Saturday, May 19, 2012

Russia Long Way Down Trip - Makhachkala (Dagestan)

 Makhachkala menjadi kota tujuan terakhir dari rangkaian perjalanan saya di Rusia. Long way down trip dari Saint Peterburg akan berakhir di Makhackala, Ibukota Republik Dagestan. Dagestan saat ini menjadi wilayah yang masih rawan soal keamanan. Beberapa kelompok separatis muslim masih sering melakukan tindakan pemboman terhadap instansi pemerintah terutama pihak keamanan Rusia di area ini. Sekitar 2 minggu sebelumnya ketika masih di Moscow, tepatnya pada tanggal 4 mei 2012, saya membaca berita di koran berbahasa Inggris tentang serangan bom yang baru saja terjadi dan menewaskan 13 orang. Ketika di Volgograd, Stash juga tidak menyarankan saya untuk pergi ke sana. Kenapa tidak pilih Sochi atau kota lain di selatan yang lebih aman katanya. Saya sempat ngeper juga, tapi karena saya percaya kepada anggota CouchSurfing yang ada di Makhachkala yang mencoba meyakinkan saya bahwa di kota Makhachkala aman-aman saja, maka saya pun memutuskan lanjut ke sana.

Kota Makhachkala berada di tepi Laut Kaspia

Ketika akan naik bus di Nalchik, supir bus sudah menanyakan kelengkapan dokumen yang saya miliki. Saya akan naik bus dari Nalchik ke Makhachkala selama 12 jam lebih. Berangkat pukul 17.20 dan tiba pukul 06.00 pagi esoknya. Di Rusia, semakin ke selatan saya berjalan, saya melihat kendaraan umum makin kurang bagus. Bus yang saya tumpangi adalah bus tua yang karet busa beberapa kursinya sudah keluar-keluar, mirip bus ekonomi di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta. Untungnya bus tidak penuh, saya ambil 2 kursi, jadi bisa tidur selonjoran. Selama perjalanan dengan bus ini, kami harus berhenti di setiap check point di mana tentara dan polisi yang bersenjata lengkap dengan rompi anti peluru naik dan memeriksa penumpang bus. Mungkin ada sekitar 6 atau 7 check point yang kami lewati untuk mencapai Makhachkala. Dari check point pertama, polisi tidak pernah menanyakan passport atau kartu identitas saya, mereka hanya naik melihat-lihat dan memeriksa bagasi bus. Hingga akhirnya, sekitar pukul 03.30 dinihari, bus kami dihentikan kembali oleh polisi di check point. Dan seorang polisi muda menggendong AK-47 naik ke bus memeriksa dan menanyakan passport saya. Setelah tahu saya orang asing, dia kemudian mengambil passport dan menyuruh saya untuk mengikuti dia ke semacam portabel wagon dibalik dinding beton yang dijadikan pos pemeriksaan. Di situ sudah ada orang lain, pria Rusia, yang sedang ditanya-tanya oleh 2 petugas polisi. Ketika selesai ditanya orang itu masuk ke dalam kantor pemeriksaan itu, sayapun hendak mengikuti tapi dia kemudian menghalau saya agar menjauh, nampaknya dia mau menyuap kedua polisi tersebut.

Tiba gilirannya, saya disuruh langsung masuk ke pos itu dan ditanya-tanya dalam bahasa Rusia yang sangat sedikit saya mengerti. Di tanya dari mana, mau kemana, mau ngapain dan tinggal dimana nanti Makhachkala. Selain itu semua isi kantong saya digeledah, mereka sempat menanyakan apakah saya membawa narkotika atau heroin. Karena saya berasal dari Indonesia yang dekat dengan Thailand kata si polisi. Isi dompet saya bahkan di periksa semua. Di dompet saya ada uang cash sekitar 8000 Ruble dan 54000 Yen. Mereka sempat menanyakan ini mata uang apa, dan saya jawab Yen. Ini pertama kalinya mereka lihat mata uang Yen kata mereka. Setelah memeriksa bawaan saya tidak ada yang berbahaya dan dokumen perjalanan saya lengkap, kedua polisi itu dengan terus terang minta uang ke saya. Mereka minta 5000 Ruble. Saya yang awalnya sudah ngeper diinterogasi, tiba-tiba jadi berani ngomong, jangan 5000 Ruble, uang saya tidak banyak dan saya masih butuh untuk biaya hotel dan perjalanan nanti di Makhachkala. Saya bukan turis kaya. Terus saya kasih 1000 Ruble, mereka minta lagi 500 Ruble, dan akhirnya saya di lepas juga. Supir bus ternyata nungguin saya di luar pos pemeriksaan itu dan beberapa penumpang ternyata turun juga dari bus penasaran apa yang terjadi. Kami memasuki Makhachkala dengan melewati satu lagi check point tentara, yang naik ke atas bus tapi tidak sampai memeriksa passport dan sebagainya.

Tiba di Hotel Sport yang direkomendasikan di tengah kota, saya harus bayar 2200 Ruble per malam. Makin lemes saja karena 2200 sebenarnya budget buat 2 malam, apalagi saya sudah kena palak. Akhirnya saya putuskan nginap semalam saja di Makhachkala, demi penghematan budget dan juga saya berpikir tidak aman tinggal lebih lama di kota ini. 

Jalan di depan Hotel Sport yang ramai
 
Tempat latihan tim Anzhi Makhachkala tidak jauh dari Hotel tempat saya menginap. Tim yang merekrut Samuel Etoó dari Intermilan

Setelah beristirahat sebentar, saya menghubungi Bella anggota CouchSurfing yang selama ini memberikan informasi tentang kota Makhachkala. Karena saya tiba pada hari kerja, jadi dia tidak bisa menemani saya ke Derbent sebuah kota kecil di luar Makhachkala dimana terdapat sebuah benteng kuno. Dia menyarankan saya ke sana sendiri dengan menunjukkan cara bagaimana menuju ke sana. Tapi akhirnya saya putuskan tidak usah ke sana kalau sendirian. Karena kalau keluar kota nanti bakalan ketemu check point lagi, ntar dipalak lagi, budget saya sudah tipis. Bella kemudian, mengajak saya jalan di sekitar kota Makhachkala diantara waktu istirahat makan siangnya. Saya yang sudah kelaparan kemudian diajak makan siang di sebuah restoran dengan menu makanan khas Dagestan yang disebut hinkal. Daging sapi yang dimakan dengan lontong dari bahan gandum ditambah saus tomat dengan sedikit cabe dan bawang putih. Mungkin karena pertama kalinya makan dan sedang kelaparan, saya merasa makanan in sangat lezat. Bella kemudian menghubungi anggota CS lain  yang bernama Ramazan untuk bisa menemani saya, karena dia harus kembali ke kantornya untuk melanjutkan pekerjaan. Ramazan juga sama ramahnya. Dia kemudian membawa saya ke Museum sejarah Dagestan. Walaupun dia mengaku kurang begitu tahu tentang sejarah tapi setidaknya dia menjadi penerjemah saya ketika dia bertanya kepada ibu-ibu petugas di Museum.


Alun-alun kota Makhachkala
Patung Lenin ada di setiap kota Rusia yang saya kunjungi
Ketenaran Lenin mungkin hanya dikalahkan oleh Rasul Gamzatov di kota Makhachkala. Sastrawan Rusia yang terkenal berasal dari Dagestan


Dagestan adalah wilayah yang memiliki keberagaman etnik paling banyak di antara Republik dan wilayah Rusia yang lain. Setiap etnik punya bahasa masing-masing. Selain bahasa Rusia yang sekarang ini menjadi bahasa resmi, mereka juga dipersatukan oleh agama yang sama yaitu Islam. Rasul Gamzatov, seorang sastrawan yang berasal dari Dagestan menuliskan: 'Sebelum Islam, penduduk Dagestan terbagi-bagi oleh perbedaan bahasa, kepercayaan, struktur etnik dan dipisahkan secara geografis seperti penduduk di wilayah Kaukasus lainnya. Situasi ini menimbulkan konflik dan permusuhan. Setelah semua suku menjadi muslim, maka perdamaian diantara mereka bisa dipertahankan dan pertikaian bisa dihentikan'.

Sejarah tentang Dagestan saya kira berpusat pada satu sosok, yaitu Imam Shamil. Imam Shamil memimpin penduduk Dagestan dan muslim Kaukasus untuk melakukan perlawanan terhadap kekaisaran Rusia selama 25 tahun, dari 1834 hingga 1859. Perlawanan dengan jumlah dan perlengkapan yang tidak seimbang. Termasuk keberhasilannya meloloskan diri setelah beberapa kali dikepung pasukan Rusia. Mampu bertahan selama 25 tahun bergerilya membuat pihak Rusia menaruh respek tersendiri kepada sang Imam. Hingga akhirnya Imam Shamil membuat perjanjian dengan pihak Rusia dan kemudian menyerahkan diri. Menurut penjelasan ibu penjaga di museum sejarah Dagestan, Imam Shamil berpikir bahwa kekuatan yang dimiliki sudah tidak memadai dan semangat pasukan yang sudah menurun dan lelah setelah berperang terlalu lama. Imam Shamil dan keluarganya di undang untuk bertemu dengan Tsar Alexander ke-2 di Saint Peterburg. Imam Shamil kemudian di asingkan ke Moscow, dan dipindahkan ke kota dekat Kazan, kemudian ke Kiev. Untuk menjauhkan dia dari kontak dengan perlawanan yang masih terjadi di Kaukasus terutama oleh etnik Chechen yang terus melawan Rusia, mungkin hingga saat ini. Tahun 1869 Imam Shamil mendapat ijin untuk melaksanakan haji ke Mekkah. Dalam perjalanannya ke Mekkah dia mampir di Istanbul dan dijamu oleh Sultan Ottoman, Abdul Aziz. Setelah menyelesaikan Haji di Mekkah, dia kemudian mengunjungi Madinah dan kemudian meninggal di sana karena sakit. Imam Shamil di makamkan di pemakaman Jannatul Baqi' atau Taman Surga. Di mana banyak diantara sahabat Nabi Muhammad SAW termasuk Khalifah Rasyidin ke-3, Usman bin Affan dan putri sang nabi sendiri, Ruqayyah, di makamkan di sini.


Masjid Besar Dagestan


Sebenarnya saya sangat ingin mengunjungi wilayah pegunungan Dagestan. Karena Dagestan sendiri artinya negeri pegununungan. Tetapi untuk menuju ke sana harus menempuh waktu 4 jam dan saya tidak ada teman lokal yang bisa ke sana, karena saya datangnya pada tengah pekan saat semua harus ke kantor. Dan juga waktu libur saya hampir habis, saya harus kembali ke Moscow dan kemudian pulang meninggalkan Rusia.


Desa di pegunungan Dagestan yang sebenarnya ingin saya kunjungi seandainya situasi keamanan lebih kondusif (Gambar dari Internet)




Wassalam,
Takbir

No comments: