Monday, July 22, 2013

Jalan-jalan Seputar Bangkok - Grand Palace

 
Saya sengaja menunggu hingga tante dan adik saya datang berlibur ke Bangkok untuk mengunjungi Grand Palace. Karena tiket masuknya yang mahal 500 Baht atau sekitar 165 ribu Rupiah. Satu-satunya hal yang hingga saat ini saya anggap kemahalan di Bangkok. Buat warga lokal sih gratis. Kalau berani  dan bermuka tebal sebenarnya bisa aja nyelonong masuk ikut di antrian warga lokal karena tampang kita yang mirip mereka, tapi ga tau gimana kalau ketahuan, mungkin mukanya makin tebal.. hahahaha

Berangkat dari tempat tinggal saya di daerah Rong Mueang, saya nyegat taksi dan yakin bahwa semua supir taksi pasti tau di mana itu Grand Palace. Benar saja, taksi pertama aja langsung mengangguk begitu saya menyebut Grand Palace. Di belokan pertama taksi belok ke arah yang benar. Oke, artinya ga ada masalah pikir saya, supirnya tau. Masih belum jauh kami berjalan di perempatan di mana seharusnya dia lurus tapi malah belok kanan, saya belum berpikir kami salah, saya masih berpikir dia ambil jalur lain, karena memang di perempatan tadi sangat macet. Melewati semacam pasar grosir, sambil ngobrol, tante saya menunjuk dengan jari ke arah pasar, sang supir juga ikut-ikutan nunjuk ke arah yang sama sambil berbicara bahasa Thai yang jelas saya tidak mengerti, namun saya mengangguk-angguk saja. Kemudian taksi kami berbelok ke kiri masuk ke pasar, eittss... mau kemana nih.. Ternyata bapak supirnya membawa kami ke Prince Palace, hotel berbintang di dekat pasar itu. Baru saya sadar ternyata pak supirnya salah mengerti dengan tujuan kami. Saya berulang-ulang sebutin Grand Palace, malah dia jadi kelihatan bingung. Sempat pak supirnya sepertinya nanya ke petugas security depan hotel, tapi sepertinya petugasnya juga bingung.

Karena bingung, supirnya malah menepikan taksi, saya kemudian menelpon kawan untuk bertanya apa bahasa Thai nya Grand Palace. Tapi malah di jawab, pasti semua taulah di mana itu Grand Palace, tapi gw ga tau bahasa Thai nya. Yaahh.. tidak membantu juga. Akhirnya saya teringat kalau Grand Palace dekat dengan Khaosan Road, saya bilang aja Khaosan ke bapak supirnya dan dia langsung mengangguk paham. Kami pun di bawa ke Khaosan. Setiba di mulut jalan Khaosan, saya minta turun, jangan sampai kita muter-muter lagi kejauhan di dalam area Khaosan. Saya yakin pak supirnya tidak berniat membawa kami muter-muter ga jelas, ini semua karena saya yang tidak bisa menjelaskan alamat tujuan dengan baik. Jadinya siang-siang jalan kaki kepanasan. Dari Khaosan kami jalan kaki melihat-lihat sekitar dan berniat nyari taksi lain yang bisa membawa kami ke Grand Palace.

Sempat nampang bentar di depan monumen demokrasi dekat Khaosan Road

Tapi ternyata dari sekian banyak supir taksi dan tuk-tuk, benar-benar tak ada yang tau. Dan saya juga jadi bingung gimana lagi bilangnya. Akhirnya saya menelpon kawan orang lokal, dan ternyata kata dia, saya harus menyebut dalam bahasa Thai nya, yaitu Wat Phra Kaew (baca: wat pla kew, karena lidah cadel orang Thailand). Supir taksi atau tuk-tuk lokal jarang yang mengerti Grand Palace itu Wat Phra Kaew. Dan benar saja, supir tuk-tuknya langsung ngerti begitu saya bilang wat pla kew. Karena memang sudah tidak begitu jauh kami cukup bayar 50 baht saja dan diantar hingga dekat pintu masuknya. Akhirnya sampai juga, kami hanya menertawakan kebodohan kami tadi..

Grand Palace atau Wat Phra Kaew sepertinya menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh setiap wisatawan yang berkunjung ke Bangkok. Mungkin karena itulah harga tiket masuk sangat tinggi untuk mendapatkan pemasukan yang sebanyak-banyaknya tentunya. Untuk masuk pertama kali mungkin lumayan sepadan lah dengan harganya, tapi tidak untuk berkunjung dua kali, dengan harga yang sama tentunya. Kecuali kalau masuk gratis, hayuk aja.. hehehe..



Wat Phra Kaew pertama kali dibangun ketika ibukota Kerajaan Siam dipindahkan dari Ayuthaya ke Bangkok, setelah kekalahan Ayuthaya dari Kerajaan Burma (atau yang sekarang adalah Myanmar). Saat ini sudah tidak ditempati oleh keluarga kerajaan dan dibuka untuk umum. Bangunan yang ada di dalam memang megah dan sebagian dilapisi dengan corak keemasan.



Bangunan utama yang dikunjungi oleh umat Budha Thailand untuk berdoa adalah bangunan yang berisikan patung Budha yang terbuat dari batu zamrud berwarna hijau. Yang menurut legenda di buat di India, namun kemudian di bawa ke Srilanka untuk diselamatkan dari perang sipil yang terjadi. Pernah dibawa ke Kamboja dan Laos hingga akhirnya dibawa dan disimpan di Bangkok oleh Raja Pertama dinasti Chakri yang hingga saat ini berkuasa di Thailand. Dibolehkan masuk ke ruangan ini, tapi dilarang memotret.

Phra Thinang Maha Prasat bangunan dengan arsitektur eropa ini dibangun pada masa Raja Rama V, setelah dia berkunjung ke Jawa dan Singapura di mana dia melihat bangunan gaya Eropa masa kolonial.



Keluar dari Grand Palace, kami mampir sebentar minum air kelapa. Saya menawari untuk mengunjungi Wat Pho, patung Budha tidur tapi sepertinya adik dan tante saya ini tidak tertarik. Setelah itu kami hanya berjalan kaki menuju Tha Tien pier. Naik perahu ke seberang menuju Wat Arun.

Kami hanya berjalan-jalan di sekitarnya. Saya sih sudah pernah masuk dan mereka sepertinya juga tidak terlalu tertarik untuk masuk. Cukup berfoto dari luar saja. Dari Tha Tien pier kami naik perahu menuju Saphan Taksin untuk naik BTS menuju MBK dan jalan kaki ke Petchburi untuk makan siang yang sebenarnya waktu itu sudah sore. Setelah itu kami langsung pulang karena kecapean jalan keliling di siang hari yang panas.


Salam,
Takbir

No comments: