Wednesday, January 30, 2013
Bapaknya Si Cahaya
Saturday, July 16, 2011
Makkah - Batas Haram
Apakah wilayah Haram itu hanya di dalam dan sekitar Ka’bah dan Masjidil Haram saja? Batas Haram adalah batas Wilayah Makkah. Bervariasi dari berbagai arah, diukur dari Ka’bah sebagai pusatnya. Batas barat dan timurnya sekitar 22 kilometer, batas utara 13 kilometer dan batas selatan 16 kilometer. Total batu atau gerbang untuk menandai batas Haram tersebut saat ini berjumlah 1104 buah di sekeliling wilayah Makkah, yang mencakup area seluas 550 kilometer persegi. Menurut beberapa riwayat, batas Haram yang pertama diletakkan oleh Nabi Ibrahim a.s yang ditunjukkan oleh malaikat Jibril. Setelah penaklukan Makkah pada bulan Ramadhan tahun 8 Hijriah (630 M), Nabi Muhammad saw memerintahkan Tamim bin Asad Khazai untuk memperbaharui penanda batas Haram. Ada sekitar 943 tanda batas haram ketika itu. Sejak itupula wilayah Haram menjadi terlarang dimasuki oleh non muslim (coba liat At-Taubah:28).
Ketika berada dalam wilayah ini, kita dianjurkan untuk tidak melakukan perbuatan yang salah sekecil apapun. Bahkan terlintas dipikiran untuk berbuat salahpun jangan. Karena setiap perbuatan salah akan langsung dibalas oleh Allah swt saat itu juga. Makanya setiap kali saya memasuki atau mendekati wilayah Makkah, sering terbawa perasaan deg-degan. Campur aduk perasaan senang, cemas, dan takut. Ketika melihat sesuatu yang aneh saya langsung mengingatkan diri untuk tidak berkomentar atau berpikir macam-macam. Ntar kualat. Makanya saya lebih senang pergi sendirian ke Makkah, kalau bareng teman suka ga nyadar ngomong ngelantur.
Seorang kawan yang juga kerja di Jeddah, yang sudah sering banget mondar-mandir Umroh ke Masjidil Haram. Pernah juga mengalami hal yang unik. Karena dia ke sana dengan dua anaknya yang masih kecil, dia sering bawa stroller, atau kereta bayi. Sebelum-sebelumnya ketika memasuki Masjidil Haram, dia cukup menaruh sandal di dalam stroller dan meninggalkan stroller di luar mesjid. Dan selama ini aman-aman saja. Ketika melaksanakan tawaf mengelilingi Ka’bah dan kemudian sa’i atau berjalan tujuh kali mondar-mandir dari Safa ke Marwah, dia menyewa kursi roda yang banyak ditawarkan disekitar ka’bah, daripada kecapean gendong anaknya. Setelah selesai, dia berniat mengembalikan kursi roda itu. Dia keliling nyariin si empunya, tapi gak ketemu-ketemu. Akhirnya karena udah kecapean dan udah siap-siap mau pulang, kursi roda dia tinggal begitu saja. Berharap si empunya bisa nemuin sendiri kursi rodanya. Ketika dia keluar nyari stroller-nya, malah tidak ketemu-ketemu. Strollernya hilang, tapi sandal yang semula ada di dalam stroller ada ditinggalkan ditempat stroller tersebut sebelumnya diletakkan. Langsung dia ingat kalau baru saja ninggalin kursi roda yang dia sewa disembarangan tempat.
Yang pernah saya alami sendiri, ketika itu hari kamis. Saya agak telat tiba di Masjidil Haram. Sudah selesai azan dzuhur. Saya segera berwudhu dan dengan tergesa-gesa berjalan memasuki Masjidil Haram, dengan tidak lupa membuka alas kaki. Banyak orang yang juga sama tergesa-gesanya dengan saya. Ketika berjalan memasuki Mesjid, mata saya melihat makhluk halus alias cewek Arab nan jelita. Saking cantik jelitanya, mata saya terus melihatnya dan tidak sadar wajah berpaling leher berputar mengikuti si cewek sambil kaki berjalan terus ke depan. Dan tiba-tiba, plek… apa nih lengket-lengket? Wadow, saya nginjak kotoran burung. Di sekitar Masjidil Haram memang banyak burung merpati, yang sampai ada yang saya lihat bersarang di dalam Mesjid. Selama ini saya tidak pernah melihat kotoran merpati ini di lantai Mesjid, padahal mereka terbang bebas ke sana kemari, bertengger di palang dan tiang kipas angin Mesjid. Entah karena petugas kebersihannya yang super gesit bersihin atau emang burungnya yang tau diri ga buang kotoran sembarangan dalam Mesjid. Mana kotoran yang saya injak gede bener, lebih kayak ee’ ayam jago dibandingkan ee’ merpati. Yang anehnya di sekitar situ sangat ramai orang lalu-lalang. Kok hanya saya yang kena? Akhirnya sambil ngedumel, ngutukin si merpati kebelet ee’ itu, saya kembali ke tempat wudhu sambil terpincang-pincang, agar kotorannya ga belepotan di lantai. Mana sholat dzuhur udah mulai lagi. Setelah buru-buru bersihin kaki dan kembali berwudhu, tiba-tiba perut saya rasanya melilit, ga tahan kebelet pengen boker, bukannya segera berlari kembali ke Mesjid ngejar sholat jamaah, malah lari ke toilet buat buang ee’. Kok tiba-tiba kena mencret sih? Sambil meratapi nasib kena mencret di dalam toilet, saya akhirnya menyelesaikan hajat hingga tetes terakhir, dan ketika melangkah keluar pintu toilet, terdengar salam. Sholat dzuhur berjamaah telah selesai. Gara-gara awalnya buru-buru, sampai lupa sekejap kalau saya berada di wilayah Haram.
Itu hanya beberapa contoh ‘ringan’, mungkin anda atau kenalan anda yang pernah ke Makkah juga mempunyai cerita-cerita menarik dan unik. Mungkin kita berpikir ini semua hanya kebetulan, tapi setiap kebetulan tersebut punya sebab yang jelas. Hingga secara sadar kita paham, kenapa kita mengalami kebetulan-kebetulan tersebut. Di dalam wilayah Haram, keburukan akan dibalas dengan keburukan yang setimpal dengan tunai, walau sebesar zarrah*

Wallahu alam,
Takbir
*Zarrah: orang Arab menggunakan kata ini untuk menjelaskan sesuatu yang sangat-sangat kecil atau bisa dibilang sesuatu yang paling kecil ukurannya.
Thursday, May 5, 2011
Kisah Abrahah yang ingin menghancurkan Ka’bah
“1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? 2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? 3. Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, 4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, 5. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (105:1-5)
Masyarakat Arab pra-Islam adalah masyarakat yang hidup secara berkelompok-kelompok (suku), umumnya berdasarkan pada hubungan kekeluargaan. Ada yang menetap dan ada juga yang berpindah-pindah. Wilayah Jazirah Arab, adalah wilayah kering dan gersang. Bertahan hidup di daerah keras seperti ini, tentunya bukan hal yang mudah. Suku Arab yang nomadic (berpindah-pindah) kadang menjadi perompak yang merampas barang-barang kafilah pedagang yang mereka temui. Saling serang antar suku-suku tersebut adalah hal yang biasa. Bahkan merompak kafilah pedagang, tidak mereka anggap sebagai kejahatan. Dengan alasan demi bertahan hidup. Ketika Raja Persia merespon surat dari Umar bin Khattab, yang berisi ajakan memeluk Islam, menyebut bangsa Arab, sebagai manusia pemakan kadal gurun. Bisa kita bayangkan susahnya bertahan hidup di daerah ini, di masa itu. Untuk menjamin keamanan sukunya, mereka juga mesti menjalin kerja sama dengan suku-suku Arab yang lain. Secara tidak langsung terjalin ikatan persaudaraan diantara mereka. Jika suku kawan diserang, wajib hukumnya bagi sekutunya untuk membela dan membalas serangan.
Selain itu, masyarakat Arab, punya kesamaan keyakinan, bahwa Ka’bah di Makkah adalah rumah Tuhan (Allah). Walaupun dalam praktiknya setiap suku menyembah tuhannya masing-masing, yang diwujudkan dalam bentuk patung, yang mereka anggap sebagai tuhan pelindung suku mereka. Allah waktu itu mereka akui sebagai Tuhan yang paling tinggi pemilik Ka’bah. Kedudukan Allah begitu tinggi sehingga mereka menganggap perlu perantara untuk menyampaikan permohonan mereka kepada-Nya. Ka’bah waktu itu berisi sekitar 360 patung berhala dari masing-masing suku. Setiap tahun suku-suku Arab ini berkumpul di Makkah untuk berziarah sekaligus sebagai ajang untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka. Ziarah tahunan mereka waktu itu, ritual-ritualnya tidak ditujukan buat Allah (walau Allah mereka akui sebagai Tuhan tertinggi), tetapi buat tuhan-tuhan mereka masing-masing.
Abrahah, seorang pemeluk agama Kristen, penguasa kerajaan Sheba di negeri Yaman, membangun sebuah Gereja yang megah dan Indah. Yang diberi nama Al-Qullays. Bahkan, penguasa Byzantine (pusat kekuasaan Kristen Romawi saat itu) pun memujinya. Abrahah berkeinginan, dengan membangun gereja yang megah itu dia dapat menarik perhatian masyarakat Arab yang mayoritas masih Pagan (penyembah berhala) dan supaya para peziarah Arab beralih mengunjungi gerejanya dibandingkan mengunjungi Ka’bah di Mekah. Yang menurut dia, tidak ada apa-apanya dibandingkan gereja megah yang dia bangun. Tapi, kenyataannya masyarakat Arab masih memilih Ka’bah sebagai tujuan utama ziarah mereka. Abrahah mengirim utusan (misionaris) kepada suku-suku Arab, untuk mengajak mereka berziarah ke Al-Qullays. Mengetahui tujuan para utusan itu, suku banu Kinana yang dikunjungi para utusan tersebut, merasa bahwa tuhan-tuhan mereka telah dilecehkan dengan menyebutkan bahwa Al-Qullays jauh lebih baik dari Ka’bah. Utusan itupun mereka bunuh. Berita bahwa utusannya dibunuh, membuat Abrahah sangat marah dan bersiap mengirimkan pasukannya menghancurkan suku Kinana. Dan bersumpah untuk ikut menghancurkan Ka’bah di Makkah. Mendengar rencana Abrahah tersebut, seorang dari suku Quraysh (suku yang tinggal di Mekkah) yang marah, pergi menuju Sana’a dan secara diam-diam memasuki Al-Qullays dan mengotorinya. Ada yang mengatakan, orang Quraysh ini, buang hajat di dalam Al-Qullays. Abrahah yang sangat marah, akhirnya memimpin langsung sekitar 40.000 pasukan dengan diantaranya adalah pasukan bergajah.
Abrahah ingin menghancurkan Ka’bah sebagai pembalasan atas penghinaan yang dilakukan terhadap gereja miliknya. Tapi benarkah demikian? Di ayat kedua surah Al-Fill, Allah menyebutkan “Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?”. Tipu daya bisa berarti sesuatu yang didalamnya berbeda dengan apa yang kelihatan diluarnya. Mengatur agar niat jahatnya tidak kelihatan dan menyiasati seolah-olah tindakan yang dilakukannya dapat dibenarkan. Jadi, tipu daya itu mempunyai konotasi yang negatif. Bagaimana jika, Abrahah sendiri yang mengatur, utusannya dibunuh dan gerejanya dinodai. Sehingga orang-orang dan rakyatnya mendukungnya untuk menuntut balas dendam, dan membenarkan usahanya menyerang Makkah untuk menghancurkan Ka’bah? Tetapi yang terjadi, seperti yang kita ketahui, Abrahah mengerahkan pasukannya menuju Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Sepanjang perjalanan menuju Makkah, beberapa suku Arab berusaha memberikan perlawanan, tetapi tidak mampu menghadang pasukan Abrahah. Hingga akhirnya Abrahah mencapai perbatasan kota Makkah. Ada riwayat yang mengatakan, ketika akan memasuki batas wilayah kota Makkah, gajah-gajah yang dibawa Abrahah tiba-tiba berhenti dan duduk berlutut, menolak untuk melanjutkan perjalanan memasuki kota Makkah. Tetapi jika gajah tersebut diarahkan ke arah yang lain, mereka tidak menolak untuk terus berjalan.
Abdul Muthalib, pemimpin yang ditunjuk oleh suku Quraysh untuk berbicara dengan Abrahah. Sebelumnya, Abdul Muthalib melepas unta-untanya diperbatasan kota, yang kemudian ditangkapi oleh pasukan Abrahah. Abdul Muthalib pun datang menghadap Abrahah, meminta supaya unta-untanya dikembalikan. Abrahah bertanya kepada Abdul Muthalib, “kenapa kamu datang dengan berani meminta unta-untamu, sementara kamu tahu bahwa aku dan pasukanku akan datang untuk menghancurkan Ka’bah. Kenapa kamu tidak bersiap-siap untuk melindungi Ka’bah?” Abdul Muthalib pun menjawab, “unta-unta itu adalah milikku, aku berhak untuk melindunginya. Sedangkan Ka’bah itu adalah milik Tuhan, Dia yang paling berhak untuk membelanya. aku dan kaumku tidak mampu untuk membelanya dari serangan pasukanmu.” Sekembalinya dari tempat Abrahah, Abdul Muthalib memerintahkan kaumnya untuk mengungsi, bersembunyi di bukit-bukit sekitar Makkah. Pagi harinya, ketika Abrahah bersiap memasuki kota Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Terjadilah seperti apa yang disebutkan pada ayat 3-5 surah Al-Fiil di atas. Allah mengirim serombongan burung yang membawa batu api yang terbakar dan membombardir Abrahah dan pasukannya, dan membuat mereka panik kocar-kacir. Banyak pasukannya yang mati termasuk gajah-gajahnya. Abrahah sendiri terluka sangat parah dan meninggal dalam perjalanan pulang ke Sana’a. Masyarakat Makkah yang menyaksikan kejadian itupun menyebut tahun itu sebagai tahun gajah. Masyarakat Arab waktu itu belum menerapkan perhitungan tahun, dan menandainya dengan kejadian besar yang terjadi dalam tahun tersebut. Tidak berapa lama setelah itu, anak pertama yang lahir di Makkah setelah kejadian pasukan bergajah, adalah cucu Abdul Muthalib. Dia membawa cucunya yang baru lahir itu ke hadapan Ka’bah dan memberinya nama Muhammad. Kejadian itu menurut mayoritas sejarawan, terjadi pada tahun 570 Masehi.
Wallahu alam,
Takbir
Friday, April 1, 2011
48 Jam, 2600 Kilometer, Kurang dari sehari di Bahrain
Ini semua gara-gara visit visa yang tidak bisa diperpanjang. Jadi, visa saya selama kerja di Saudi adalah visit visa, single entry, 30 days. 5 hari sebelum visa habis, harus segera diperpanjang lagi. Sebelumnya visa saya bisa diperpanjang hingga empat kali. Tapi untuk kali ini, baru sekali perpanjangan sudah tidak bisa lagi. Hingga pemberitahuan selanjutnya dari pihak imigrasi Saudi, informasi dari agennya. Jadi, jalan satu-satunya adalah mesti keluar Saudi. Dan apply visa baru di luar Saudi. Agen yang ngurusin visa akhirnya mutusin bawa saya ke Bahrain. Dan ke sana via darat. Jarak Jeddah ke Bahrain kurang lebih 1300 Kilometer. Passport saya ada di Riyadh untuk apply visa Bahrain, jadi saya harus ke Riyadh dulu ambil passport baru lanjut ke Bahrain.
Dari Jeddah kami berangkat pukul 07.00 pagi. Jalan raya antar kota di Saudi seperti jalan toll di Jakarta, dengan kualitas jalan yang mulus, rata, dan lurus. Jalan berkelok-kelok cuma kita jumpai ketika memasuki Taif, setelah kota Makkah. Selebihnya lurus terus. Kecepatan kami rata-rata 160 Km/jam, walaupun sepanjang jalan ga ada guncangan, serasa naik pesawat aja, tetap saya ga bisa tidur dengan tenang. Kecepatannya itu loh, istighfar aja banyak-banyak. Kecepatan maksimum yang dibolehkan adalah 120 km/jam. Kendaraan kami cuma melambat, ketika mendekati check point atau kalau terlihat ada mobil patroli polisi. Di sepanjang jalan raya menuju Riyadh, sangat banyak check point. Kendaraan berjalan lambat ketika mendekati check point, Polisi Cuma melongok ke mobil, jika mencurigakan baru dia minta check kartu identitas. Di perjalanan ini, hanya sekali kami dihentikan untuk check id, ketika memasuki gerbang kota Riyadh. Cuma bawa fotocopy passport dan Visa, bikin saya was-was juga, tapi Alhamdulillah polisinya ga rese, dan kami bisa terus memasuki kota Riyadh. Jarak 850 Kilometer Jeddah-Riyadh, dua kali kami berhenti untuk isi bensin. Di isi penuh untuk setiap 300 Kilometer. Dan sepertinya setiap jarak 100-200 Km ada tempat peristirahatan dan sekaligus pom bensin. Sepanjang jalan raya juga dipagari pinggirannya. Karena di sepanjang jalan, di padang pasir, banyak kawanan unta yang dilepas berkeliaran oleh pemiliknya. Malahan, ketika mobil kami tiba-tiba melambat, seperti biasa saya kira ada check point, ternyata ada 2 ekor unta yang lepas ke jalan raya. Polisi mengawal unta tersebut untuk digiring keluar jalan raya. Sayang ga sempat saya foto momen itu, lagian takut juga sih, ada polisi gitu loh… wekekeke...
Tiba di Riyadh pukul 14.30, kami mengambil passport dengan visa Bahrain, istirahat sebentar dan melanjutkan sisa 450 Kilometer ke Manama, Bahrain. Berangkat sekitar pukul 16.30 tiba diperbatasan Saudi sebelum memasuki King Fahd Causeway pukul 21.00. Passport control seperti gerbang jalan toll, dari dalam mobil cukup nyodorin passport ke petugas. Setelah dapat cap exit di sisi imigrasi Saudi, sekitar 10 meter kemudian passport control Imigrasi Bahrain. Mobil disuruh berhenti dan dicheck oleh petugas imigrasi Bahrain, untuk mengantisipasi penyelundupan. Setelah lolos dari passport control kami akhirnya memasuki King Fahd causeway. Causeway adalah istilah untuk jalan yang dibangun dari tanah yang ditinggikan, biasanya jalan yang dibangun di atas air atau tanah rawa. Jalan raya yang menghubungkan mainland Saudi Arabia dengan pulau Bahrain, terbentang sejauh 25 Kilometer melintas di atas laut. Survey pembangunan jalan ini dimulai pada 1968, dan konstruksi dimulai 1981 hingga resmi dibuka pada 1986 oleh Raja Fahd dari Saudi dan Raja Bahrain, Shaikh Isa bin Salman Al Khalifa.
Bahrain sangat berbeda dengan tetangganya yang sangat ketat menerapkan syariat Islam, Saudi Arabia. Bahrain yang mayoritas penduduknya adalah Syiah, diperintah oleh keluarga Al Khalifah yang Sunni. Saya amati, penduduknya terlihat lebih banyak pekerja pendatang dari India/Pakistan dan Filipina. Bahrain lebih terbuka, abaya tidak wajib, sehingga biasa terlihat wanita tidak berjilbab layaknya di Indonesia. Bahrain menjadi tempat pelarian orang Saudi dan para expat Saudi yang haus akan hiburan malam. Di Manama berjamuran night club, diskotik, dan tempat pijat. Minuman beralkohol boleh beredar di diskotik. Hotel juga sangat banyak. Bahrain juga mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber pemasukan mereka. Salah satunya dengan penyelenggaraan lomba balap mobil Formula satu, GP Bahrain. Tapi saat ini, situasi juga sedang ‘memanas’ di Bahrain, dengan munculnya kelompok-kelompok demonstran dari kelompok mayoritas Syiah, yang menantang Monarki Sunni. Kelompok Syiah itu, rumornya disupport oleh Iran. Bulan lalu, ketika Raja Abdullah dari Saudi, pulang setelah berobat dari Amerika, Raja Bahrain turut serta menyambut sang Raja di bandara Saudi. Tidak lama setelah itu, Saudi mengirimkan pasukan bersenjatanya menyeberang ke Bahrain, untuk membantu menghalau kemungkinan kekacauan demonstran. Selain itu terlihat juga banyak patroli polisi Pakistan dan India di jalan-jalan kota Manama. Loh kok ada polisi Pakistan dan India? Dari info yang saya dengar, bahwa beberapa minggu lalu, terjadi bentrok antara pendatang Pakistan dan Bengali (India), sehingga Pemerintah Bahrain meminta kedua Negara tersebut untuk mengirimkan pasukan pengamanannya.
Esoknya, saya tidak bisa pergi jauh, cuma jalan-jalan sekitaran hotel. Karena negaranya kecil, makanya jalan-jalannya juga kecil alias tidak lebar, tapi budaya berlalu lintas lebih teratur dibandingkan Saudi yang ugal-ugalan. Di Bahrain, kita bisa menggunakan mata uang Riyal Saudi untuk transaksi. 1 BHD dinilai 10 SAR. Ongkos taksi dan makanan juga lebih mahal di sini. Porsi makanan juga, porsi ‘normal’ tidak seperti di Saudi yang porsi jumbo. Pukul 2 siang, agen visa datang menjemput ke Hotel setelah visa Saudi berhasil didapatkan. Cepat banget ngurusnya. Sejam kemudian kami meluncur untuk kembali memasuki Saudi. Proses pemeriksaan visa Saudi di perbatasan Bahrain, sama dengan proses yang kita jalani di bandara. Kita tetap harus melakukan sidik jari dan difoto. Cuma karena antriannya ga ada, makanya prosesnya cepat. Kurang dari sehari, saya sudah meninggalkan Bahrain lagi. Mampir ee’ doang.
Kembali memasuki Saudi, untuk menuju Riyadh dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Jeddah, membuat saya tiduran sepanjang perjalanan. Ga ada yang menarik untuk bisa dilihat. Sepanjang jalan padang pasir, malam hari, langit tak berbintang lagi. Benar-benar gelap. Mobil berkecepatan rata-rata 140 Km/jam membuat saya was-was, berdoa, semoga pak supirnya jangan sampai silap ketiduran. Bisa celaka kita. Padang pasir, menurut pengertian guru biologi SMA saya ketika membahas tentang ekosistem adalah, sejauh mata memandang, pasir melulu.
Dalam 2 hari, 48 jam, saya melakukan perjalanan sejauh 2600 Kilometer bolak-balik. Atau sama dengan jarak lintas pulau jawa, dari ujung ke ujung, bolak-balik. Hasilnya badan pegal-pegal seharian karena masuk angin. Ngebayangin hal yang sama akan terulang jika visa saya tidak bisa diperpanjang, kontrak harus segera dievaluasi ulang nih. Cukup sudah ngeliat padang pasir Saudia.
Wassalam,
Takbir
Friday, November 26, 2010
Kisah Para Pekerja Indonesia di Saudi Arabia
Di saudia orang Indonesia dikenal sebagai house worker (perempuan) dan house driver (laki-laki). Walaupun sebenarnya banyak di sektor formal, seperti engineering, bank, dll. Pernah nganterin teman ke grapari STC untuk unlock SIM card nya, si pegawainya (org saudi) bilang, baru kali ini dia ketemu orang Indonesia yg bisa berbahasa Inggris. Artinya ??
Begitu si pekerja rumah (pembantu rumah tangga atau supir rumah tangga) datang ke saudia maka dia akan di beri iqama (Kartu Identitas kayak KTP) sebagai pengganti passport. Sedangkan passport mereka di tahan oleh majikan. Di Iqama juga tercantum nama majikannya dan nomor kontaknya. Iqama ini berlaku hingga 2 tahun, jadi si pekerja baru bisa pulang paling lama 2 tahun.
Para TKW yang dikirim ke saudia tingkat pendidikan mereka rata-rata sampai smp dan tanpa pengetahuan bahasa arab atau inggris adalah hambatan tersendiri. Malahan ada juga yang bahasa Indonesianya aja patah-patah. Sehingga setelah 6 bulan mereka ga bisa-bisa bahasa arab, justru kadang majikannya yang jadinya belajar bahasa Indonesia.. :)
Pada praktiknya beberapa pekerja rumah tsb yang akhirnya kabur dari majikannya. Yang laki masih bisa kerja serabutan, penjaga toko atau supir taksi. sedangkan yg perempuan gimana? Wallahu alam, cuma dengar kabar ga enak, bahwa banyak yang kabur dan akhirnya jadi pelacur terselubung.
Sempat bertanya pada supir taksi orang Indonesia yang 'kaburan', kalau kabur gini pulangnya gimana? soalnya passport dipegang majikan. beliau jawabnya, ya nge-'Tarzan'.. maksudnya?? menyerahkan diri ke pihak imigrasi saudia, kemudian mereka akan dipenjara dan dideportasi. Biaya pemulangan akan ditanggung oleh pemerintah RI. Lamanya dipenjara? Tergantung. karena begitu mereka di tangkap, majikan akan dihubungi, majikan yg paling baik akan membiarkan mereka di deportasi tanpa ada tuntutan apa-apa. Tapi rata-rata, majikan yg udah kesal ditinggal kabur akan memberikan tuduhan (fitnah) yang macam-macam, dan gawatnya pemerintah saudia akan lebih memihak warganya tentunya.
Oiya, iqama yang berlaku 2 tahun harus diperpanjang dan diajukan lagi di negara asal. dan jika masa tinggal melebihi ijin iqama, maka akan dikenai denda 10000 SAR (kisaran 24jt rupiah kurs saat ini). Dan tentu saja rata2 si majikan ga sudi nanggung.
Pernah ditanya sama orang pakistan yg juga sangat banyak sebagai pekerja di saudia.
"kenapa orang Indonesia membiarkan wanita mereka pergi ke luar negeri jauh dari rumah untuk bekerja... ?" saya cuma speechless dan tersenyum kecut.
Selama negara kita masih kekurangan pilihan lapangan kerja dan selama masih membolehkan TKW yg tidak berpendidikan cukup untuk keluar negeri bekerja, selama itu pula masalah TKW tidak akan selesai. kasus Sumiati akan hilang dalam beberapa bulan ke depan dan kemudian akan muncul Sumiati Sumiati yang lain.
Saya setuju dengan wacana untuk tidak lagi mengirimkan TKW yg tidak berpendidikan ke luar negeri bekerja. Pemerintah seharusnya punya target mengurangi jumlah TKW yang keluar negeri secara signifikan setiap tahunnya terutama ke negara-negara yang punya track record domestic violence cukup tinggi. seperti di Saudia ini. Walaupun orang-orang saudi lebih senang dengan PRT dari Indonesia dibandingkan PRT dari negara2 lain, semisal Filipin, Nepal, dan Srilanka. Mungkin dengan alasan agama yang sama. Sudah seharusnya pemerintah menjadikan, tidak adanya TKW tidak berpendidikan yang keluar negeri bekerja sebagai salah satu indikator kemajuan ekonomi dalam negeri kita. Devisa dari TKW berkurang tapi kemakmuran dalam negeri meningkat. Dan yang paling penting, rasa terenyuh dan sakit hati manakala ada saudari kita yang diperlakukan semena-mena sudah tidak ada lagi.
Ketika pulang ke Indonesia dan bertemu dengan rombongan TKW yang 'sukses' di bandara Saudia, melihat mereka pulang dengan tertawa-tawa, cekikikan sana-sini, bahagia karena pulang dengan selamat membawa tabungan riyal. Dari percakapan mereka, rata-rata di beri upah 1200-1500 riyal. Dan pas pulang ada juga yang sampai dikasih bonus oleh majikannya ribuan riyal. Malah ada yg udah dipesawat, masih ditelpon ama majikannya untuk ngobrol dan katanya diminta untuk segera kembali ke saudi setelah 3 bulan libur. Yang lucu juga dari percakapan mereka, "... eh kamu enak ya, anak majikannya baru satu, kalau saya ada 4". karena pekerjaan menjaga anak-anak majikannya itu yang paling repot dibanding beres-beres rumah, kata mereka. Melihat saudari sebangsa yang senang jadinya ikut senang juga. Walaupun ruang tunggu bandara jadi riuh kayak pasar karena dipenuhi para TKW kita yang sepertinya tidak mau berhenti ngobrol. kadang tengsin juga ngelihat gaya para TKW, yang duduk jongkok atau kaki di atas kursi, duduk lesehan ngelantai, malah ada yang tiduran cuek dengan gaya superman lg terbang. Abaya sudah dicopot, kelihatan sekarang gaya berpakaian wanita Indonesia.. "Warna-Warni"
Orang-orang saudi sendiri, secara umum, punya sifat jahil, tengil, dan over proud yang di atas rata-rata (sekali lagi, ini pendapat pribadi)... suka nerobos antrian, tidak sabaran ingin dilayanin cepat-cepat, kalau bicara suka teriak... tapi sebaliknya, giliran kita yg perlu, sepertinya sengaja dilambat2in, atau memang mereka kerjanya lambat ya? kalau yg udah pernah ngantri di customs bandara saudi pasti paham... Orang saudi nyetir mobil ugal-ugalan dan parkir sembarangan. Saya perhatikan rambu-rambu lalu lintas kalah banyak dari papan yang bertuliskan zikir kepada Allah. Mungkin pemerintah saudi sendiri sudah nyerah, daripada suruh warganya taat rambu lalu-lintas tapi tetap ugal-ugalan, lebih baik suruh mereka banyak-banyak ingat Tuhan saja...
Tapi saya juga banyak menemui orang saudi yang kebaikannya di atas rata-rata orang baik yg pernah saya kenal di Indonesia... Ibaratnya, orang baik saudi seperti malaikat dan orang jahatnya udah kayak setan beneran...
Saudi Arabia,
Negara yang sumber dananya adalah minyak
Bangunan dan jalan-jalannya diselesaikan oleh tangan-tangan raksasa buruh Pakistan
Jalan-jalan, taman-taman, dan mall-mall nya dirawat dan dibersihkan oleh orang Bangladesh
SPB (Sales Promotion Boy) di mall-mall, pekerja hotel, office boy di kantor-kantor, perawat dan bidan di Rumah Sakit diisi oleh orang Filipina
Pekerjaan rumah tangganya diselesaikan dan anak-anaknya diantar ke sekolah oleh orang Indonesia
Tukang cukurnya orang India
Wassalam,
Takbir
Sunday, October 17, 2010
Ke Madinah Al Munawarah
Kamis, 14 Oktober 2010, kurang sebulan lagi bulan haji, saya putuskan untuk berziarah ke Madinah Al Munawarah. Jalur yang saya ambil adalah via Makkah ke Madinah. Sekitar pukul 12.00 baru berangkat dari Jeddah. Tidak seperti waktu Ramadhan, kali ini jumlah orang yang ingin berangkat ke Makkah sangat kurang, sehingga harus menunggu lama hingga mobilnya penuh, padahal kami cuma menggunakan mobil sedan dengan 4 penumpang. Apalagi para supir rebutan penumpang. Tidak seperti sebelumnya juga, supir memeriksa dulu iqamah dan passport setiap penumpang. Di antara penumpang cuma saya yang pakai passport dengan cap stempel visa perpanjangan tiap bulan, membuat supirnya agak ragu-ragu untuk membawa saya. Perjalanan menuju Makkah lancar hingga mendekati gerbang check point pemeriksaan dokumen. Area Makkah restricted buat non muslim. Lalu lintas jadi macet karena mobil berjalan pelan untuk diperiksa satu-satu. Saya lihat petugas juga cuma melongok ke mobil melihat jika ada yang nampak mencurigakan. Sebelum-sebelumnya tidak ketat seperti ini, walaupun tetap ada pemeriksaan. Beberapa mobil di depan kami meluncur tanpa ada pemeriksaan, petugasnya cuma melihat-lihat dari luar. Tetapi tiba giliran mobil kami, saya merasa petugas yang memperhatikan saya dari luar menghentikan mobil dan meminta semuanya mengeluarkan ID masing-masing. Wah deg-degan juga, sempat tidak dibolehin lewat, gimana? Alhamdulillah tanpa ada kata dari mulut si petugas, ID kami dikembalikan dan dibolehkan melanjutkan perjalanan. Malah 2 orang bapak yang dari Sudan di samping saya yang kelihatan paling lega, sambil terus berucap Alhamdulillah, bisa terus masuk ke Makkah.
Di Masjid Al Haram, tidak seramai waktu Ramadhan, kita bisa leluasa mencari tempat yang cocok dan sebisa mungkin tidak ada yang menghalangi pandangan kita ke Ka’bah. Alhamdulillah saya sempat untuk setidaknya menyentuh Ka’bah dan sholat 2 rakaat di Hijr Ismail. Hijr Ismail adalah tempat di mana Nabi Ismail a.s dan ibunya Siti Hajar di makamkan. Persis di dekat Ka’bah. Untuk mendekati Hajar Aswad masih sulit, karena orang-orang berdesak-desakan dan malah sikut-sikutan di sisi Hajar Aswad.
Setelah sholat Ashar, saya ke tempat bus Saptco ngetem tidak jauh dari Masjid Al Haram, lurus dari arah pintu 79 King Fahd Gate. Saptco adalah perusahaan bus yang menyediakan perjalanan darat ke seluruh wilayah Saudi Arabia hingga ke beberapa Negara teluk dan timur tengah lainnya. Untuk tiket Makkah ke Madinah Al Munawarah biayanya 55 SR. Busnya kira-kira mirip dengan bus Primajasa Bandung-Jakarta. Bus Saptco ini punya jadwal keberangkatan yang teratur, setiap 2 jam bus berangkat. Walaupun masih belum penuh. Seragam supirnya pun kayak pilot pesawat komersil. Bus yang saya tumpangi ini, supirnya orang Indonesia. Bus meninggalkan Makkah Sekitar pukul 16.30. Perjalanan sekitar 5 setengah jam. Selama perjalanan dalam bus saya ketemu dengan orang Indonesia, nama mas Alex Mahesa. Muslim walau namanya gak muslim. Asli dari Rembang, Jawa Tengah. Baru sekitar 1 setengah tahun di Saudi, tapi udah bisa bercakap-cakap dengan bahasa Arab. Kata mas Alex, dia sering disangkain orang filipin, karena berkulit lebih terang dibanding rata-rata orang Indonesia dan mata sedikit sipit. Mas Alex bekerja di restaurant. Beliau ini ditransfer, dipindahkan, atau dimutasi dari Makkah ke Madinah, gara-gara sempat bertengkar dengan rekan kerjanya yang orang Mesir. Dia yang dipindahkan, karena atasan mereka juga orang Mesir hehehe… Sepanjang perjalanan ke Madinah, pemandangannya adalah dataran yang luas dengan pasir dan batu kerikil serta bukit-bukit batu yang berpasir nampak dari kejauhan. Ketika matahari telah tenggelam, diluar keliatan benar-benar gelap tidak ada tanda-tanda kehidupan. Setelah sempat berhenti di tengah perjalanan untuk istirahat, akhirnya kami tiba di Madinah Al Munawarah sekitar pukul 22.30. Dari terminal Saptco, saya dan mas Alex naik taksi 10 SR untuk ke Masjid Nabawi. Saya juga baru tau, kalau masjid Nabawi di Madinah dikenal juga sebagai Al Haram. Sebenarnya dari terminal ini, jaraknya sudah cukup dekat, cuma karena belum tau makanya kami memlilih naik taksi. Lagian mas Alex karena baru pindahan ke Madinah makanya saya bantuin bawa barang bawaannya, yang lumayan juga beratnya. Mas Alex akan dijemput oleh temannya sekitar pukul 02.00, dan mereka janjian ketemu di Masjid Nabawi. Ketika kami tiba di Masjid Nabawi, pintu Masjid sudah di tutup. Tapi masih banyak orang yang berkeliaran di halaman Masjid yang sangat luas dan lantainya sedang dibersihkan. Disini kami melihat banyak sekali Jamaah Haji Indonesia dari kloter awal yang mulai diberangkatkan sekitar 3 hari yang lalu. Berkenalan dengan bapak yang ketua kloter dari Jepara, yang sedang keliling mencari jamaah kloternya yang sudah 2 hari gak pulang-pulang, mungkin tersesat dan tidak tahu jalan kembali ke penginapan. Kami yang sudah lapar, berkeliling mencari-cari tempat makan hingga ketemu warung Indonesia, si Doel Anak Madinah, dengan menu andalan bakso goyang lidah. Warung Indonesia tetapi sebagian besar pelayannya orang Bangladesh, yang bisa bahasa Indonesia dikit-dikit.
Dihalaman Masjid banyak orang yang tidur, karena sudah jam 02.30 dan mas Alex sudah dijemput temannya, saya yang sudah ngantuk berat juga tertidur, melantai seperti yang lain. Diliatin oleh jamaah haji Indonesia yang masih mondar-mandir. Mungkin mereka berpikir, pasti orang ini abis diusir ama majikannya, makanya sekarang jadi gelandangan di sini… hahahaha…
Pukul 04.00 azan berkumandang, dan pintu-pintu masjid mulai dibuka. Seperti halnya di Masjid Al Haram Makkah, azan dikumandangkan sejam sebelum azan subuh. Saya terbangun, pergi wudhu dan segera cari posisi yang nyaman di dalam Masjid. Masih terkantuk-kantuk menunggu waktu sholat subuh. Setelah sholat subuh, keluar untuk cari sarapan, disinilah saya melihat sudah banyak jamah haji yang berkumpul di Madinah dari berbagai Negara. Indonesia, Malaysia, Thailand, Bangladesh, India, Pakistan, Afghanistan, Turki, dan Negara-negara Arab. Dan setiap rombongan menggunakan beraneka warna seragam untuk menandai kelompok rombongan mereka. Rombongan yang paling dominan tentu saja dari Indonesia. Bahkan untuk setiap kloter dari provinsi yang berbeda menggunakan seragam yang beda pula. Dari semua seragam yang ada, 3 ternorak adalah dari kontingen Jawa Barat dengan seragam berwarna pink terang, kontingen Malaysia dengan seragam ungu sambil bawa-bawa bendera segala, dan masih dari kontingen Malaysia yang pakai blero persis yang dipake polisi lalu lintas di Indonesia. Hampir semua kontingen menggunakan kacu dengan tulisan nama rombongannya atau biro travelnya. Sehingga saya berpikir rombongan jamaah haji ini mirip rombongan jambore pramuka di Cibubur.
Disekitar Masjid, para pedagang kaki lima mulai teriak-teriak “Murah.. murah… 5 riyal saja”, para pedagang berbahasa Indonesia menjajakan dagangannya, karena pelanggan utamanya tentu saja jamaah Indonesia. Yang sudah terkenal tukang belanja. Baru datang 3 hari sudah mulai belanja habis-habisan, malah ada yang nanya-nanya tempat pengiriman barang ke Indonesia. Ingin borong sajadah dan macam-macam barang lainnya, yang bisa saja made in Tanah Abang. Yang lucu, ada pedagang Arab yang sudah setengah kesal menjelaskan kalau harganya 10 riyal (dalam bahasa Indonesia), tetapi si pelanggan tetap bertanya. Ternyata pelanggannya adalah jamaah asal Thailand, yang mirip dengan orang Indonesia… hahaha…
Jamaah haji Indonesia sebenarnya menikmati pelayanan selama haji yang lebih baik di bandingkan jamaah haji dengan Negara lain. Hotel dan penginapan mereka dekat dengan Masjid Nabawi. Disediakan shuttle bus yang mengantar keliling kota Madinah. Bandingkan dengan jamaah Afghanistan yang letak penginapan mereka sangat jauh sehingga mereka memilih tidur disekitaran Masjid untuk bisa mengikuti setiap sholat jamaah. Untuk berziarah keliling Madinah pun mereka urunan untuk menyewa minibus. Sosok pria-pria Afghan sangat mencolok dengan badan mereka yang tinggi tegap, dan wajah yang keras yang menggambarkan betapa keras pula kehidupan yang mereka jalani di negeri asalnya Afghanistan. Tapi aura mereka juga kelihatan beda. Semangat untuk beribadah mereka terlihat begitu menggebu.
Pukul 08.00 saya kembali masuk ke Masjid Nabawi, kali ini saya berjalan terus masuk ke dalam menuju tempat di mana Nabi Muhammad SAW di makamkan. Banyak Jamaah yang melakukan sholat 2 rakaat dan saya pun melakukannya. Saya membaca sholawat atas Nabi SAW sebanyak-banyaknya, hingga merasa haru ketika berada dekat dengan makamnya Nabi SAW.
Di Madinah Al Munawarah bukan cuma Masjid Nabawi yang perlu dikunjungi tapi juga beberapa tempat yang sangat penting dalam sejarah agama Islam. Di depan Masjid banyak yang menawari untuk ziarah hanya dengan membayar 10 riyal. Menggunakan mini bus, kita di bawa ke tempat bersejarah di sekitar Madinah. Yang pertama kami di bawa ke Padang Uhud, untuk berziarah ke makam para syuhada yang gugur di perang Uhud.
Selanjutnya ke Masjid Qiblatayn, atau Masjid 2 kiblat. Di masjid inilah Nabi SAW diperintahkan untuk mengubah qiblat (arah saat melaksanakan sholat), yang semula mengarah ke Masjid Al Aqsa di Jerusalem, Palestina, menjadi ke arah Ka’bah di Masjid Al Haram Makkah.
Selanjutnya ke Masjid Quba. Masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah SAW ketika tiba di Madinah setelah berhijrah dari Makkah. Di Al Qur’an disebutkan bahwa, masjid pertama ini didirikan diatas fondasi keimanan dan kesungguhan hati. Di Masjid ini Nabi bermalam sekitar 20 hari menunggu Ali bin Abi Thalib r.a menyusulnya dari Makkah untuk kemudian bersama-sama masuk ke Madinah. Rumah Ali bin Abi Thalib r.a juga berada di belakang Masjid ini. Dalam sebuah hadits, disebutkan bahwa setidaknya sekali dalam seminggu, Nabi SAW menyempatkan ke masjid Quba, dengan jalan kaki atau dengan naik unta, untuk sholat 2 rakaat di Masjid ini. Sholat 2 rakaat di Masjid Quba nilai pahalanya sama dengan pahala umroh.
Kembali ke Jeddah setelah sholat Jum’at dan mampir makan bakso Solo depan Masjid. Kali ini bus langsung Madinah- Jeddah dengan harga tiket 55 SR. Perjalanan juga sekitar 5 setengah jam. Hampir sama dengan lama waktu Makkah-Madinah.
Today’s MVP (Most Valuable Prayer) in Masjid Nabawi Madinah Al Muwarah.
Wassalam,
Takbir
Friday, August 20, 2010
Ke Masjid Al Haram Makkah
Kamis 8 Juli 2010, baru seminggu tiba di Jeddah, Saudi Arabia, teman mengajak saya untuk ke Makkah. Kebetulan ada pamannya yang sedang umroh dan dia ingin mengunjunginya. Ajakan itu tentu saja sulit untuk ditolak. Secara, banyak orang yang ingin ke Makkah tapi belum punya kesempatan. Ka'bah sudah terbayang dipelupuk mata. Kami berangkat sekitar pukul 12:30 dan tiba di Masjidil Haram sekitar pkl 14:00, langsung saja saya bergegas masuk ke dalam masjid dan sedikit demi sedikit mulai terlihat bangunan kotak hitam yang selama ini cuma saya lihat lewat televisi, gambar di sajadah, atau di kalender. Ada rasa segan, sungkan, takut, tapi perasaan rindu ingin segera bertemu terasa lebih menguasai diri. Berdiri di depan Ka'bah dan sholat langsung cuma sekitar 10 meter di hadapannya, menjadi pengalaman spiritual yang luar biasa, seakan-akan berhadapan langsung dengan Allah SWT. Inikah mungkin yang diistilahkan dengan Ihsan? Ketika sholat pandangan saya selalu tertuju ke Ka'bah. Kalau biasanya juga ke Ka'bah tapi yang ada di sajadah hehehehe ... kali ini ke Ka'bahnya langsung. Setelah sholat saya cuma duduk bengong memandangi Ka'bah. Masih perlu meyakinkan diri, ini mimpi apa beneran sih? Can't take my eyes from you. Saya juga sempat memutari Ka'bah sekali, kemudian berhenti. Nanti... Nanti saya sempurnakan jika waktunya diberi kesempatan dan kemampuan melaksanakan haji. Insha Allah. Setelah sholat Ashar berjamaah, kami akhirnya kembali ke Jeddah. Bersama dengan doa Insha Allah saya akan ke sana lagi. Kesempatan kedua ke Makkah, pada kamis 9 Ramadhan 1431H (19 Agustus 2010). Selain ingin bertemu dengan tante saya yang sedang umroh, juga saya meniatkan untuk bisa mengikuti langsung sholat tarawih di Masjiil Haram. Berangkat siang hari pukul 14:00, kali ini saya berangkat sendiri. Untuk ke Makkah dari Jeddah dengan kendaraan umum, kita mesti ke semacam terminal yang di sebut Bamakkah, yang terletak dekat dari Al Balad (wilayah kota tua Jeddah). Di sini bisa naik taksi patungan dengan orang lain atau dengan minivan berisi sekitar 15 orang dengan biaya cuma 10 SAR (Rp 25.000). Perjalanan cuma sekitar satu jam, dan kita akan didrop di terowongan bawah komplek Masjidil Haram, tinggal naik dengan escalator dan akan langsung keluar di depan King Fahd gate 1. Langsung masuk ke dalam masjid untuk mengucapkan salam ke Ka'bah. Kali ini didalam masjidil Haram sangat ramai dan penuh dengan Jama'ah yang berdatangan dari seluruh penjuru dunia Muslim, melaksanakan umroh di bulan Ramadhan. Janjian dengan tante saya bertemu setelah sholat Ashar karena sulit sekali mandapatkan tempat kosong, jika kami meninggalkan tempat kami. Masjid sebesar ini masih 'kurang besar' untuk menampung banjir manusia yang mendatanginya. Setelah bertemu dengan tante saya, kami kemudian pisah lagi sekitar pukul 17:30 untuk bergegas cari tempat di dalam masjid untuk berbuka puasa. Benar-benar sulit cari tempat yang lowong. Orang-orang sudah 'standby' setelah ashar hingga setelah tarawih. Berada di masjid dari pukul 17:30 hingga setelah tarawih pkl 23:30, bikin kaki jadi lumayan kebas juga. Tapi terbayar dengan kepuasan bisa merasakan buka puasa dan sholat tarawih dan witirnya Masjidil Haram, komplit 23 rakaat. Bermalam di dalam Masjid, dan memang sangat ramai dengan orang-orang yang tidur di dalam sana hingga sahur. Azan berkumandang sekitar pkl 03.45 pagi, awalnya saya sangka sudah subuh ternyata belum. Alhamdulillah, hampir saja tidak sahur. Setelah sholat subuh dan berpamitan dengan tante, saya bergegas kembali ke Jeddah, kali ini dengan menyewa taksi, berempat dengan orang lain. Masing-masing 30 SAR. Diluar ramadhan dan musim haji sewanya mestinya lebih murah. Bagaimanapun juga, 10 Ramadhan 1431H, bisa menjadi hari terbaik yang pernah saya habiskan.
Jamaah yang bertawaf setelah tarawih, sekitar pukul 23.30 waktu Makkah
Makkah Clock Royal Tower, tepat di depan King Fahd Gate 1. Bisa jadi patokan kalau pusing muter-muter. Dan bisa jadi nanti akan menjadi patokan waktu seluruh dunia.
Wassalam,
Takbir