Sunday, July 21, 2013

Kesan Pertama di Thailand


Ketika melakukan trip ke Rusia tahun 2012 yang lalu, di hostel Godzilla Moscow saya bertemu tiga perempuan separuh baya dari Thailand yang menyapa duluan, dengan bahasa Inggris cadelnya,
"kamu dari mana?"
"eh..?" sempat diam sejenak, "dari Indonesia"
"Owh sudah kami duga, muka kita sama"
"eh..?" saya lihat mereka berkulit terang dan bermata sipit, saya kira malah dari Cina atau Jepang.
"kita neighbor, kami dari Thailand."
"Oow.."
"sudah pernah ke Thailand?"
"belum.."
"Wah kamu ini.. kenapa kamu mengunjungi tempat yang begitu jauh sementara tetangga sendiri belum pernah.."
"Heheheh... *cengengesan sambil mikir cari alasan* saya ada keinginan juga ke Thailand, tapi nanti aja, karena kan dekat dan bebas visa jadi bisa kapan saja."
Percakapan berlanjut tentang perjalanan masing-masing. Passport Thailand ternyata bebas visa ke Rusia dan ada penerbangan Aeroflot langsung dari Bangkok ke Moscow.

Cuplikan kejadian setahun lalu tersebut terlintas di benak ketika akhirnya mendapat kesempatan ke Thailand. Negara tetangga pertama yang saya kunjungi.

Kesan pertama ketika mendarat di bandara Suvarnabhumi, Bangkok, melihat bandaranya keren dengan desain modern seperti bandar udara di kota-kota besar negara maju. Dan di sini pula, terlihat begitu banyak turis mancanegara tumpah ruah, beragam bahasa campur aduk di telinga. Ga ngerti, tapi menyenangkan didengar. Bandara Suvarnabhumi juga didukung dengan layanan transportasi Airport Link ke tengah kota. Stasiun terakhir di Phayathai (45 Baht).

Ketika tiba di kota Bangkok, saya langsung merasakan kemiripannya dengan Jakarta, kota padat penduduk padat kendaraan. Apalagi cuacanya juga sama. Panas dan gerah. Teman yang menjemput saya di Bandara, namanya Adit, setelah menaruh barang di tempatnya langsung mengajak makan malam di Petchburi soi cet. Ternyata di area ini banyak warga Thai muslim, terdapat mesjid Daarul Aman dan banyak penjual makanan halal di sekitarnya. Tambahan lagi, banyak yang bisa bahasa Melayu atau orang Thailand menyebutnya bahasa Yawi. Selanjutnya selama di Bangkok, setidaknya hampir seminggu sekali ke sini untuk sholat Jumat.
Yang sangat tampak jelas banyak di Bangkok, selain 7eleven dan tuk-tuk, yaitu pedagang makanan tepi jalan. Mulai dari tom yum, mi rebus, berbagai macam sate hingga ikan bakar, bisa kita jumpai di tepi jalan. Seperti di Jakarta, penjual buah yang sudah dikupas juga banyak. Belum lagi pedagang kaki lima segala macam barang. Orang lokal sepertinya bisa bebas saja buka lapak untuk berdagang di tepi jalan, tanpa khawatir digrebek tramtib.

Untuk biaya hidup, seperti harga makanan dan pakaian, ongkos transportasi serta biaya sewa tempat tinggal, saya kira relatif lebih murah dibandingkan Jakarta. Mungkin perbandingannya 5/6. Padahal harga bahan bakar lebih mahal di bandingkan di Indonesia. Sepertinya hasil bumi cukup berlimpah di sini. Makanan juga bumbunya tidak jauh beda dengan makanan di Indonesia. Cocoklah dengan lidah orang Indonesia. Hanya saja, orang Thailand sepertinya suka pedas. Semua makanannya pedas. Pernah makan tom yum ampe bibir kebal hidung jadi ingusan karena pedas.

Orang-orang Thailand juga 11-12 dengan orang Indonesia, sikapnya ramah dan mukanya sama. Saya seringkali langsung disapa dengan bahasa Thai oleh supir taksi atau kasir di 7eleven. Bedanya ya bahasa dan mayoritas warga Thailand adalah penganut Buddha. Orang Thai rada cadel, jadi awalnya susah ngerti ketika mereka berbahasa Inggris, apalagi bahasa Thai :). Beberapa kata yang berawalan S dikuti konsonan lain akan terdengar lucu. Start jadi settat, stop jadi settop, speak jadi seppek dengan hidung sedikit sengau.

Di Bangkok, akan kita saksikan berbagai jenis perkawinan silang. Pria dengan wanita, wanita dengan wanita, pria dengan pria. Ada pria yang berpenampilan dengan riasan wajah serta pakaian dengan gerak gerik gemulai layaknya wanita. Sebaliknya ada wanita yang berusaha tampil dengan gaya pakaian pria, potongan rambut pria, serta dengan dada bidang seperti pria. Cowok cantik dan cewek ganteng ala boyband K-pop. Semuanya kelihatan normal di Thailand. Tidak ada diskriminasi pada warganya yang ingkar gender. Jadi tertarik mengetahui persepsi masyarakat Thai dengan kondisi tersebut.

Apalagi didukung oleh tata bahasa Thai sendiri. Pria akan mengucapkan krab (baca: kap) dan wanita mengucapkan ka di setiap akhir kalimatnya. Orang Thailand bisa mendefiniskan jenis gendernya dari kata yang digunakan. Jadi kalau ketemu cewek cakep yang masih keceplosan bilang kap, berarti dia adalah transgender alias kw super, hahaha...

Itu dulu selayang pandang tentang Thailand. Mudah-mudahan saya bisa menulis lebih banyak lagi tentang jalan-jalan dan kehidupan selama di Thailand.

Sungai Chao Phraya yang membelah Bangkok


Salam,
Takbir

No comments: