kota SF juga sangat menyenangkan, tidak terlalu dingin saat winter dan juga tetap sejuk saat summer. Padahal hanya berjarak satu jam, di tempat tinggal saya, yang saat musim panas terasa sangat panas. Sangat banyak perusahaan teknologi, elektronik atau perangkat lunak yang punya basis di SF dan sekitarnya. Tidak heran harga properti di SF jadi sangat mahal. Biaya hidup di SF merupakan yang termahal di antara kota-kota besar di Amerika Serikat.

Jika punya waktu tiga hari berkunjung, untuk biaya transport lebih murah jika beli CityPass yang valid untuk cable car, subway dan jaringan bus kota. Harganya sekitar 89$.

Coit Tower dari arah pelabuhan.
Selama di sini, saya berdomisili di kota kecil Concord, sekitar satu jam dari Kota San Francisco. Untuk menuju ke SF bisa dengan naik kereta BART (Bay Area Rapid Transport) atau dengan mengendarai mobil. Di sini saya membeli mobil, mungkin lain nanti saya tulis bagaimana membeli mobil dan mengurus SIM di sini.

Di acara jalan-jalan kali ini, Istri saya, Merry, ikut, dia ambil cuti untuk berlibur ke sini. Pertama kalinya dia ke luar negeri dan visa pertama di passportnya adalah visa Amerika Serikat. Semua tujuan saya yang atur, dia tau beres saja. Yang pertama adalah keliling di sekitar pelabuhan SF. Karena saya pikir tidak akan berkeliling terlalu jauh, maka saya putuskan untuk naik BART dari stasiun terdekat dari tempat tinggal kami, dan parkir mobil di stasiun. Kami turun di stasiun Embarcadero. Dari situ mulai jalan menyurusuri pelabuhan hingga ke Pier 39. Saya lihat Merry sangat antusias, di beberapa tempat dia minta di foto. Karena terlalu sering berhenti memperhatikan orang-orang yang lalu lalang atau berfoto, tidak terasa sejam berlalu dan kita baru tiba di Pier 39. Di sini banyak toko suvenir dan cemilan. Dan juga beberapa pertunjukan atraksi.


Yang banyak orang kunjungi juga di Pier 39 itu ada sekumpulan Anjing Laut, yang berkumpul di sini mungkin hampir sepanjang tahun. Mahluk ini sepertinya cocok dengan temperatur area teluk San Francisco yang sejuk sepanjang tahun.
Salah satu spot terbaik di Pier 39 untuk memotret pemandangan kota San Franciso
Dari Pier 39 sebenarnya sudah rencana pulang dulu, tapi saya lihat di peta, jarak ke Lombard street terlihat dekat, akhirnya saya ajak Merry jalan ke sana. Ternyata jarak yang dekat itu terasa sangat jauh karena harus jalan mendaki, bahkan saya pikir kemiringannya nyaris empat puluh lima derajat. Merry mulai menggerutu. Ketika tiba di Lombard street juga cuma di bawah saja. Saya ajak Merry ke atas dia sudah ogah. Dari Lombard street kami jalan kaki menuju stasiun BART Powell street. Yang ternyata jauh juga. Kami melewati China Town dan Union Square untuk tiba di stasiun BART. Saya masih semangat untuk kadang berhenti dan mengambil gambar, tetapi Merry sudah tidak punya mood sama sekali. Dia menggerutu, katanya diajak jalan-jalan, eh ternyata jalan kaki beneran. Hahaha.. Baru tahu dia, kalau selama ini saya traveling itu banyak jalan kaki. Dia kira sekedar senang-senang doang bisa lihat banyak tempat. Kalau mau lihat banyak tempat ya mesti jalan kaki. Total hari itu kami berjalan kaki dari jam 3 sore hingga jam 8 malam. Terasa lega begitu naik BART, mengistirahatkan kaki yang pegal.

Lombard Street.
Di kunjungan berikutnya, kami bawa mobil dan parkir di Union Square. Tarif parkir 2.5$ per jam. Kali ini kami tidak mau eksplorasi jalan kaki terlalu jauh. Cuma di sekitar area China Town. Itupun lumayan juga jalannya. Sebanranya kita bisa parkir di tepi jalan yang lebih dekat ke area China Town, menggunakan parkir meter milik pemerintah kota, tetapi untung-untungan untuk bisa dapat tempat. Untuk beli suvenir, sebaiknya memang di sini, karena barang yang sama dengan toko suvenir di area Pier 39 atau Fisherman Wharf, harganya lebih murah. Dari situ kemudian kami cuma nongkrong di Union Square memperhatikan orang berlalu lalang dan menikmati musik jazz dari pengamen jalanan yang bawa anggota band komplit. Kali ini Merry tidak ngomel.

Union Square
Selanjutnya kami mengunjungi Jembatan Golden Gate, ikon kota San Francisco, yang sepertinya masuk list must see, jika berkunjung ke kota ini. Jembatan ini menghubungkan kota San Francisco bagian utara dan selatan dan di selesaikan setelah empat tahun konstruksi pada 1937. Ini foto terbaik yang bisa saya ambil ketika malam hari.
Painted Ladies adalah istilah bangunan rumah gaya Victoria, yang dicat dengan tiga warna atau lebih. Ada banyak tempat dengan bangunan seperti ini di San Francisco, tetapi yang ramai dikunjungi yang di Steiner Street, Alamo Square. Karena ada taman, dan sekalian bisa melihat painted ladies dengan latar belakang pemandangan gedung-gedung tinggi Kota San Francisco. Paling bagus datang saat sore hari, karena bangunan ini menghadap ke barat, jadi latar belakang pemandangan langitnya berwarna biru.



Di kunjungan yang berbeda dengan teman, saya menyebrang ke Alcatraz, yang dulunya lokasi penjara bagi napi kelas kakap di Amerika. Termasuk si bos mafia asal Chicago, Al Capone. "Break the rules and you go to prison, break the prison rules and you go to Alcatraz"

Lokasinya tidak jauh dan berada di tengah teluk San Franciso. Kita bisa melihatnya dari Pelabuhan San Franciso. Jika ingin menyebrang, kita bisa naik ferry yang tersedia setiap 30 menit, naiknya di Pier 33. Tiket ferry pergi dan pulangnya sekitar 35$ sudah termasuk ongkos masuk area penjaranya.






Sel tempat di mana Al Capone di penjara sekitar dua setengah tahun.

Bisa bayangkan perasaan napi yang sel nya punya jendela memandangi kebebasan di seberang sana.
Di atas ferry kembali menuju San Francisco

Yang bisa kita saksikan di kota San Francisco dan sekitarnya bukan cuma tempat-tempat menarik tapi juga hiburan yang selama ini hanya bisa nonton di televisi. Salah satunya saya berkesempatan nonton langsung konser band Metallica. Sebenarnya saya bukan fans tapi ada teman yang mengajak, katanya kapan lagi bisa nonton langsung. Metallica pernah konser di Ancol Jakarta dan untuk dapat tiketnya sangat susah. Kali ini, konsernya berlangsung di AT&T Park sehari sebelum Final Superbowl ke-50 yang kebetulan kota San Francisco jadi tuan rumahnya. Penonton yang datang sudah lintas generasi, maklum band ini sudah ngetop sejak awal 90-an. Jadi banyak yang sudah berusia 40-50an juga datang dan ikut berjingkrak-jingkrak mendengarkan dentuman lagu rock. Ketika antri tiket, bapak yang memeriksa tiket tidak henti-hentinya mengingatkan setiap penonton agar selama konser jangan kebanyakan minum alkohol, jangan mabuk. Di luar tempat konser, ada sekelompok demonstran yang di bajunya saya baca Army of God yang menentang konser ini, mereka anggap konser Metallica sebagai ritual pengikut setan. Tuhan akan mengirim kalian ke neraka! serapah mereka. Para penonton yang antri malah membalas dengan teriakan, "See you in hell!". Hahaha.. cerminan Amerika yang liberal dan bebas berekspresi.

Sejak eranya Michael Jordan, saya sudah jarang nonton pertandingan bola basket NBA. Tapi karena ternyata, tim juara tahun 2015, Golden State Warrior, markasnya di Oakland Arena atau hanya sekitar 30 menit dari San Francisco, saya jadi mulai sering nonton lagi. Apalagi melihat warga lokal sini, yang begitu antusias mendukung tim kebanggan mereka ini. Saya berkesempatan menonton langsung Warriors bertanding di Oakland Arena, ketika berhadapan dengan OKC Thunders. Sebagai juara bertahan waktu itu, harga tiketnya jadi melambung tinggi. Tiket yang saya beli seharga 180$ (termasuk pajak), itu dapat tempat duduk di atas, baris ketiga sebelum dinding. Bisa dibayangkan berapa harga tiket yang duduk di tepi lapangan. Itu harga musim regular, bukan babak play off apalagi jika Warriors masuk Final.
Untuk menonton pertandingan NBA dengan tiket yang lebih murah, sekitar 40$, saya juga pernah ke Sacramento. Tim lokal sana adalah Kings. Yang penampilannya di liga kurang bagus, dan sudah jarang bisa lolos play off. Ada harga ada kualitas. Sacramento adalah ibukota California. Butuh sekitar satu jam perjalanan menyetir dari tempat saya di Concord.


Sekitar satu jam ke selatan San Francisco ada kota San Jose yang merupakan kandang Sharks, salah satu tim liga Hockey NHL. Teman-teman kantor mengajak untuk nonton bareng, buat saya ini kesempatan untuk melihat hal baru. Saya kagum melihat bagaimana para pemain begitu lincah meluncur berkelok di atas permukaan es. Saling bertabrakan adalah hal yang tidak bisa terhindarkan, sehingga kejadian pemain berantem itu adalah lumrah.

Bagi saya, klub olahraga yang menjadi simbol dan semangat kota San Francisco adalah tim Baseball San Francisco Giants. Karena sering menyaksikan pertandingan di televisi, saya jadi mengerti aturan mainnya, menikmati pertandingannya, dan menjadi fans Giants. Waktu normalnya satu pertandingan berlangsung hingga tiga setengah jam. Jika ingin merasakan antusiasnya warga San Francisco atau secara umum di sekitar Bay Area, maka sempatkan lah berkunjung ke AT&T Park menyaksikan Giants bertanding. Dalam satu musim, sepanjang April hingga Oktober, setidaknya mereka bertanding 81 kali di kandang. Harga tiket akan lebih murah saat weekday, senin-jumat, kecuali jika hari libur. Saat akhir pekan, AT&T jadi salah satu tujuan piknik atau liburan keluarga. Dari anak kecil hingga para orang tua, datang mendukung Giants. Kereta menuju San Francisco dipenuhi penumpang dengan seragam atau t-shirt khas supporter Giants. Kadang saya membayangkan, harusnya kondisi stadion olahraga di Indonesia, suasananya seperti ini. Ramah bagi pengunjung segala usia. Orang-orang datang untuk menikmati pertandingan, kalah atau menang suasana tetap tenang. Selalu seru bersorak dengan penonton di kiri kanan kita, mendukung tim yang sama meski tidak saling kenal. Berbagi keceriaan jika menang dan kekecewaan jika harus kalah.








Salam,
Takbir