Friday, March 14, 2014

Lucknow - Kota para Nawab

Begitu tiba di Lucknow, Ibukota dari negara bagian Uttar Pradesh, di utara India, saya langsung diantarkan untuk mencari penginapan. Ternyata tidak semua penginapan dan hotel dibolehkan menerima tamu orang asing. Hanya hotel tertentu saja. Dengan alasan keamanan dan adanya isu terorisme. Mungkin sejak kejadian teror hotel di Mumbai beberapa tahun yang lalu. Dan adanya kejadian saling serang antar umat Hindu dan Muslim di Kota Ayodhya, yang masih masuk wilayah Negara Bagian Uttar Pradesh, setelah penghancuran Masjid Babri oleh umat Hindu garis keras yang menganggap bahwa Masjid Babri dibangun diatas reruntuhan Kuil Rama. Sengketa tersebut belum selesai hingga sekarang.

Harga kisaran hotel yang murah sekitar 1000 rupee. Hampir semua hotel yang kami datangi tidak menerima orang asing. Ada yang bisa, tetapi hotel berbintang dengan tarif paling murah 4500 rupee semalam. Akhirnya setelah menelpon beberapa tempat, ada yang bisa menerima dan harganya lebih masuk akal, sekitar 2000 rupee semalam di hotel Santa Inn.

Kalau dari kata teman lokal, Lucknow itu termasuk kota yang indah. Lebih mudah menemukan makanan non-vegetarian, karena populasi muslim di kota ini juga cukup besar. Tapi yang saya lihat jalanan yang sumpek dan berisik dengan kendaraan yang sedang beradu suara klakson. Belum lagi sapi yang berdiri seenaknya di tengah jalan. Di Lucknow memang terlihat masih banyak bangunan tua yang dipakai, tetapi sayang tidak terawat dan sekitarnya sangat kotor.

Lucknow dikenal juga dengan sebutan kotanya para Nawab. Nawab adalah gelar yang diberikan bagi pemimpin wilayah ini dibawah kekuasaan dinasti Mughal. Disebut juga Shiraz-nya India karena banyaknya bangunan megah yang menyaingi keindahan kota Shiraz di Iran pada masa jayanya.

Peninggalan arsitektur dinasti mughal yang paling terkenal di kota ini adalah Bara Imambara. Mayoritas muslim di Lucknow beraliran syiah. Imambara berarti imam dua belas, sekte syiah yang paling besar. Di hari sabtu dengan naik bajai alias auto untuk sebutan orang lokal, menuju Bara Imambara. Harga tiket masuk 500 rupee untuk orang asing, ditambah lagi 5 rupee untuk dibolehkan bawa kamera DSLR.

Bangunan utama Bara Imambara berupa hall besar yang digunakan oleh umat syiah ketika memperingati ashura setiap 10 Muharram. Bangunan ini didirikan ketika Asaf-ud-Daulah berkuasa sebagai Nawab. Arsitek dari Delhi dipilih sebagai perancang bangunan setelah memenangkan kontes rancangan terbaik. Di dalam hall bangunan ini terdapat makam sang pendiri dan perancangnya.

Di halaman Bara Imambara ada masjid Asafi.

Kita bisa ke atas bangunan Bara Imambara yang lantai atasnya dirancang berupa labirin tiga dimensi. Orang lokal menyebutnya Bhulbulaiyah. Kalau takut tersesat lebih baik tidak usah dicoba. Rombongan pelajar dan anak muda ramai saling teriak di dalam labirin.

Pemandangan dari atas Bara Imambara.

Tidak jauh di luar Bara Imambara terdapat gerbang Rumi atau Rumi Darwaza.

Dari Rumi Darwaza berjalan lurus terus sekitar 300 meter terdapat monumen lain, yaitu Chotta Imambara yang dibangun oleh Nawab ketiga di Lucknow, Muhammad Ali Shah. Bangunan ini sekaligus menjadi Mausoleum untuk makam sang Nawab dan makam ibunya. Sekarang ini berfungsi sebagai tempat berkumpul muslim shiah di sini untuk acara keagamaan. Tiket yang kita beli di Bara Imambara juga berlaku di sini, jadi jangan dibuang tiketnya.

Gerbang kompleks Chotta Imambara

Bangunan utama Chotta Imambara



Menara jam kuno di sebuah lapangan di tepi jalan menuju Chotta Imambara.


Monumen Ambedkar adalah salah satu landmark kota Lucknow yang begitu nyata karena ukurannya yang sangat luas dan bangunannya yang besar. Tiket masuk ke tempat ini hanya 10 rupee. Monumen ini dibangun untuk menghormati Dr. Bhimrao Ambedkar, seorang tokoh asal kota Lucknow, yang merupakan menteri hukum pertama ketika India memperoleh kemerdekaan pada tahun 1947. Ambedkar berjuang demi persamaan hak untuk semua warga India yang masih mempraktekkan perbedaan kasta.

Ambedkar sendiri lahir dari keluarga kasta paling bawah di India. Kasta paling bawah yang mengalami diskriminasi. Sulit mendapat akses pendidikan, fasilitas umum, dan pekerjaan yang layak. Kasta teratas tidak sudi berbagi tempat minum dengan kasta terendah. Persamaan hak ini yang diperjuangkan oleh Ambedkar. Walau secara konstitusi telah dilarang, tetapi dilain pihak, tradisi Hindu masih sulit menghilangkan sistem kasta ini. Ambedkar sendiri akhirnya beralih memeluk agama Buddha sebelum kematiannya, yang diikuti oleh banyak pengikutnya yang mayoritas dari kasta terendah untuk memeluk agama Budha. Di dalam bangunan monumen ini sendiri memang begitu terasa aroma Budha-nya. Terdapat patung Budha Gautama, selain patung Ambedkar dan para pejuang anti diskriminasi lainnya. Ambedkar sendiri dipuja sebagai seorang Bodhisatva.

Yang aneh adalah adanya patung mantan kepala pemerintah Uttar Pradesh, Mayavati, yang memerintahkan pembangunan monumen ini. Patung monumen seorang yang masih hidup bisa jadi gaya pencitraan yang baru. Pembangunan monumen ini yang megah begitu kontras dengan kondisi sebagian besar fasilitas umum, kebersihan dan begitu banyaknya daerah kumuh serta gelandangan.

Panorama view Ambedkar Park

Jika berencana ke Ambedkar Park, paling bagus adalah sore menjelang malam. Jadi bisa melihat pencahayaan bangunan di taman ini pada malam hari. Objek yang menarik bagi yang suka fotografi.
Catatan: Taman ini tutup setiap hari senin.




Pusat pertokoan kota Lucknow ada di area Hazrat Ganj. Jalan besar dengan kanan kiri nya pertokoan. Di sediakan space untuk para pejalan kaki. Di area ini setidaknya terlihat lebih bersih dan teratur dibandingkan area lain di kota Ini. Tempat kongkownya muda-mudi Lucknow.

Gedung Parlemen negara bagian Uttar Pradesh tidak jauh dari Hazrat Ganj

Tinggal lebih dari seminggu di Lucknow, membuat terbiasa dengan ritme kehidupan warga lokal. Terbiasa dengan jalan berdebu yang padat dan berisik. Tapi mulai merasakan keramahan warga lokal. Yang kata orang India sendiri, warga Lucknow memang terkenal lebih ramah.


Wassalam,
Takbir

No comments: