Friday, November 10, 2017

Menyetir di Amerika Serikat (California)


Saya sudah menyisihkan dana untuk membeli mobil sebelum saya berangkat ke US. Teman yang sudah lebih dulu di sini juga telah memberi tahu, bahwa memiliki kendaraan di sini sangat penting. Kalau tidak, maka mobilitas kita akan sangat terbatas. Saya sendiri memang sudah punya rencana untuk berkeliling US dengan menyetir mobil sendiri, sebelum nanti saya memutuskan pulang, meninggalkan US.

Sarana transportasi umum di US bukannya tidak ada atau tidak bagus. Di kota-kota besar, seperti San Francisco (SF), sarana tranportasi umumnya sangat bagus, banyak, dan menjangkau setiap sudut kota. Namun sebagian besar orang memilih tinggal di luar kota, karena harga jual maupun sewa property di kota sangatlah mahal. Untuk menjangkau area luar kota, tersedia juga bus umum, namun jadwalnya bisa sejam sekali, dan tidak menjangkau semua tempat. Sebagian besar orang yang bekerja di SF, memarkir mobil di stasiun, kemudian naik kereta (BART) menuju SF. Hemat waktu, tenaga dan juga uang. Tarif parkir di SF sangat mahal.

Kantor-kantor perusahaan juga tidak semuanya ada di SF, tetapi tersebar di banyak wilayah.  Kantor saya sendiri saat ini berjarak 16 KM dari tempat tinggal saya. Dan klien kami kantornya di tempat lain yang berjarak kurang lebih 25 KM. Mau tidak mau, memang harus punya kendaraan sendiri. Bukan cuma untuk keperluan pergi ke kantor, tetapi juga untuk pergi belanja keperluan sehari-hari.

Setiap negara bagian punya aturan berkendara masing-masing. Di sini saya mau menceritakan bagaimana mendapatkan Driver License di California. Singkatnya kita harus lulus ujian online dan tes berkendara. Materi ujian online bisa diunduh di sini https://www.dmv.ca.gov/web/eng_pdf/dl600.pdf
Simulasi tes juga bisa kita lakukan dari banyak apps yang tersedia buat pengguna Android maupun iOS apple. Saya sendiri butuh satu bulan untuk membaca materi dan melakukan simulasi tes, hingga merasa lebih percaya diri untuk melakukan ujian online.

Ujian online bisa dilakukan di kantor DMV terdekat. Jika tidak ingin antri terlalu lama, bisa mendaftar dengan appointment melalui situs web dmv.ca.gov. Atau bisa juga langsung datang dan mengantri. Biaya tes untuk mendapatkan SIM adalah 33 USD. Jika tidak bisa lulus setelah tiga kali percobaan, maka akan dikenakan lagi biaya yang sama untuk tiga kali lagi kesempatan berikutnya. Jumlah soal ada sekitar 50-60 dengan maksimal kesalahan adalah 6. Kita akan langsung tahu jawaban kita salah atau benar setiap kali kita tekan tombol next. Saya langsung lulus dipercobaan yang pertama. Wajar, karena belajar dan latihan soal selama sebulan.

Setelah lulus ujian tulis, kita akan dapat SIM sementara yang berlaku selama 6 bulan. Dalam jangka waktu 6 bulan, kita harus melakukan tes berkendara (behind the wheel). SIM sementara ini membolehkan kita berkendara dengan pengawasan orang lain yang sudah mempunyai SIM yang valid. Dengan SIM sementara ini, saya kemudian memutuskan untuk membeli mobil.
Harga mobil di US hampir sama dengan harga mobil di Indonesia, terutama mobil buatan Jepang dan Korea. Untuk mobil buatan Amerika atau Eropa, harga di sini jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia. Di Indonesia, termasuk barang mewah karena pajak impor yang tinggi. Jika ingin beli dengan cara kredit, kita harus punya credit history sebelumnya. Karena saya masih baru, jadi tidak punya credit history. Saya terbantu untuk mendapatkan kredit karena saya bisa membayar uang muka lebih tinggi. Jika bisa membayar tunai tentunya akan lebih gampang. Memiliki kendaraan bermotor di sini, kita juga diwajibkan untuk memiliki asuransi.  Adapun pajak kendaraan tahunan kurang lebih sama dengan Indonesia, sekitar 250$ per tahun.


Di US, kita menyetir di sebelah kiri. Awalnya saya sedikit gugup, apalagi mobil yang saya beli itu matic. Belum pernah bawa mobil matic sebelumnya. Pengendara di sini juga bawa mobilnya sangat laju. Untungnya di sini rambu lalu lintas sangat jelas, dan pengendara lainnya patuh pada rambu. Setelah dua tiga hari, saya mulai terbiasa menyetir kiri. Bahkan merasa lebih nyaman dengan mobil transmisi automatic. Butuh waktu agak lama menyesuaikan dengan kecepatan tinggi pengendara lain, terutama jika masuk ke freeway.

Setelah terbiasa menyetir, saya pun daftar untuk tes berkendara. Petugas akan menguji kita akan penguasaan kendaraan, seperti lampu belok, rem, emergency, lampu jauh, dan penggunaan sinyal dengan tangan jika lampu tersebut tidak berfungsi. Petugas kemudian akan duduk disamping kita dan mengarahkan ke mana kita berkeliling selama tes berkendara ini. Beberapa kesalahan diberitahukan petugas setelah ujian selesai, tetapi saya dinyatakan lulus.

Berkendaraan dengan roda dua atau empat, sudah menjadi budaya masyarakat lokal Amerika Serikat. Banyak warga lanjut usia yang masih mengemudi. Kita bisa berkendara dari pantai barat di Samudra Pasifik ke pantai timur yang menghadap Samudra Atlantik dalam waktu seminggu. Kota-kota terhubung dengan jalan bebas hambatan yang lebar. Perjalanan terjauh saya baru ke Los Angeles yang berjarak sekitar 600 KM yang saya tempuh dalam waktu 6 jam. Itu juga sudah pakai berhenti dua kali. Ada banyak tempat peristirahatan sepanjang perjalanan, untuk isi bensin ataupun sekedar istirahat meluruskan badan.

Ketika pulang berlibur ke Indonesia, kembali menyetir sebelah kanan dengan transmisi manual, saya masih sering salah jalur atau lupa injak kopling ketika berhenti di perempatan. Dan yang paling sering itu terbalik antara wiper dan sinyal belok. Tiba-tiba kaget, tidak ada hujan tapi tidak sengaja mengaktifkan wiper padahal mau belok. Di US saya berkendara menaati rambu-rambu, di Indonesia ketika saya berusaha mengikuti rambu lalu lintas, tetapi pengendara lain yang beringas melanggar lalulintas, saya pun jadi ikut terbawa berkendara dengan brutal. Sering membunyikan klakson. Di sini jika lampu merah mati, maka pengendara akan bergantian melintas satu per satu berlawanan arah jarum jam. Kondisi yang sama di Indonesia, tentunya tidak ada yang mau mengalah dan akhirnya jadi macet sendiri.

Mudah-mudahan nanti sebelum akhirnya selesai dari sini, saya berkesempatan berkeliling melakukan road trip di US. Tentunya akan lebih banyak lagi cerita yang bisa saya tuliskan di sini nanti.


Salam,
Takbir

Sunday, June 11, 2017

San Francisco, The City by the Bay

Sesaat berkeliling di Kota San Francisco, saya langsung merasakan kemiripannya dengan Kota Istanbul di Turki  dan Yokohama di Jepang. Cuacanya sama, dan letaknya yang dekat dengan laut dan bisa disandari oleh kapal pesiar berukuran besar. San Fransisco dulunya adalah kota pelabuhan jika akan berlayar menuju Asia. Sepanjang pelabuhan yang dulunya adalah terminal penumpang laut, sekarang berubah jadi pusat turis dan atraksi utama di SF selain lokasi Jembatan Golden Gate yang merupakan ikon kota ini tentunya. Kontur San Fransisco yang berbukit-bukit benar-benar mengingatkan saya dengan Istanbul.

Lokasinya yang berada di teluk menghadap samudra pasifik bagian utara, menjadikan cuaca kota SF juga sangat menyenangkan, tidak terlalu dingin saat winter dan juga tetap sejuk saat summer. Padahal hanya berjarak satu jam, di tempat tinggal saya, yang saat musim panas terasa sangat panas. Sangat banyak perusahaan teknologi, elektronik atau perangkat lunak yang punya basis di SF dan sekitarnya. Tidak heran harga properti di SF jadi sangat mahal. Biaya hidup di SF merupakan yang termahal di antara kota-kota besar di Amerika Serikat.

Jika punya waktu tiga hari berkunjung, untuk biaya transport lebih murah jika beli CityPass yang valid untuk cable car, subway dan jaringan bus kota. Harganya sekitar 89$.

Coit Tower dari arah pelabuhan.
Selama di sini, saya berdomisili di kota kecil Concord, sekitar satu jam dari Kota San Francisco. Untuk menuju ke SF bisa dengan naik kereta BART (Bay Area Rapid Transport) atau dengan mengendarai mobil. Di sini saya membeli mobil, mungkin lain nanti saya tulis bagaimana membeli mobil dan mengurus SIM di sini.

Di acara jalan-jalan kali ini, Istri saya, Merry, ikut, dia ambil cuti untuk berlibur ke sini. Pertama kalinya dia ke luar negeri dan visa pertama di passportnya adalah visa Amerika Serikat. Semua tujuan saya yang atur, dia tau beres saja. Yang pertama adalah keliling di sekitar pelabuhan SF. Karena saya pikir tidak akan berkeliling terlalu jauh, maka saya putuskan untuk naik BART dari stasiun terdekat dari tempat tinggal kami, dan parkir mobil di stasiun. Kami turun di stasiun Embarcadero. Dari situ mulai jalan menyurusuri pelabuhan hingga ke Pier 39. Saya lihat Merry sangat antusias, di beberapa tempat dia minta di foto. Karena terlalu sering berhenti memperhatikan orang-orang yang lalu lalang atau berfoto, tidak terasa sejam berlalu dan kita baru tiba di Pier 39. Di sini banyak toko suvenir dan cemilan. Dan juga beberapa pertunjukan atraksi.


Yang banyak orang kunjungi juga di Pier 39 itu ada sekumpulan Anjing Laut, yang berkumpul di sini mungkin hampir sepanjang tahun. Mahluk ini sepertinya cocok dengan temperatur area teluk San Francisco yang sejuk sepanjang tahun.
Salah satu spot terbaik di Pier 39 untuk memotret pemandangan kota San Franciso
Dari Pier 39 sebenarnya sudah rencana pulang dulu, tapi saya lihat di peta, jarak ke Lombard street terlihat dekat, akhirnya saya ajak Merry jalan ke sana. Ternyata jarak yang dekat itu terasa sangat jauh karena harus jalan mendaki, bahkan saya pikir kemiringannya nyaris empat puluh lima derajat. Merry mulai menggerutu. Ketika tiba di Lombard street juga cuma di bawah saja. Saya ajak Merry ke atas dia sudah ogah. Dari Lombard street kami jalan kaki menuju stasiun BART Powell street. Yang ternyata jauh juga. Kami melewati China Town dan Union Square untuk tiba di stasiun BART. Saya masih semangat untuk kadang berhenti dan mengambil gambar, tetapi Merry sudah tidak punya mood sama sekali. Dia menggerutu, katanya diajak jalan-jalan, eh ternyata jalan kaki beneran. Hahaha.. Baru tahu dia, kalau selama ini saya traveling itu banyak jalan kaki. Dia kira sekedar senang-senang doang bisa lihat banyak tempat. Kalau mau lihat banyak tempat ya mesti jalan kaki. Total hari itu kami berjalan kaki dari jam 3 sore hingga jam 8 malam. Terasa lega begitu naik BART, mengistirahatkan kaki yang pegal.

Lombard Street.
Di kunjungan berikutnya, kami bawa mobil dan parkir di Union Square. Tarif parkir 2.5$ per jam. Kali ini kami tidak mau eksplorasi jalan kaki terlalu jauh. Cuma di sekitar area China Town. Itupun lumayan juga jalannya. Sebanranya kita bisa parkir di tepi jalan yang lebih dekat ke area China Town, menggunakan parkir meter milik pemerintah kota, tetapi untung-untungan untuk bisa dapat tempat. Untuk beli suvenir, sebaiknya memang di sini, karena barang yang sama dengan toko suvenir di area Pier 39 atau Fisherman Wharf, harganya lebih murah. Dari situ kemudian kami cuma nongkrong di Union Square memperhatikan orang berlalu lalang dan menikmati musik jazz dari pengamen jalanan yang bawa anggota band komplit. Kali ini Merry tidak ngomel.

Union Square
Selanjutnya kami mengunjungi Jembatan Golden Gate, ikon kota San Francisco, yang sepertinya masuk list must see, jika berkunjung ke kota ini. Jembatan ini menghubungkan kota San Francisco bagian utara dan selatan dan di selesaikan setelah empat tahun konstruksi pada 1937. Ini foto terbaik yang bisa saya ambil ketika malam hari.
Painted Ladies adalah istilah bangunan rumah gaya Victoria, yang dicat dengan tiga warna atau lebih. Ada banyak tempat dengan bangunan seperti ini di San Francisco, tetapi yang ramai dikunjungi yang di Steiner Street, Alamo Square. Karena ada taman, dan sekalian bisa melihat painted ladies dengan latar belakang pemandangan gedung-gedung tinggi Kota San Francisco. Paling bagus datang saat sore hari, karena bangunan ini menghadap ke barat, jadi latar belakang pemandangan langitnya berwarna biru.



Di kunjungan yang berbeda dengan teman, saya menyebrang ke Alcatraz, yang dulunya lokasi penjara bagi napi kelas kakap di Amerika. Termasuk si bos mafia asal Chicago, Al Capone. "Break the rules and you go to prison, break the prison rules and you go to Alcatraz"

Lokasinya tidak jauh dan berada di tengah teluk San Franciso. Kita bisa melihatnya dari Pelabuhan San Franciso. Jika ingin menyebrang, kita bisa naik ferry yang tersedia setiap 30 menit, naiknya di Pier 33. Tiket ferry pergi dan pulangnya sekitar 35$ sudah termasuk ongkos masuk area penjaranya.






Sel tempat di mana Al Capone di penjara sekitar dua setengah tahun.

Bisa bayangkan perasaan napi yang sel nya punya jendela memandangi kebebasan di seberang sana.
Di atas ferry kembali menuju San Francisco

Yang bisa kita saksikan di kota San Francisco dan sekitarnya bukan cuma tempat-tempat menarik tapi juga hiburan yang selama ini hanya bisa nonton di televisi. Salah satunya saya berkesempatan nonton langsung konser band Metallica. Sebenarnya saya bukan fans tapi ada teman yang mengajak, katanya kapan lagi bisa nonton langsung. Metallica pernah konser di Ancol Jakarta dan untuk dapat tiketnya sangat susah. Kali ini, konsernya berlangsung di AT&T Park sehari sebelum Final Superbowl ke-50 yang kebetulan kota San Francisco jadi tuan rumahnya. Penonton yang datang sudah lintas generasi, maklum band ini sudah ngetop sejak awal 90-an. Jadi banyak yang sudah berusia 40-50an juga datang dan ikut berjingkrak-jingkrak mendengarkan dentuman lagu rock. Ketika antri tiket, bapak yang memeriksa tiket tidak henti-hentinya mengingatkan setiap penonton agar selama konser jangan kebanyakan minum alkohol, jangan mabuk. Di luar tempat konser, ada sekelompok demonstran yang di bajunya saya baca Army of God yang menentang konser ini, mereka anggap konser Metallica sebagai ritual pengikut setan. Tuhan akan mengirim kalian ke neraka! serapah mereka. Para penonton yang antri malah membalas dengan teriakan, "See you in hell!". Hahaha.. cerminan Amerika yang liberal dan bebas berekspresi.

Sejak eranya Michael Jordan, saya sudah jarang nonton pertandingan bola basket NBA. Tapi karena ternyata, tim juara tahun 2015, Golden State Warrior, markasnya di Oakland Arena atau hanya sekitar 30 menit dari San Francisco, saya jadi mulai sering nonton lagi. Apalagi melihat warga lokal sini, yang begitu antusias mendukung tim kebanggan mereka ini. Saya berkesempatan menonton langsung Warriors bertanding di Oakland Arena, ketika berhadapan dengan OKC Thunders. Sebagai juara bertahan waktu itu, harga tiketnya jadi melambung tinggi. Tiket yang saya beli seharga 180$ (termasuk pajak), itu dapat tempat duduk di atas, baris ketiga sebelum dinding. Bisa dibayangkan berapa harga tiket yang duduk di tepi lapangan. Itu harga musim regular, bukan babak play off apalagi jika Warriors masuk Final.
Untuk menonton pertandingan NBA dengan tiket yang lebih murah, sekitar 40$, saya juga pernah ke Sacramento. Tim lokal sana adalah Kings. Yang penampilannya di liga kurang bagus, dan sudah jarang bisa lolos play off. Ada harga ada kualitas. Sacramento adalah ibukota California. Butuh sekitar satu jam perjalanan menyetir dari tempat saya di Concord.


Sekitar satu jam ke selatan San Francisco ada kota San Jose yang merupakan kandang Sharks, salah satu tim liga Hockey NHL. Teman-teman kantor mengajak untuk nonton bareng, buat saya ini kesempatan untuk melihat hal baru. Saya kagum melihat bagaimana para pemain begitu lincah meluncur berkelok di atas permukaan es. Saling bertabrakan adalah hal yang tidak bisa terhindarkan, sehingga kejadian pemain berantem itu adalah lumrah.

Bagi saya, klub olahraga yang menjadi simbol dan semangat kota San Francisco adalah tim Baseball San Francisco Giants. Karena sering menyaksikan pertandingan di televisi, saya jadi mengerti aturan mainnya, menikmati pertandingannya, dan menjadi fans Giants. Waktu normalnya satu pertandingan berlangsung hingga tiga setengah jam. Jika ingin merasakan antusiasnya warga San Francisco atau secara umum di sekitar Bay Area, maka sempatkan lah berkunjung ke AT&T Park menyaksikan Giants bertanding. Dalam satu musim, sepanjang April hingga Oktober, setidaknya mereka bertanding 81 kali di kandang. Harga tiket akan lebih murah saat weekday, senin-jumat, kecuali jika hari libur. Saat akhir pekan, AT&T jadi salah satu tujuan piknik atau liburan keluarga. Dari anak kecil hingga para orang tua, datang mendukung Giants. Kereta menuju San Francisco dipenuhi penumpang dengan seragam atau t-shirt khas supporter Giants. Kadang saya membayangkan, harusnya kondisi stadion olahraga di Indonesia, suasananya seperti ini. Ramah bagi pengunjung segala usia. Orang-orang datang untuk menikmati pertandingan, kalah atau menang suasana tetap tenang. Selalu seru bersorak dengan penonton di kiri kanan kita, mendukung tim yang sama meski tidak saling kenal. Berbagi keceriaan jika menang dan kekecewaan jika harus kalah.








Salam,
Takbir