Wednesday, June 15, 2011

Sang Penakluk Konstantinopel (part-2)


Di awal kekuasaannya, penguasa Karaman mulai melakukan penyerangan-penyerangan terhadap batas-batas wilayah Usmani di timur. Untuk mengatasinya, Sultan Mehmet memimpin langsung pasukannya untuk menumpas dan menguasai daerah Karaman, di Timur Anatolia. Dalam perjalanan pulang ke Edirne, Sultan Mehmet tidak bisa menyeberangi Bosphorus melalui Gallipoli melewati wilayah Dardanella, karena dikuasai dan diblokade oleh kapal-kapal orang Venesia yang merupakan sekutu Konstantinopel. Dia dan pasukannya kemudian berputar ke utara melalui selat-selat kecil Bosphorus menuju benteng Usmani di Anadolu Hisari, benteng diseberang sisi Asia yang dibangun oleh kakeknya, Sultan Bayezid. Dari sini jarak antara Asia dan Eropa Cuma 700 yard. Di sini juga, Sultan Mehmet mendapatkan gagasan untuk memblokade pelayaran yang menuju ke Konstantinopel dari kapal-kapal dagang yang berasal dari Laut Hitam. Sekaligus menyadari pentingnya membangun Armada laut yang kuat untuk mengimbangi Armada laut orang Genoa dan Venesia. Setibanya di Edirne, dia segera memerintahkan kepada semua provinsi di wilayah Usmani untuk menyediakan ribuan tukang batu, buruh, dan ahli kapur. Dia juga memerintahkan untuk mengumpulkan dan mengangkut bahan-bahan bangunan ke seberang Anadolu Hisari (Istana Anatolia). Persis di depan Anadolu Hisari di sisi Eropa, dia akan membangun sebuah benteng baru. Berita pembangunan benteng baru itu segera menyebar. Konstantin XI, kaisar Byzantine mengirimkan utusan ke Sultan Mehmet. Mereka mengatakan bahwa Mehmet telah melanggar perjanjian damai dengan membangun benteng tanpa minta ijin terlebih dahulu. Padahal ketika kakeknya membangun benteng istana Anadolu Hisari, dia terlebih dahulu meminta ijin kaisar, “seharusnya seorang putra menghormati ayahnya”. Mehmet menanggapi dengan singkat dan tegas, “ seluruh isi kota Konstantinopel memang milik kaisar kalian, sedangkan segala hal yang di luar parit bentengnya bukan milik siapa-siapa. Bahkan jika aku ingin membangun benteng di atas bukit suci, tidak ada yang dapat melarangku”. Kemudian dengan gayanya yang terus terang “ kembalilah dan beritahu kaisarmu; sultan yang sekarang berkuasa tidak seperti pendahulunya. Apa-apa yang tidak berhasil mereka raih dapat dia capai dengan mudah dan sekaligus. Apa-apa yang tidak ingin mereka lakukan justru ingin dia lakukan dengan pasti. Jika ada lagi utusan yang datang dengan misi seperti ini. Akan dikuliti hidup-hidup”
Pembangunan benteng ini berada di bawah pengawasan langsung sang Sultan muda. Sehingga setiap bawahannya dan para tukang yang dibagi tanggung jawabnya membangun bagian benteng yang berbeda saling bersaing untuk menyelesaikan lebih cepat. Di saat yang bersamaan Sultan Mehmet juga mempersiapkan pembangunan Armada angkatan laut di Gallipoli. Pembangunan benteng dan armada laut dalam waktu yang relatif sangat cepat, secara tidak langsung memperlihatkan kekuatan sumber daya yanag dimiliki kesultanan Usmani dan kemampuan Mehmet dalam mengkoordinasikan dan mengatur distribusi logistik dari seluruh wilayah kesultanannya. Tidak sampai empat setengah bulan benteng itu pun jadi dan dinamakan Rumeli Hisari (Istana Eropa). Dengan adanya dua benteng disisi selat kecil Bosphorus, dilengkapi pelontar batu dan meriam, membuat kapal-kapal layar yang melintas mustahil lolos dari gempuran dari kedua sisi. Orang-orang Usmani kemudian menyebut 2 benteng ini Bogaz Kesen atau Pemotong Tenggorokan. Selesainya benteng ini juga membuat Konstantinopel sadar, bahwa mereka tinggal menunggu waktu untuk menghadapi pengepungan dari pasukan Usmani. Tidak lama setelah itu Mehmet dan pasukannya menuju ke dinding atau benteng daratan Konstantinopel dan berkemah di luar benteng selama 3 hari. Selama 3 hari itu sang Sultan sendiri berkuda mengamati dan mencari tahu bagian terlemah dari benteng Kontantinopel. Setelah 3 hari, sang Sultan kembali ke Edirne dengan rasa puas dan dengan berbagai rencana pengepungan di kepalanya.

Istana Benteng Rumeli Hisari

Jembatan Fatih Mehmet, yang dibangun melintasi selat Bosphorus di atas Rumeli Hisari dan Anadolu Hisari di sisi Asia
Kaisar Konstantin XI yang sudah sadar bahwa kotanya akan menghadapi pengepungan, juga mulai menggalang kekuatan. Tapi masa itu, Byzantium bukan lagi kerajaan yang kaya dan mempunyai kekuatan bersenjata yang kuat. Dia mengirim utusan ke berbagai kerajaan kristen di eropa barat termasuk Paus di Roma. Dia menyebutkan bahwa penguasa Usmani telah menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan hidup kerajaan Kristen di timur. Tapi perlu kita ingat bahwa di masa itu adalah masa setelah pemisahan dua gereja. Katolik di barat dan Ortodoks di timur, yakni di Konstantinopel. Paus tidak serta merta mau mengirimkan pasukan untuk menolong saingannya di Konstantinopel. Dan masa itu juga, kerajaan-kerajaan kristen barat di anggap cenderung sekuler. Kesalehan mereka tidak sekuat dijaman awal-awal perang salib. Dari berbagai permintaan itu, cuma beberapa dari penguasa Venesia, Genoa, dan Catalan yang datang mengirimkan bantuan. Itupun Konstantin harus mengatur dan menengahi antara Genoa dan Venesia, dua negara kota di Italia waktu itu, yang saling curiga dan bersaing dalam perdagangan.
Sebelum 1452, Orban, seorang teknisi dari Hungaria yang keahliannya membuat meriam datang ke Konstantinopel dan menawarkan jasanya kepada Kaisar. Sang Kaisar menerimanya, tapi tidak mampu memberinya imbalan yang baik. Karena merasa diberi imbalan tidak layak oleh kaisar Konstantin, dia pun membelot dan menawarkan jasanya kepada Sultan Mehmet. Sang sultan yang punya ketertarikan dengan teknik dan persenjataan, kemudian menyewanya dan memerintahkannya membuat meriam ukuran besar yang mampu melontarkan batu yang cukup besar yang dapat menghancurkan benteng kota Konstantinopel. Meriam raksasa buatan Orban, dikatakan mampu melontarkan batu seberat setengah ton. Letusannya terdengar hingga 6 mil jauhnya. Untuk mengangkut meriam raksasa ini, dibuatkan gerobak yang dirangkai satu sama lain dan ditarik oleh 60 ekor sapi, 200 prajurit khusus diperintahkan menjaga meriam raksasa tersebut agar tidak terguling, para tukang kayu bekerja didepan menyediakan jalan dan jembatan untuk memindahkan meriam ini dari Edirne menuju tembok Konstantinopel sejauh 200 kilometer, dengan kecepatan 3-6 kilometer perhari. Ketika meriam tiba di depan benteng kota Konstantinopel, para penjaga di atas benteng, menganga dan melaporkan meriam monster ini kepada kaisar. Kaisar segera memobilisasi semua sumberdaya yang ada untuk bersiaga di benteng kota.
Di awal tahun 1453, Sultan Mehmet, yang merasa persiapan pengepungannya sudah matang, kemudian mengirimkan perintah ke segala penjuru wilayah kekuasaan Usmani untuk mengirimkan pasukannya. Setiap tuan tanah di bawah kekuasaan Usmani membawa pasukannya sendiri-sendiri. Sultan Mehmet juga mendapat tambahan pasukan dari bekas kerajaan kristen taklukan di wilayah Balkan. Serta pasukan sukarelawan yang terdiri para petani dan tukang. Mengerahkan pasukan untuk penyerangan Konstantinopel mendapat sambutan yang luar biasa dari rakyat Usmani. Di negeri-negeri Muslim, mereka ini bukanlah wajib militer, mereka memenuhi panggilan perang atas kehendak sendiri. Hal ini mencengangkan orang Eropa yang menjadi saksi mata waktu itu, seperti George dari Hungaria, salah seorang tawanan kerajaan Usmani saat itu yang mencatat: Saat proses perekrutan pasukan dimulai, mereka bersiap-siap dan segera hadir secepatnya, seolah mereka diundang menghadiri pesta perkawinan, bukan perang. Mereka berkumpul dalam sebulan sesuai dengan perintah yang mereka terima. Infantri dipisahkan dengan kavaleri. Semuanya dipimpin seorang komandan yang mereka tunjuk sendiri, dengan susunan yang sama, baik ketika berkemah maupun ketika siap terjun bertempur. Dengan semangat begitu rupa, sehingga jika ada orang yang mencoba menggantikan tetangganya bertempur dan membiarkan tetangganya tetap tinggal di rumah, maka si tetangga merasa diperlakukan tidak adil karena tidak diijinkan ikut bertempur. Mereka menyatakan akan lebih bahagia jika mati di medan tempur tersabet tombak atau terkena panah musuh ketimbang mati di rumah. Mereka yang tewas di peperangan dengan cara seperti ini bukannya ditangisi melainkan dirayakan sebagai orang suci dan pemenang, dipandang sebagai panutan dan sangat dihormati.
Di akhir maret, Sultan Mehmet pun mengerahkan pasukannya dan mendirikan tenda disepanjang tembok benteng Konstantinopel. Tenda-tenda pasukan Usmani memenuhi sejauh pandangan mata orang-orang Konstantinopel dari dalam kota, mereka menyebutkan jumlahnya bagaikan bintang dilangit, saking banyaknya. Tenda-tenda tersebut tersusun secara rapi dan teratur, layaknya sebuah kota. Sahutan suara azan terdengar jelas dari balik benteng ketika waktu sholat tiba. Sebelumnya Sultan Mehmet mengirimkan pesan kepada Konstantin, “Serahkan kota atau bersiap-siaplah berperang”. Sang kaisar yang menolak menyerahkan kota, dan memutuskan berperang dan menyerahkan nasib kota kepada Tuhan. Biarlah Tuhan yang memutuskan kepada siapa kota ini akan diserahkan. Konstantinopel sudah berkali-kali menghadapi penyerbuan dan pengepungan. Rancangan benteng yang kokoh dan terletak ditempat yang lebih tinggi dengan lapisan benteng luar dan dilindungi parit yang lebar dan dalam, terbukti selalu berhasil menghalau pengepungan yang dilakukan pasukan arab dan Usmani sebelumnya. Benteng kota konstantinopel dikenal juga sebagai benteng Theodosian, dibangun di masa kaisar Theodosius, yang pada awalnya dibangun untuk membendung serangan Attila si Hun pada 413.

Benteng kota Konstantinopel yang dikenal juga dengan nama Theodosian Wall
Letusan meriam pertama yang menandakan dimulainya serangan ke Konstantinopel pada pagi hari, 6 April 1453. Meriam raksasa belum tiba ketika serangan dimulai. Kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan pada dinding kota belum bisa membuka celah untuk memasuki benteng. Baru setelah 5 hari pertempuran berlangsung meriam raksasa itu tiba dan dipasang di depan tenda Sultan, sehingga dia bisa langsung melihat sendiri kinerja meriam tersebut. Peralatan pengepungan kuno semacam pelontar batupun masih digunakan. Dukungan logistik selama pengepungan ini dimobilisasi oleh Mehmet juga dengan luar biasa, batu-batu besar di tambang dan dibentuk dipantai utara laut hitam, lalu diangkut dengan kapal-kapal saudagar. Bahkan untuk mendukung pengepungan dia mendirikan bengkel pembuatan dan perbaikan meriam tidak jauh dari perkemahan pasukan. Warga Konstantinopel yang panik dengan kehancuran dan suara bising menggelegar yang dikirim oleh meriam-meriam Usmani, membuat mereka gentar. Mereka berkumpul di gereja-gereja sambil melantunkan doa-doa, meminta Tuhan menurunkan pasukan dan mukjizatnya untuk menghalau pasukan pengepung seperti sebelum-sebelumnya. Di balik benteng kota Konstantinopel, perlawanan dipimpin oleh Giovanni Giutianini, seorang Genoa, yang datang sendiri menawarkan bantuannya kepada kaisar Konstantin. Dia datang dengan biaya dan pasukannya sendiri. Giustianini seorang prajurit profesional dan ahli dalam perang pengepungan. Dia memobilisasi sumber daya yang ada di balik benteng. Setiap malam, setelah seharian benteng dibombardir oleh meriam Usmani, dia mengkoordinir perbaikan dibagian benteng yang rusak atau menggali kembali parit yang ditimbun oleh pasukan Usmani. Pasukan pemanah silang (crossbow) yang berada di tempat yang lebih tinggi, leluasa untuk menghabisi pasukan yang mendekati dinding kota. Dengan kemampuannya itu, pasukan Usmani tidak mampu untuk menembus benteng kota. Segala taktik dikerahkan oleh Sultan Mehmet. Dia juga memerintahkan penggalian terowongan bawah tanah untuk melintasi benteng kota. Tapi rencana ini juga diketahui oleh Giustianini, dia segera membentuk tim khusus untuk mencari tahu letak galian prajurit Usmani untuk kemudian menimbunnya dan memasukkan cairan api serta asap ke dalamnya, menghalau pasukan Usmani kembali keluar benteng.

Pasukan Sultan Mehmet II dengan Meriamnya
Armada laut dalam jumlah besar juga dikerahkan dari Gallipoli menuju Konstantinopel. Untuk melindungi benteng kota dari serangan dari laut, sudah sejak dulu Disekeliling Golden Horn dipasangi rantai besi yang ditambatkan di kedua ujung sisi Golden Horn, sehingga kapal-kapal Usmani tidak bisa mendekat. Jumlah yang lebih banyak tidak menjadikan armada Usmani bisa menang terhadap kapal-kapal pelaut Venesia dan Konstantinopel yang lebih berpengalaman. Sultan Mehmet dari sisi Galata memandangi ke arah laut di mana armadanya bisa di halau dengan kekalahan. Mehmet yang selalu punya taktik yang tidak bisa ditebak, kemudian memerintahkan untuk mengangkut kapal-kapalnya ke daratan dan membawanya kembali ke laut melewati rantai besi yang menghalangi armadanya. Memerintahkan membangun jembatan melintasi Golden Horn, untuk memudahkan pergerakan pasukannya, dan memudahkan dia untuk bolak-balik ke tendanya diluar benteng kota menuju daerah Galata diseberang kota Konstantinopel. Melihat armada Usmani kini berada di luar dan di dalam batas rantai besi, kapal-kapal perang Konstantinopel memilih untuk berjaga di sisi konstantinopel dan menghalau setiap serangan dadakan dari armada Usmani. Selama pengepungan, pasukan bertahan di dalam benteng kota sering dikejutkan dengan pergerakan-pergerakan pasukan Usmani. Di pagi hari bisa tiba-tiba ada menara pelontar batu didekat benteng. Mereka takjub sekaligus takut dengan kemampuan pergerakan orang-orang Turki Usmani ini.
Dibombardir secara terus menerus lebih dari sebulan, membuat benteng kota semakin terbuka. Pasukan bertahan juga sudah kewalahan untuk terus memperbaiki setiap kerusakan yang ditimbulkan. Serangan-serangan langsung pasukan Usmani yang berusaha melewati parit dan memanjat benteng kota juga semakin sering, walau masih mampu mereka bendung. Kedua pihak sebenarnya mulai kelelahan. Pihak pasukan Usmani mulai merasa kebingungan untuk menembus benteng dan mereka sudah terlalu lama berada diluar benteng tanpa berhasil memasukinya. Sultan Mehmet juga sadar bahwa memperlama pengepungan akan merugikan dan menjatuhkan mental pasukannya dan dia juga khawatir akan datangnya pasukan bantuan dari kerajaan kristen eropa. Sementara di pihak bertahan lebih memprihatinkan lagi, bantuan dari eropa tak kunjung datang. Para penasihat, menyarankan kaisar Konstantin XI untuk segera meninggalkan kota selagi masih terbuka jalan untuk itu. Tapi Konstantin menolak dia lebih memilih mati bersama pasukannya daripada dikemudian hari dia dicap sebagai kaisar pengecut. Jawaban yang sama dia berikan kepada Mehmet ketika Mehmet kembali menawarkan dia untuk menyerahkan kota dan akan membiarkan dia pergi dengan aman. Karena tawarannya ditolak berarti akan ada penjarahan yang dilakukan oleh pasukan Usmani, sebagaimana hukum perang yang berlaku pada setiap wilayah yang ditaklukan lewat peperangan.

Penyerbuan Konstantinopel oleh pasukan Usmani
Empat hari terakhir, Sultan Mehmet memfokuskan serangan pada benteng kota di daratan. Bombardir meriam Usmani tidak berhenti. Sultan mengirimkan pesan ke seluruh pasukan untuk bersiap pada satu serangan besar terakhir yang akan menentukan hasil dari pengepungan ini. Mundur dengan kekalahan atau merebut kejayaan. Para ulama berkeliling untuk kembali menyemangati pasukan dengan janji dan ramalan dari sang Nabi. Senin 28 Mei, sehari sebelum serangan besar, semua pasukan Muslim diperintahkan berpuasa. Pasukan bertahan yang melihat dari balik benteng, merasa aneh dengan pasukan penyerang yang tiba-tiba kelihatan adem ayem di perkemahan mereka, tanpa terlihat persiapan penyerangan apa-apa, walau meriam terus menerus ditembakkan, yang membuat warga dan pasukan bertahan di balik dinding mulai hilang takutnya karena terbiasa dengan bunyi ledakan meriam. Malam hari ketika pasukan Usmani berbuka puasa, persiapan dimulai. Serangan pasukan pendahulu dimulai ketika subuh. Pasukan bertahan yang tidak menyangka serangan besar tiba-tiba ini dibuat kaget. Serangan ini bergelombang tidak habis-habis. Setiap 2 jam pasukan penyerang bergantian menggantikan pasukan didepannya yang mulai kewalahan. Pasukan Usmani yang memang unggul jumlah seakan mempunyai pasukan yang tidak terbatas. Pasukan bertahan mulai kewalahan. Hingga di pagi hari, benteng kota berhasil ditembus, pasukan Usmani sudah berada di dalam kota. Pertarungan saling berhadap-hadapan tidak bisa dihindari lagi. Gelombang pasukan Usmani menerobos masuk benteng kota. Di saat yang bersamaan armada laut di sisi Galata dan Golden Horn juga melancarkan serangan penuh. Warga kota berlarian mencari perlindungan, dan satu-satunya harapan selamat adalah dengan meninggalkan kota dengan kapal-kapal layar yang ada di Golden Horn.
Siang hari, 29 Mei 1453, setelah pengepungan 55 hari, Konstantinopel akhirnya jatuh. Bendera-bendera pasukan Usmani berkibar di benteng benteng Kota. Sultan Mehmet dan pasukannya berderap memasuki kota. Konstantin XI dikabarkan terbunuh dan kepalanya ditancapkan ditombak kemudian dibawa ke hadapan sang Sultan. Giustianini konon berhasil diselamatkan dan berlayar kembali ke Genoa, namun dengan luka yang parah dan meninggal pada tahun itu juga. Meninggal karena luka dan malu karena dianggap gagal mempertahankan Konstantinopel. Konstantinopel didirikan oleh Kaisar Konstantin dan ditaklukan dibawah pemerintahan kaisar Konstantin XI, keduanya memiliki nama ibu yang sama, yakni Helen. Penjarahan kota berlangsung hanya sehari. Dalam sehari kekayaan tersisa yang dimiliki Konstantinopel sudah habis diperebutkan oleh pasukan usmani. Sultan Mehmet melarang gereja-gereja dihancurkan, dia memerintahkan agar bangunan-bangunan kota dipertahankan. Di kepalanya dia sudah merencanakan memindahkan istananya ke kota ini. Patriarkh Ortodoks, Gennadius, tidak melarikan diri ke eropa, dia memilih tetap bersama warganya di Konstantinopel, bersiap menghadapi apapun keputusan Sultan pada dirinya. Diluar dugaannya sang Sultan membiarkan dia hidup dan tetap menjadi pemimpin umat Kristen di Konstantinopel. Sebagai warga taklukan, orang-orang Yunani tidak dipaksakan pindah agama. Mereka tetap dibolehkan melaksanakan ibadah seperti biasa. Mereka hanya tidak diperbolehkan memiliki atau membawa senjata. Orang Yunani mengatakan, “Lebih baik berada dibawah perintah turban Sultan Usmani, daripada dibawah penutup kepala para Kardinal”. Kebijakan yang sangat toleran waktu itu, mengingat tidak lama setelah penaklukan Konstantinopel, pada 1492 Andalusia, dinasti Islam terakhir di Eropa jatuh ke tangan spanyol. Pembantaian dan pengusiran, pemaksaan pindah agama dicatat oleh sejarah.

Lukisan Fausto Nazaro, Penaklukan Istanbul

Sultan Mehmet II dan Gennadius II
Ada satu cerita tentang cara Sultan Mehmet melakukan penaklukan yang dikisahkan penulis sejarah, Michael si Janisari. Dikisahkan bahwa Sultan mengumpulkan para pejabat tingginya dan memerintahkan agar sebuah permadani besar dibentangkan di depan mereka, dan ditengahnya ditaruh sebuah apel. Setelah itu dia mengeluarkan teka-teki berikut: “Bisakah kalian mengambil apel itu tanpa menginjak permadani?”. Mereka saling berbisik, memikirkan caranya. Tidak ada yang bisa memecahkan teka-teki itu hingga Mehmet menjawabnya sendiri. Dia melangkah ke tepi karpet, lalu memegang dengan kedua tangannya dan kemudian menggulungnya. Ia terus bergerak maju di belakang gulungan itu dan akhirnya dia bisa menjangkau dan mengambil apel merah itu. Setelah itu dia mundur dan menggelar karpet itu seperti sedia kala. Konstantinopel yang selalu diibaratkan apel merah yang mendorong hasrat yang melihatnya untuk menjangkau, mencapai, atau bahkan melemparinya demi mendapatkannya, kini sudah ada di genggaman sang Sultan. Orang-orang Turki kemudian menambahkan namanya dan lebih dikenal sebagai Sultan Fatih Mehmet, Sultan Mehmet sang Penakluk.

Sang Sultan Penakluk Konstantinopel dikenal sebagai seorang yang hobi bertaman

Pedang Sultan Fatih Mehmet di Museum Topkapi Palace

Makam Sultan Fatih Mehmet di Komplek Mesjid Fatih Mehmet
Konstantinopel pasti akan jatuh ke tangan kalian (muslim), pemimpinnya adalah pemimpin yang terbaik dan pasukannya adalah pasukan yang terbaik (HR Ahmad)


Wassalam,
Takbir









No comments: