Thursday, January 15, 2009

Kenapa Saya Orang Indonesia ?

Tiap orang pasti sudah mahfum kalau kita lahir ke dunia, tidak dengan hak untuk memilih apakah kita ras kulit putih, hitam, atau berwarna lainnya. Apakah kita pria atau wanita. Apakah cantik, ganteng, atau biasa-biasa saja. Apakah kita lahir dari keluarga kaya, berkedudukan, terhormat, ataukah dari keluarga miskin yang buat memikirkan makan sehari-hari saja serasa mahasiswa tingkat akhir dikejar tenggat skripsi. Di manakah kita akan dilahirkan, apakah sebagai warga USA, Arab Saudi, UK, Eropa, Afrika, Gurun Sahara, Siberia, ataukah di sebuah lokasi yang tak terdeteksi di peta dalam wilayah Indonesia? Apa agama kita, defaultnya sih, ya sesuai agama orang tua kita. Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai keberadaan kita di dunia ini. Tapi, Tuhan menciptakan beberapa hal yang sama pada setiap Insan, yaitu kecenderungan untuk mencintai kebenaran, keadilan, dan kedamaian baik dengan hati atau perasaan ataupun pikiran. Tuhan berjanji bahwa kelak Dia akan menilai dan memberi ‘rewards’ kepada setiap manusia berdasarkan apa yang manusia itu telah lakukan selama kesempatannya hidup di dunia bukan berdasarkan rasnya, sukunya, kekayaannya, atau pangkat dan kedudukannya. Kalau tidak seperti itu, berarti Dia tidak pantas menyebut diri-Nya Maha Adil, Maha Bijaksana, dsb. Dalam konsep Islam, manusia dinilai oleh Allah SWT berdasarkan ketakwaannya kepada-Nya, dan sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia yang lain.

Tidak semua orang mungkin pernah bertanya mengapa saya diciptakan dengan keadaan seperti sekarang ini? Dan, saya mungkin salah seorang dari sekian banyak orang yang sering memikirkan hal ini. Tapi dalam tulisan ini saya membatasinya dengan pertanyaan kenapa saya orang Indonesia. Sebelum memikirkan dan akhirnya menyimpulkan jawabannya (yang tentu saja tiap orang punya pemahaman yang berbeda-beda), saya menggunakan metode ilmu Tawakkal. Tawakkal ada 3 tingkatannya: tidak protes dengan ketetapan-Nya, untuk kemudian ridho dengan ketetapan-Nya, dan akhirnya senang dengan ketetapan-Nya.

Pertama, kenapa saya orang Indonesia? Ini titik awal di mana saya tidak boleh protes, kalau Anda protes berarti Anda tidak bisa ke tingkat selanjutnya. Pertanyaan inipun sebenarnya sudah sangat kompleks karena di Indonesia sendiri terdiri dari begitu banyak suku bangsa. Dan saya terlahir dari ayah yang Bugis dan ibu yang Makassar. Tapi saya sendiri merasa lebih Makassar karena besar dalam lingkungan tersebut. Kalau mau bahas detail gak akan selesai-selesai tulisan ini, bisa-bisa nyaingin jumlah jilid Harry potter (dengan penjualan yang berbanding terbalik tentunya). Kenapa saya bukan orang Amerika Serikat, selalu menjadi warga kelas satu di manapun saya berada, yang kalau sedikit diperlakukan tidak layak di Negara lain, maka satu tim khusus akan segera diturunkan untuk menyelamatkan saya, dan presiden Negara tersebut akan kena ‘tegur’ dari presiden saya. Atau kenapa bukan di Kuwait, dari lahir hingga berumur 18 Tahun hidup saya di jamin oleh Negara, kalau nikah akan diberi pinjaman tanpa bunga untuk beli rumah, tanpa limit waktu jatuh tempo, dan bahkan tidak perlu memikirkan untuk mencari kerja, malah mikir nyari pekerja. Sekarang kenapa di Indonesia? Untuk dilahirkan saja perlu memperlihatkan kartu miskin, kalo gak punya harap maaf aja, petugas kami sibuk melayani yang lain. Untuk memikirkan hidup setelah lahir akan sama saja, sama payahnya. Jadi ingat bibi saya yang seorang bidan desa, ayah sang bayi tidak mampu membayar biaya persalinan karena beliau cuma petani buruh, sang ayah berinisiatif membayarnya dengan tiap hari datang ke rumah bibi saya untuk membersihkan halaman dan merawat kebun kecil yang ada di belakang rumahnya. Terenyuh bukan? Dan saya yakin kejadian seperti itu sangat banyak di seantero negeri tapi off record. Banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat yang lebih tinggi bahkan ada juga yang tidak mampu menyekolahkannya sama sekali. Boro-boro biaya sekolah, untuk makan saja sulit, begitu mungkin protes mereka. Kemiskinan terasa begitu familiar bagi bangsa kita. Tapi Alhamdulillah, banyak yang mengeluh tapi masih lebih banyak lagi yang menyikapinya dengan sekedar tersenyum jika ditanya mengenai kehidupannya.

Di belahan dunia yang lain masih ada yang jauh lebih menderita dari bangsa kita sekarang ini. Banyak negara-negara yang masih jauh lebih miskin dari negara kita, misalnya saja Afghanistan, Somalia, dan Palestina. Untuk menjalankan pemerintahannya saja bisa di bilang 100 % adalah bantuan dana dari negara yang mau ‘berbaik hati’ menyalurkannya kepada mereka. Seorang kawan expat yang pernah kerja di Afghanistan, menyatakan kalo Afghanistan is extremely poor. Jadi di titik ini, kita sudah seharusnya ridho dengan ketetapan-Nya karena setidaknya bangsa kita masih ‘lebih baik’ dari beberapa negara yang ada.

Kalau di bandingkan dengan warga Kuwait tadi yang tidak perlu susah-susah cari kerja, kita warga negara Indonesia, begitu susah payah melamar ke sana kemari, yang itupun belum tentu surat lamaran kita kebaca. Saking banyaknya pelamar pekerjaan yang mungkin cuma menyediakan satu atau dua posisi lowong. Bagi yang berpendidikan lebih tinggi mungkin tidak akan sesulit itu, tapi bagaimana dengan yang cuma lulusan SMU? Atau yang paling kasian yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Saya yang (Alhamdulillah) sarjana aja pusing cari kerja apalagi sebagian besar saudara-saudara kita yang tidak berpendidikan sampai ke situ. Begitu banyak usaha yang kita upayakan dan keringat yang kita keluarkan untuk sekedar mendapatkan kehidupan yang layak. Begitu berhasil mendapatkan hasil -yang mungkin bagi warga Kuwait atau AS tidak ada artinya– kita merasakan senang luar biasa, setidaknya sudah merasa lebih beruntung dari saudara sebangsa yang lain. Dengan hasil itulah kita kemudian belajar bersyukur. Rasa syukur yang mungkin tidak atau belum tentu dimiliki oleh warga negara-negara kaya yang kehidupannya serba berkecukupan. Rasa syukur yang akan menambah kedekatan kita kepada yang Maha Pencipta. Dia akan senang jika pemberian-Nya ditanggapi dengan rasa syukur. Jadi belum tentu, negara yang kaya berarti Sang Pencipta lebih sayang kepada mereka. Tidak, selama mereka tidak bersyukur. Jadi, kondisi mana yang Anda pilih? Tentu saja, kaya dan bersyukur... hehehe..

Di tengah-tengah masyarakat dunia, suara Indonesia sepertinya tidak kedengaran. Buat apa didengerin, wong 1 rupiah itu sepersekian kali dari mata uang kita, itu mungkin pikir mereka. Ketika nonton berita di televisi, yang ada tentang demonstrasi anti Israel dan bencana gempa bumi di Manokwari, Papua. Itupun ditampilin gak sampai 30 detik saya kira. Yang sedikit menggembirakan ketika ada acara televisi tentang travelling, di situ ditampilkan keindahan Pulau Bali -lagi-lagi Bali, bukan berarti gak seneng Bali ya, cuma jadi percaya aja kalo orang luar itu lebih kenal Bali bukan Indonesia - dan acara itu lumayan lama, sekitar 15 menit, setidaknya melepas kerinduan dengan melihat wajah-wajah khas Indonesia. Bandingkan dengan berita mengenai pergantian presiden USA yang baru saja lewat. Hampir tiap hari saya lihat wajah Obama mejeng di TV. Acara Bush senior dan junior di atas kapal Perang AS sampai diliput hampir 10 menit. Menghadapi Indonesia, mungkin tidak ada satupun Negara yang merasakan gentar. Secara ukuran fisik kita kalah, kekuatan persenjataan apalagi, kemampuan diplomasi pejabat kita belum bisa diharapkan. Berita mengenai TKW yang dianiaya di negara-negara Arab, Hongkong, Taiwan, atau bahkan di tetangga sebelah Malaysia, Pemerintah kita kayaknya sudah lebih siap mengantarkan jenazah mereka pulang jika sudah mati daripada memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka di sana. Sungguh tragis benar. Tapi di balik itu, apakah pernah kita mendengar bangsa kita memperlakukan bangsa lain dengan tidak semena-mena? Adakah bangsa atau negara yang tersinggung dengan perlakuan kita terhadap warga mereka? Saya kira tidak ada. Ngeliat bule berkunjung ke negara kita aja, kita seneng bukan main. Belum lagi kalo mereka menyapa dengan “Apa Kabar?”, “Terima Kasih...” cukup dua kata untuk menyenangkan hati orang Indonesia.

Sekarang pilihannya, menjadi negara kaya dan adidaya tapi dibenci banyak negara lainnya atau menjadi negara yang seperti Indonesia sekarang ini, tidak berdaya tapi tidak punya musuh. Kalau saya pribadi, lebih baik hidup sederhana tapi banyak kawan, daripada kaya raya tapi teman yang disekitar kita cuma dekat karena kekayaan kita saja. Yah, paling orang Indonesia benci dengan Negara USA (bukan benci secara orang per orang) karena sikap arogansinya. Dan saya rasa warga Amerika juga sudah mahfum dengan sikap warga kita terhadap pemerintah mereka, karena banyak di antara mereka sendiri yang tidak suka dengan gaya Cowboy pemerintahannya. Kira-kira di mana posisi G.W. Bush di akhirat nanti? Satu orang saja yang merasa teraniaya oleh saya dan mendoakan saya masuk neraka saya sudah takut dan mungkin sampai cium kaki orang itu minta maaf, apalagi kalau berjuta-juta orang yang mendoakan masuk neraka ya? Tapi lihatlah Bush, semakin dia dihujat semakin mantap niatnya dan gagah gayanya menginstruksikan untuk mengirimkan pasukannya ke Irak dan Afghanistan. Dan juga mungkin Israel menjadi negara yang paling tidak disukai oleh warga Indonesia. Untunglah, dalam kitab suci mereka bukan Tanah Jawa, Tanah Kalimantan, atau bagian Indonesia lainnya sebagai Tanah Perjanjian yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Kalau iya, ngungsi ke mana kita?

Indonesia adalah bangsa yang mungkin paling lama dijajah oleh bangsa lain. Bangsa Belanda menguasai dan mengeksploitasi segala sumber daya yang dimiliki oleh negeri yang elok ini. Sekitar 350 tahun mereka menjajah kita yang dulunya bukanlah Indonesia, tapi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Maluku, Lombok dan Papua. Di semua pulau utama tersebut sebelum Belanda datang, di kuasai oleh raja-raja lokal dengan adat dan tata cara pemerintahannya sendiri. Ketika Belanda datang dan merampas kekuasaan mereka, disitulah mulai tumbuh satu rasa yang sama di antara para pemimpin lokal dan rakyat di seantero nusantara, merasa senasib sebagai bangsa terjajah. Dari situ pula lah terjalin tali silaturahmi yang mengikat anak-anak negeri kepulauan ini untuk bersama-sama mengadakan usaha-usaha memerdekakan bangsa ini dari penjajahan. Jadi, sekiranya Belanda tidak datang dan menjajah Nusantara, apakah akan ada negara yang bernama Indonesia? Saya kira kecil kemungkinannya. Praja STPDN aja sering berantem antar delegasi dari provinsi yang berbeda. Yang ada mungkin negara Jawa, Sunda, Batak, Aceh, Bali, Makassar, Dayak, Papua, dll. Kalau sampai begitu, jika berkunjung ke luar pulau kita mesti mengurus VISA dan segala ijin-ijin lainnya. Belum lagi bahasa yang berbeda-beda. Sekarang, apakah Anda senang dengan keberadaan Negara Indonesia dari ujung Aceh hingga Merauke? Tentu saja senang, punya negara kepulauan yang luas dengan berbagai keragamannya. Tapi bukan berarti kita senang pula sudah dijajah Belanda sekian lama. Kita cuma mengambil hikmah di balik sejarah tersebut.

Sekarang sebagai bangsa Indonesia kita punya banyak hal yang membuat kita merasa senang, diantaranya punya negara yang luas (walaupun sempat terjajah 350 tahun lebih), punya masyarakat yang sikapnya ramah-ramah, tidak ada negara yang memusuhi negara kita, dianugerahi kemerdekaan (walaupun secara ekonomi masih dijajah kayaknya). Saya bandingin dengan Russia, tempat saya mengadu peruntungan sekarang ini, cuaca pada musim dingin sangat dingin dan pada musim panas bisa sangat panas. Indonesia, sepanjang tahun seluruh tanahnya diterangi dan dihangatkan oleh cahaya matahari. Kayu dan batu pun jadi tanaman. Sampai di sini kayaknya kita cukup senang dengan ketetapan-Nya menjadikan kita di dunia sebagai orang Indonesia. Tinggal bagaimana kita mensyukuri semuanya dengan bersama-sama membangun bangsa ini menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?



Wassalam

Takbir

4 comments:

the counterparts said...

Subhanallah......sungguh, sungguh bermakan apa yang anda tulis di atas. sebuah perenungan dan pembantahan istilah 'rumput tetangga terlihat lebih hijau' semoga kit abisa selalu bisa menyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, apapun itu. amin

http://kuntarini.multiply.com/ said...

Halo, Salam kenal.....

Perjalanan panjang yang mewujud menjadi renungan masuk jauh ke dalam diri, untuk memahami diri....Saya pun sudah sampai kepada jawaban renungan ini dan sekarang tiap saat mensyukuri menjadi bangsa Indonesia yg tanahnya sungguh gemah ripah loh jinawi ini dan teman2nya ramah2 :) Masih tetap kesel dgn pemerintahan yg dari saya lahir sampe skrg rasanya sama aja, tapi terlepas dari pemerintahnya, saya bersyukur lahir di Indonesia :)

gadis said...

great posting :) love it!

antifien said...

hiks....hiks.......paling sedih membaca yg bagian sampai2 baru mau lahir saja sudah harus menunjukkan kartu miskinnya........jadi ingatka waktu kemarin saya ajak tamu unhas yg dari jepang jalan2 ke rs tempatku bekerja dan dia berkata how poor indonesia...thanks to god sy terlahir bukan disini.....