Thursday, January 27, 2011
Iran Trip - Tehran
Dari itineray awal, sebenarnya setelah Esfahan saya akan menuju Kashan, dari situ ingin mengunjungi desa kuno Abyaneh. Desa yang berumur ribuan tahun, yang terletak dipegunungan dan bangunannya dari tanah liat. Tetapi waktu di Yazd, saya telah mengunjungi Kharanaq. Saya pikir desanya sama aja, cuma bedanya, di Abyaneh masih ada penghuninya. Tujuan awal kedua, kota Qom, kota pusat pembelajaran dan kota tempat berkedudukan ulama Shiah di Iran. Di Qom, juga terdapat makam Fatimeh Masumeh, saudari dari Imam ke-12 Shiah, Imam Reza, yang banyak dikunjungi peziarah Shiah. Rencana ini juga saya batalkan, karena, pertama saya bukan pengikut Shiah dan kedua, saya mulai terbiasa melihat bangunan mesjid di Iran dengan dekorasi biru mudanya. Jadi, sudah tidak ada yang menarik lagi. Akhirnya saya putuskan langsung saja menuju Tehran. Dari Esfahan kami menumpang bus yang sangat nyaman dengan biaya IR 75 ribu. Perjalanan Esfahan ke Tehran sekitar 5 jam.
Tiba di Tehran, sesuai anjuran si Arul, kami menuju ke kantor kedutaan Indonesia untuk melapor diri. Di sini saya diterima oleh petugas KBRI, pak Agus yang sangat ramah. Setelah didaftar oleh pak Agus, Arul mengantar saya untuk mencari hotel. Esoknya saya balik lagi ke kantor KBRI untuk sholat jumat, sekalian bertemu dengan orang-orang Indonesia yang ada di tehran. Ga banyak yang datang, cuma sekitar 20 orang. Selama di Tehran saya menginap di Hotel Iran central. Single room IR 320 ribu. Hotelnya bersih, tidak berisik dan stafnya ramah. Lokasinya lumayan strategis, sesuai namanya, central, dekat buat ke mana-mana untuk ukuran kota besar seperti Tehran.
Dari Tehran, saya berencana dan sangat ingin mengunjungi dan melihat kastil alamut, kastil kaum hasyhashin atau yang merupakan asal kata Assasin dalam bahasa Inggris. Sebuah kelompok pembunuh bayaran yang didirikan oleh Hasan-e Sabbah seorang penganut Shiah sekte Ismaili. Kelompok ini dikatakan sebagai pelaku pembunuhan tokoh-tokoh penting di masa itu. Mereka hanya mengincar dan membunuh tokoh kerajaan, politik, dan pengusaha sesuai pesanan. Kaum Hasyhashin ini kemudian ditumpas oleh bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, kakaknya Kubilai Khan. Kastil alamut berlokasi diatas bukit, berjarak sekitar 65 KM dari kota Qazvin. Kota Qazvin sendiri berjarak 2 jam perjalanan bus dari Tehran. Pagi-pagi pukul 09.00, berangkat dari Tehran menuju Qazvin. Ketika berangkat, di Tehran mulai turun hujan dan cuaca sangat dingin. Ongkos bus ke Qazvin IR 25 ribu. Setiba di Qazvin, teman mencoba mengkontak agen taksi yang bisa mengantar kami ke alamut, tetapi ternyata jalan menuju ke sana sedang tidak bisa dilalui karena tertutup salju. Setelah mencoba bertanya pada supir taksi di jalanan dan mendapat jawaban yang sama, akhirnya dengan kecewa rencana ke kastil alamut batal. Kamipun terdampar di toko kue, membeli coklat dan selai anggur khas Iran buat oleh-oleh pas pulang ntar. Dari situ kamipun balik ke terminal dan kembali menuju Tehran. Cuaca di luar memang sangat dingin sekali. Waktunya memang ga cocok buat trekking ke daerah perbukitan.
Esoknya saya menuju ke komplek Golestan Palace. Komplek Istana musim panas Shah terakhir Iran sebelum digulingkan lewat revolusi Islam pada tahun 1979. Tempatnya berada di utara Tehran, dan hari ini, turun salju yang sangat tebal di Tehran, serasa berada di Rusia. Di dalam komplek Golestan Palace terdapat sangat banyak museum dan Istana. Setiap bangunan yang kita masuki mesti bayar tiket antara IR 3000-5000. Kami memasuki Istana Putih atau Mellat palace yang merupakan kediaman musim panas sang Shah. Ukurannya tidak besar untuk level seorang raja menurut saya. Yang menarik dari Istana ini adalah, semua hiasan dinding, furniture, patung-patung kecil, gantungan lampu, lukisan, karpet, mempunyai nilai seni yang sangat tinggi dan tentunya sangat mahal dan berharga. Dibuat oleh seniman-seniman dari Eropa dan Iran. Saya tertarik dengan ukuran karpet yang bisa menutupi lapangan bulutangkis, yang pada jaman dulu tentunya masih dibuat dengan cara tradisional. Tapi secara garis besar, ruangan-ruangan dan dekorasinya mungkin seperti dengan Istana-istana presiden masa kini.
Masih dalam komplek, kami menuju ke Green Palace. Lokasi bangunan dan museum dalam komplek, berada di lereng-lereng bukit, sehingga untuk menuju ke lokasi yang lain, mesti berjalan menanjak yang lumayan melelahkan juga. Ditambah cuaca yang sangat dingin. Green Palace awalnya dibangun oleh seorang yang bernama Alikhan, bangunan yang tidak selesai tersebut kemudian dibeli oleh Shah Reza Pahlevi. Pengerjaannya diselesaikan oleh kumpulan arsitek dan seniman Iran selama 7 tahun. Yang paling menarik dari Istana ini adalah Mirror Hall atau ruangan cermin. Dimana dinding dan langit-langit didekorasi dengan cermin-cermin kecil. Para seniman menyelesaikan ruangan ini selama 4 tahun. Kamera sebenarnya tidak dibolehkan di Istana ini, tetapi penjaganya membolehkan kami mengambil 1-2 gambar. Seperti di Istana Putih, furniture dan hiasan interior Istana ini sebagian besar didatangkan dari eropa.
Di dalam komplek ini terdapat museum seni kontemporer, museum militer, museum sejarah, museum 12 Imam. Kami memasuki museum Omidvar bersaudara. Saya juga baru tahu tentang dua saudara petualang Iran ini. Mereka memulai petualangan tahun 1961 dan mengelilingi dunia lewat darat selama 10 tahun. Itinerary mereka melalui 99 negara, termasuk arctic dan antartika. Mereka juga mengunjungi Indonesia untuk kemudian menyeberang ke Australia. Mereka mencapai benua Amerika melalui selat Bering, masuk lewat Alaska. Jalur yang digunakan oleh nenek moyang para suku Indian dan suku-suku di Amerika Selatan, yang sangat mungkin berasal dari Asia. Pernah nonton film dokumenter yang membahas tentang hal ini, di mana terdapat banyak kemiripan antara orang-orang di daerah Siberia, eskimo dan orang-orang Indian yang merupakan penghuni asli Benua Amerika sebelum dibanjiri oleh kedatangan orang kulit putih Eropa. Di dalam museum Omidvar ini dipajang foto-foto hasil petualangan dua saudara ini. Banyak foto-foto tentang suku-suku primitif di Amerika Selatan dan Afrika. Ada foto suku primitif di Afrika yang memanggang monyet kecil sebagai santapan mereka, berburu gajah afrika, berburu tapir di Amazon. Mereka menghabiskan rata-rata 6 bulan bersama suku-suku primitif tersebut untuk mempelajari kebiasaan dan budaya mereka dan kemudian mendokumentasikannya. Untuk bisa diterima oleh suku-suku primitif tersebut, mereka membawa hadiah-hadiah berupa kain atau barang yang berwarna-warni, mengingat suku-suku tersebut rata-rata cuma tau warna putih, merah, dan hitam. Trik yang cerdik. Foto mereka yang paling menarik juga bagi saya adalah foto patung Budha raksasa di lembah Bamiyan Afghanistan, foto yang sangat berharga tentunya, mengingat patung itu sekarang sudah dihancurkan total oleh pasukan Taliban pada tahun 2001 yang lalu. Perjalanan mereka diakhiri dengan melaksanakan Haji di Makkah. Kedatangan mereka juga disambut oleh raja Saudi waktu itu. Membayangkan kesulitan dan lama waktu perjalanan mereka, perjalanan 15 hari saya di ‘hanya’ beberapa kota di Iran, tidak ada apa-apanya. Mereka layak mendapat bintang penghargaan tertinggi buat para musafir.
Wassalam,
Takbir
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment